Sukses

Menteri ESDM Bahlil: Pembatasan BBM Subsidi Tinggal Tunggu Waktu

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuturkan, kebijakan penyaluran BBM Subsidi hampir rampung dan menanti waktu tepat untuk diumumkan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali buka suara soal rencana pembatasan BBM subsidi. Kebijakan ini sebenarnya telah direncanakan sejak beberapa waktu lalu, namun belum kunjung tereksekusi. 

Bahlil mengatakan, kebijakan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran sudah hampir rampung. Ia pun meminta publik bersabar akan realisasinya. 

"Menyangkut harga dan pembatasan BBM, sebenarnya hampir selesai. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk diumumkan," ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (18/10/2024).

Bahlil mengungkap alasan mengapa realisasi dari kebijakan itu terhitung lama. Lantaran, pemerintah tidak bisa asal dalam melakukan eksekusi kebijakan untuk kepentingan umum. 

"Yang jelas nanti akan kami umumkan apa yang akan kami lakukan. Yang jelas baik untuk negara, baik untuk masyarakat. Jangan sampai seperti makan bubur, lebih cepat lebih baik, kalau masih panas kita makan, melepuh lidah kita nanti," bebernya. 

Sebelumnya, skema penyaluran BBM subsidi diisukan bakal diubah oleh pemerintahan dari presiden terpilih, Prabowo Subianto. Dari sebelumnya berbasis komoditas menjadi bantuan tunai langsung (BLT) masyarakat yang berhak. 

Menanggapi rencana kebijakan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan, penyaluran BBM subsidi maupun khusus penugasan (JBKP) semisal Pertalite akan diupayakan tepat sasaran.

"Targetnya sama. Targetnya adalah, idealnya subsidi adalah kepada orang langsung untuk meningkatkan daya belinya," ujar Kementerian Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi beberapa waktu lalu. 

Agus mengaku belum membuka diskusi terkait mekanisme baru penyaluran BBM subsidi dengan tim Prabowo. Kendati begitu, ia menyebut pemerintah pastinya berkomitmen untuk menjaga harga BBM sesuai peruntukannya, siapapun presidennya. 

 

2 dari 4 halaman

Dicari Mekanisme yang Pas

"Belum, tapi itu sama. Jadi kebijakan ini targetnya sama. Pemerintahan sekarang targetnya ke sana. Pemerintah menjaga rakyatnya. Kita di ESDM tugasnya adalah menyediakan bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan rakyat," tegasnya. 

Agus juga menyampaikan update terkait program BBM tepat sasaran. Implementasi kebijakan itu tertunda dari yang seharusnya akan mulai dijalankan per 1 Oktober 2024 mendatang.   

Agus belum bisa memastikan, apakah program penyaluran BBM tepat sasaran ini bakal digulirkan oleh pemerintah di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo. Aturan itu akan mulai berjalan jika telah mencapai kesepakatan dari semua pihak. 

"Tujuan pemerintah kan agar BBM ini diterima oleh yang berhak, sesuai dengan kebutuhannya. Untuk menuju sana, sedang dicari mekanisme yang pas agar tidak membuat, tepat sasaran lah di lapangan," tutur dia.

3 dari 4 halaman

Gawat, Pembatasan Konsumsi BBM Subsidi Bisa Bikin Harga Barang UMKM Naik

Sebelumnya, Pemerintah berencana membatasi konsumsi BBM Subsidi. Rencana itu, dikhawatirkan dapat mengerek harga jual produk-produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Sektor usaha tersebut dinilai bisa terdampak dari pembatasan konsumsi BBM Subsidi. Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita melihat kemungkinan adanya kenaikan harga produk-produk UMKM.

Lantaran, pelaku usaha tadi yang tak lagi bisa menggunakan Pertalite akan beralih ke jenis BBM Non Subsidi dengan harga yang lebih tinggi. Dampaknya, biaya produksi dari UMKM akan meningkat dan berpengaruh pada harga jual produk ke konsumen.

"Bagi kelompok usaha yang kehilangan fasilitas BBM subsidi, terutama UMKM, tentu akan menaikan harga produk dan jasa yang mereka produksi," kata Ronny kepada Liputan6.com, Sabtu (5/10/2024).

Tak cuma itu, dampaknya dikhawatirkan meluas ke sektor-sektor lainnya. Sebut saja, biaya transportasi yang bisa naik, harga produk makanan yang juga akan naik. Kalaupun tidak naik, volume penjualan dan ukuran kemasan makanan UMKM akan menjadi lebih kecil.

"Jika itu adalah usaha jasa transportasi, maka biaya transportasi akan naik. Jika itu UMKM makanan, maka harga makanan yang mereka produksi akan naik atau volume dan ukurannya akan dikurangi, dan seterusnya," ujarnya.

"Artinya, pembatasan penjualan BBM bersubsidi memang memiliki potensi menaikan harga-harga barang dan jasa tertentu di satu sisi dan menekan daya beli masyarakat di sisi lain yang berisiko memperlemah tingkat konsumsi rumah tangga dari kelas menengah yang kehilangan fasilitas BBM bersubsidi," Ronny menambahkan.

4 dari 4 halaman

Daya Beli Masyarakat Tertekan

Sebelumnya, pembatasan konsumsi BBM Subsidi dinilai bisa menekan daya beli masyarakat. Tak cuma itu, kelompok kelas menengah diprediksi akan semakin banyak mengandalkan tabungan imbas tambahan pengeluaran.

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) membeberkan perhitungannya. Dia menyadari pembatasan BBM Subsidi bisa menghemat anggaran untuk sektor tersebut.

"Jadi pembatasan pembelian BBM bersubsidi adalah sisi lain dari pengurangan anggaran subsidi untuk BBM, tanpa menaikan harga Pertalite," kata Ronny kepada Liputan6.com, Sabtu (5/10/2024).

Melalui skema tersebut, sebagian konsumen BBM Subsidi tak tidak berhak akan beralih ke BBM Non subsidi dengan harga yang lebih tinggi. Dengan tambahan pengeluaran itu, daya beli kelas menengah yang mayoritas jadi targetnya akan tertekan.

"Untuk menyikapi itu, kelompok yang akan kehilangan fasilitas BBM subsidi ini bisa saja berhenti menggunakan kendaraan dan beralih ke moda transportasi lain, sehingga pendapatannya tidak tertekan," ucapnya.

"Tapi bisa juga tetap menggunakan kendaraan, dengan keharusan untuk bermigrasi ke BBM non subsidi, lalu mengalami tekanan pada pendapatannya," sambung Ronny.

Ada risiko lain yang dihadapi ketika pendapatan dari kelas menengah yang penggunaan BBM-nya beraluh tadi tidak bertambah. Misalnya, ada pengurangan anggaran belanja untuk kebutuhan lainnya. Pada akhirnya, konsumsi rumah tangga menurun di sektor lain.

"Risikonya, dengan pendapatan yang tidak naik, maka konsumsi atas kebutuhan lain berpotensi dihentikan atau disubstitusikan dengan barang atau jasa yang lebih murah harganya. Ujungnya tentu penurunan konsumsi rumah tangga dari kelas menengah yang kehilangan subsidi BBM," jelasnya.

 

Video Terkini