Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan Pemerintah Republik Sudan Selatan telah menerbitkan ketentuan ekspor baru yang berhubungan dengan perizinan akreditasi (accreditation permit) sebagai syarat masuknya barang ke negara tersebut.
Kemendag RI berharap, para pelaku usaha dan eksportir Indonesia dapat mengetahui dan menyesuaikan diri dengan berbagai persyaratan yang timbul dari ketentuan baru tersebut.
"Saat ini, Kementerian Perdagangan dan lndustri Republik Sudan Selatan memperkenalkan kebijakan yang relatif baru melalui perizinan akreditasi untuk barang yang masuk ke Republik Sudan Selatan. Untuk itu, kami berharap para pelaku usaha dapat mengetahui dan menyesuaikan diri dengan sejumlah ketentuan baru yang diterapkan Republik Sudan Selatan,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Isy Karim, di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Advertisement
Isy mengatakan, kebijakan perizinan akreditasi yang diterapkan Pemerintah Sudan Selatan direncanakan untuk mulai berlaku pada 30 September 2024. Perizinan akreditasi ini bertujuan untuk mencegah impor barang palsu dan memastikan kualitas produk yang diimpor.
"Dokumen perizinan akreditasi dapat diperoleh melalui portal e-government Sudan Selatan di www.trade.eservices.gov.ss," ujarnya.
Menurut Isy, kebijakan Pemerintah Sudan Selatan ini memiliki dua fase. Fase pertama mengharuskan semua produk yang akan di-ekspor ke Sudan Selatan untuk memiliki sertifikat perizinan akreditasi. Kemudian, fase kedua melibatkan penggunaan Application Programming Interface (API) untuk melaporkan informasi produk yang akan diekspor ke Sudan Selatan.
Adapun Pemerintah Sudan Selatan akan memvalidasi nomor sertifikat perizinan akreditasi sebelum barang dapat diekspor ke Sudan Selatan.
Status Sudan Selatan
Dalam konteks perdagangan internasional, saat ini Sudan Selatan masih berstatus sebagai observer dan dalam proses aksesi untuk menjadi anggota WTO sejak 2017. Oleh sebab itu, kebijakan Sudan Selatan tersebut belum dapat diangkat atau diklarifikasi dalam komite apapun di WTO.
"Selain itu, Indonesia juga belum memiliki kerja sama bilateral perdagangan dengan Sudan Selatan," ujar dia.
Isy pun mengajak para pelaku usaha Indonesia untuk dapat menyesuaikan kebijakan Pemerintah Sudan Selatan tersebut dalam proses ekspor Indonesia, sehingga tidak timbul kendala pascapengiriman. Pemerintah Indonesia juga siap berdialog dengan Pemerintah Sudan Selatan apabila ketentuan ini menjadi potensi hambatan perdagangan bagi kedua negara di masa depan.
Advertisement
BPS: Ekspor September 2024 Meningkat 6,44% dari Tahun Lalu
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada September 2024 sebesar USD 22,08 miliar. Angka itu meningkat secara tahunan dari September 2023.
Kala itu, nilai ekspor RI mencapai USD 19,34 miliar. Artinya ada kenaikan sebesar 6,44 persen pada September 2024.
"Secara tahunan nilai ekspor September 2024 mengalami peningkatan sebesar 6,44 persen," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa (15/10/2024).
Dia mengatakan, ada beberapa komoditas yang menyumbang kenaikan nilai ekspor tersebut. Terutama pada peningkatan komoditas ekspor non migas.
Di antaranya, bahan bakar mineral dengan kode HS 27. Logam mulia dan perhiasan atau permata dengan kode HS 71. Serta, kakao dan olahannya dengan kode HS 18.
"Kenaikan ini didorong oleh penibnkatan ekspor non migas terutama pada bahan bakar mineral HS 27, logam mulia dan perhiasan atau permata HS 71, serta kakao dan olahannya HS 18," tutur Amalia.
Diketahui, nilai ekspor tersebut sebetulnya mengalami penurunan dari Agustus 2024. Penurunannya terjadi sekitar 5,80 persen.
Nilai Ekspor Turun 5,8 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka ekspor sepanjang September 2024 mencapai USD 22,08 miliar. Angka tersebut ternyata turun dari perolehan ekspor pada Agustus 2024, bulan sebelumnya.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan besaran ekspor tersebut mengalami penurunan sebesar 5,8 persen dari bulan sebelumnya.
"Pada September 2024 nilai ekspor mencapai USD 22,08 miliar atau turun sebesar 5,80 persen dibandingkan bulan Agustus 2024," kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Secara nilai, ekspor migas tercatat sebesar USD 1,17 miliar atau turun 2,81 persen. Sama halnya dengan ekspor noj migas yang turun 5,96 persen menjadi USD 20,91 miliar
Menurut Amalia, penurunan ekspor pada September 2024 itu disebabkan oleh menurunnya ekspor non migas. Utamanya pada 3 komoditas.
"Penurunan nilai ekspor September secara bulanan, terutama didorong oleh penurunan ekspor non migas terutama pada komoditas lemak hewan dan nabati HS 15, bijih logam, terak dan abu HS 26, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya atau HS 85," tuturnya.
"Adapun penurunan ekspor migas terutama didorong oleh penurunan nilai ekspor gas dengan andil sebesar minus 0,27 persen," Amalia menambahkan.
Advertisement