Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memilih tiga Wakil Menteri Keuangan, yakni Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan Anggito Abimanyu. Dua diantaranya sebelumnya menjabat sebagai Wamenkeu, di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Adapun salah satu tugas dari ketiga wamen tersebut adalah melakukan optimalisasi penerimaan negara. Di sisi lain, penugasan tiga wakil menteri keuangan di pemerintahan Prabowo menuai beragam respon masyarakat, salah satunya ekonom dan pengamat pasar.Â
Baca Juga
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, keputusan untuk menugaskan 3 wakil menteri keuangan kurang efisien. Menurutnya, Sri Mulyani sudah memiliki kinerja yang cukup bagus saat didampingi 2 wakil menteri keuangan di pemerintahan sebelumnya.
Advertisement
Namun dengan adanya perbedaan target Prabowo dengan pemerintahan sebelumnya, ia tentu tidak mengesampingkan bahwa penentuan jumlah wakil menteri merupakan hak prerogatif presiden.
"Bagi saya kurang efisien, karena Kementerian Keuangan (Pemerintahan) sebelumnya di bawah Sri Mulyani sudah cukup bagus, tapi kembali lagi, penentuan menteri kan hak prerogatif Presiden," ujar Ibrahim kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
"Dulu saja APBN 60% digunakan untuk operasional, bayangkan untuk pemerintahan saat ini. Kemungkinan saat 100 hari pemerintahan sudah berjalan dan tidak ada hasil, mungkin akan ada kritikan dari para pengamat," katanya.
Ibrahim pun membeberkan beberapa PR yang perlu diperhatikan wakil menteri keuangan era Prabowo dalam menjaga ketahanan dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Salah satu tantangan itu adalah, dampak eksternal yang ditimbulkan dari fenomena geopolitik di Timur Tengah, Eropa, hingga Asia.
Keadaan China
Adapun dampak dari pelemahan ekonomi Tiongkok yang belum menunjukkan pemulihan, ketika negara itu terus berupaya mendongkrak kinerja dengan serangkaian stimulus.
"Indeks dolar sendiri sudah mencapai ke 104. Permasalah geopolitik di Timur Tengah cukup luar biasa, di luar itu ekonomi Tiongkok bermasalah, di kuartal ketiga 2024 hanya tumbuh 4,6%. Artinya apa? walaupun Bank Sentral Tiongkok sudah mengeluarkan stimulus besar-besaran itu pun belum bisa mengangkat Produk Domestik Bruto di Kuartal keempat," paparnya.
Padahal, performa ekonomi Tiongkok cukup penting mengingat posisi negara itu sebagai penyumbang neraca perdagangan terbesar Indonesia.
Adapun tantangan di sisi internal, perekonomian Indonesia dihadapi dengan penurunan daya beli masyarakat, dalam hal ini sebagian besar pada masyarakat menengah.Â
Â
Advertisement
Tantangan Internal
Ibrahim melihat kembali kondisi penurunan kelas ekonomi dari menengah ke kelas bawah, karena minimnya ketersediaan lapangan kerja, serta PHK yang sangat besar.
"Kelas menengah mengalami permasalahan, perlu ada kajian-kajian lagi, terutama tenaga kerja dari investor lah, membantu untuk membuka lapangan kerja sehingga masyarakat bisa kembali bekerja," jelas dia.Â
"Smelter sebagian besar karyawan dari Tiongkok kan, tetapi dengan kondisi global saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan yang tutup karena ekspor mereka terhalang oleh masalah geopolitik. Sehingga disini lah pemerintah harus bisa membuka lapangan kerja sebanyak-banyak agar kelas menengah bisa kembali hadir kembali," imbuhnya.