Sukses

Deposito Nasabah Perorangan Turun, Pindah ke Mana?

Nasabah perorangan tergoda untuk memindahkan sebagian simpanannya ke instrumen lain, dibandingkan menyimpan deposito di bank.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja, menanggapi fenomena berkurangnya nasabah perorangan dalam bentuk deposito.

Jahja mengakui, jika dilihat secara imbal hasil, Surat Berharga Negara (SBN) jauh lebih tinggi bunganya dibandingkan dengan bank. Tercatat, bunga deposito bank paling tinggi hanya dikisaran 3,25 persen, sementara SBN menyentuh 6 persen.

"Kita lihat bunga deposito, contoh di BCA, hanya 3 sampai 3,25 persen. Nah, ini secara kasat mata, kalau dibandingkan dengan SRBI, dengan SBN, government bond ORI, ini dengan bunga yang 6 persen, ini kan sangat menarik," kata Jahja dalam konferensi pers Kinerja Bank BCA Kuartal III-2024, Rabu (23/10/2024).

Maka hal itu membuat nasabah perorangan tergoda untuk memindahkan sebagian simpanannya ke instrumen lain, dibandingkan menyimpan deposito di bank.

"Ya jadi godaannya itu sangat tinggi untuk memindahkan sebagian dari dana-dana deposito yang betul. Memang ada perbedaan, masuk ke SBN itu berarti kita log in untuk jangka yang lebih panjang. Padahal kalau kita lihat time deposit kurang setahun kurang laku," ujarnya.

Kendati demikian, meskipun deposito bank nasabah perorangan mengalami penurunan, ia menegaskan tidak mempersalahkan hal itu dan juga tidak bisa memaksa nasabah. Semua keputusan setiap nasabah berbeda-beda. Namun, yang pasti BCA adalah salah satu mitra penjual untuk SBN juga, sehingga nasabah bisa memanfaatkan opsi tersebut.

"Kita juga bukan tidak mau mendorong SBN tapi kita market maker yang menjual SBN terbesar di Indonesia. Ya kita bantu tetap, apakah pembelinya asing, apakah pembelinya institusi lokal, apakah itu individu," ujarnya.

"Kita salah satu market maker, atau apa istilahnya, underwriter atau apa istilahnya. Yang sangat aktif dalam. Jadi itu pilihan betul-betul ada di nasabah, disesuaikan dengan kebutuhan likuditas Anda, kira-kira begitu," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

BCA Cetak Laba Rp 41,1 Triliun di Kuartal III 2024

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA0 dan entitas anak membukukan laba bersih Rp 41,1 triliun atau tumbuh 12,8% YoY hingga kuartal III-2024. Pertumbuhan laba BCA tersebut ditopang ekspansi pembiayaan berkualitas serta peningkatan volume transaksi dan pendanaan.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja, mengatakan pertumbuhan laba bersih sejalan dengan penyaluran kredit yang mencapai Rp 877 triliun atau tumbuh sebesar 14,5% secara tahunan (YoY).

“Peningkatan kredit hingga September 2024 merefleksikan komitmen BCA dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Kami juga melihat permintaan kredit konsumer yang baik, tercermin dari pelaksanaan BCA Expoversary 2024 dan BCA Expo 2024 yang mampu mengumpulkan total aplikasi KPR dan KKB lebih dari Rp 78 triliun," kata Jahja dalam konferensi pers Kinerja kuartal III-2024 BCA, Rabu (23/10/2024).

Lebih lanjut, Jahja menyampaikan untuk penyaluran pembiayaan per September 2024 ditopang kredit korporasi yang menjadi segmen dengan pertumbuhan tertinggi, naik 15,9% YoY mencapai Rp 395,9 triliun. Kredit komersial naik 11,8% YoY menjadi Rp 135,3 triliun, dan kredit UKM tumbuh 14,2% YoY hingga Rp 120,1 triliun.

 

3 dari 3 halaman

Kredit

Maka BCA mencatat, total portofolio kredit konsumer naik 13,1% YoY menjadi Rp 216,5 triliun, didorong KPR yang tumbuh 10,7% YoY mencapai Rp 130,4 triliun serta KKB sebesar 17,9% YoY menjadi Rp 64,1 triliun.

Di sisi lain outstanding pinjaman konsumer lainnya (mayoritas kartu kredit) naik 15,0% YoY mencapai Rp 21,9 triliun. Sementara, penyaluran kredit ke sektor-sektor berkelanjutan tumbuh 10,7% YoY menyentuh Rp 214 triliun per September 2024, berkontribusi hingga 24,3% dari total portofolio pembiayaan.

Menurutnya, pertumbuhan kredit yang solid diikuti dengan terjaganya kualitas pembiayaan perseroan. Rasio loan at risk (LAR) mencapai 6,1% per September 2024, membaik dari posisi setahun lalu di angka 7,9% dan rasio kredit bermasalah (NPL) berada di tingkat yang terjaga 2,1%. Pencadangan NPL dan LAR pada tingkat yang memadai, masing-masing 193,9% dan 73,5%.