Liputan6.com, Jakarta PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Keputusan tersebut diambil setelah salah satu kreditur Sritex ini meminta pembatalan perdamaian terkait penundaan kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati sebelumnya.
Dengan kebangkrutan Sritex, Indonesia kehilangan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Namun, siapa saja sebenarnya sosok di balik manajemen Sritex?
Baca Juga
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 17 Maret 2023, Sritex melakukan perombakan manajemen. Iwan Setiawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama, kini diangkat sebagai Komisaris Utama. Sementara, posisi Direktur Utama kini dipegang oleh Iwan Kurniawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Utama.
Advertisement
Selain itu, Megawati tetap menduduki posisi Komisaris, sementara Karunakaran Ramamoorthy diangkat sebagai Direktur Bisnis Benang dan Mira Christina Setiady menjadi Direktur Operasional.
Profil Iwan Setiawan Lukminto
Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto adalah putra dari pendiri Sritex, H.M. Lukminto. Iwan Setiawan lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 24 Juni 1975, dan meraih gelar Bachelor’s Degree in Business Administration dari Suffolk University, Boston, AS, pada 1997. Ia bergabung dengan perusahaan tekstil ini sebagai asisten direktur pada 1997 dan menjabat sebagai Direktur Utama dari 2006 hingga Maret 2023.
Menurut data Forbes, Iwan Setiawan Lukminto pernah masuk daftar 50 orang terkaya di Indonesia pada 2020, dengan estimasi kekayaan sebesar USD 515 juta (sekitar Rp 7,81 triliun). Namun, pada 2021, ia tidak lagi berada dalam daftar tersebut.
Dalam wawancara di kanal YouTube Sritex, Iwan menceritakan bahwa dirinya telah dikenalkan pada bisnis tekstil sejak usia lima tahun oleh sang ayah. Ia terlibat dalam proses pengambilan keputusan di perusahaan sejak usia sembilan tahun. Ayahnya selalu memberikan pesan sederhana: "Kerja yang baik saja."
Profil Iwan Kurniawan Lukminto
Sang adik, Iwan Kurniawan Lukminto, lahir di Surakarta pada 22 Januari 1983. Ia meraih gelar Bachelor’s Degree of Business Administration dari Johnson & Wales University, Rhode Island, AS, pada 2005. Ia bergabung dengan Sritex pada tahun yang sama dan menjabat sebagai Wakil Direktur Utama sejak 2012.
Â
Sejarah dan Perkembangan Sritex
Sritex, didirikan oleh keluarga Lukminto pada 1966, menjadi perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara, dengan fokus pada empat lini produksi: benang, kain mentah, kain jadi, dan pakaian jadi. Berawal dari usaha perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo, perusahaan ini membuka pabrik cetak kain pertamanya pada 1968.
Pada 1982, Sritex membangun pabrik tenun pertamanya, dan pada 1992, mereka memperluas pabrik dengan empat lini produksi: pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana. Pada 1994, Sritex menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.
Pada 2013, Sritex resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham SRIL. Selain industri tekstil, keluarga Lukminto juga memiliki bisnis perhotelan, dengan 10 hotel di Solo, Yogyakarta, dan Bali, termasuk Holiday Inn Express. Mereka juga memiliki perusahaan kertas, Sriwhana Adityakarta, yang mencatatkan saham perdana di BEI pada Juni 2018.
Advertisement
Sritex Dinyatakan Pailit
 Kabar tidak menggembirakan datang dari sektor manufaktur. Produsen tekstil dan produk tekstil, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) akhirnya diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.
Keputusan pailit setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil tersebut yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, membenarkan putusan yang mengakibatkan PTÂ Sritex pailit.
Menurut dia, putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. "Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," katanya.
Dalam putusan tersebut, kata dia, ditunjuk kurator dan hakim pengawas. "Selanjutnya kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur," tambahnya.
Sebelumnya, pada bulan Januari 2022 PT Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati.