Sukses

Indonesia Usir Kapal Tiongkok, Laut China Selatan Memanas

Indonesia mengerahkan kapal dan pesawat untuk mengusir kapal penjaga pantai Tiongkok yang memasuki wilayah Laut China Selatan.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia mengerahkan dua kapal dan sebuah pesawat untuk mengusir kapal Tiongkok dari perairan yang disengketakan di Laut China Selatan, wilayah yang hampir seluruhnya diklaim oleh Tiongkok meski ditentang negara tetangganya dan negara-negara Barat.

Komando pusat Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla) mendeteksi kapal penjaga pantai Tiongkok di tepi selatan Laut China Selatan pada hari Senin 21 Oktober 2024.

Kapal tersebut dilaporkan mengganggu survei yang dilakukan oleh PT Pertamina, perusahaan minyak dan gas milik negara Indonesia, yang digunakan untuk mencari cadangan minyak dan gas di dasar laut.

Dikutip melalui yahoo finance, Senin (28/10/2024) Insiden ini menambah panjang perselisihan selama bertahun-tahun mengenai kepemilikan Laut China Selatan dan hak untuk mengeksploitasi sumber dayanya.

Tiongkok telah mengklaim hampir seluruh wilayah laut ini, klaim yang ditolak oleh negara-negara tetangga dan sebagian besar negara Barat.

Picu Ketegangan

Persaingan klaim tersebut sering kali memicu pertemuan tegang antara kapal Tiongkok dan kapal-kapal dari negara lain. Pada pertemuan hari Senin, Indonesia mengirimkan kapal patroli untuk memberikan peringatan kepada kapal Tiongkok melalui radio.

Namun, kapal Tiongkok mengklaim perairan tersebut sebagai miliknya, sehingga Indonesia menambah kapal angkatan laut dan pesawat ke area tersebut.

"Kedua kapal patroli Indonesia melakukan bayangan (shadowing) dan berhasil mengusir kapal CCG 5402 dari yurisdiksi Indonesia," kata pihak Indonesia.

Bayangan atau "shadowing" berarti mengikuti kapal lain dari jarak tertentu, sebagai cara memberikan tekanan tanpa konfrontasi langsung.

2 dari 3 halaman

Indonesia dan Tiongkok Berebut Sumber Daya Minyak dan Gas di Laut China Selatan

Bakamla membagikan rekaman udara dari operasi ini pada hari Rabu yang menunjukkan insiden tersebut. Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Tiongkok terkait insiden ini.

Kejadian ini meningkatkan ketegangan terkait sengketa Laut China Selatan dan menyoroti kekayaan sumber daya alam di wilayah tersebut. Diperkirakan Laut China Selatan mengandung sekitar 3,6 miliar barel minyak dan 40,3 triliun kaki kubik gas alam.

Klaim Tiongkok tumpang tindih dengan beberapa negara, termasuk Indonesia, Taiwan, Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Filipina. Sebelumnya, insiden di bulan Juni antara Filipina dan Tiongkok bahkan berubah menjadi bentrokan fisik yang melibatkan tangan kosong, pisau, dan pedang.

Angkatan Laut Amerika Serikat turut beroperasi di Laut China Selatan, berlayar di area yang dianggap sebagai perairan internasional. Sementara itu, Malaysia dan Vietnam juga mengembangkan proyek minyak dan gas di Laut China Selatan dan menghadapi penolakan dari Tiongkok.

3 dari 3 halaman

AS, Malaysia, dan Vietnam Hadapi Klaim Tiongkok atas Sumber Daya Alam

Inisiatif Transparansi Maritim Asia dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) melaporkan pada bulan Maret bahwa pada tahun 2023, penjaga pantai Tiongkok berpatroli di dekat operasi minyak dan gas di Vanguard Bank milik Vietnam selama 221 hari dan di sekitar kluster besar operasi minyak dan gas Malaysia selama 338 hari.

Hingga saat ini, pertemuan-pertemuan ini belum berkembang menjadi konfrontasi angkatan laut penuh, yang berisiko memicu perang besar. Konflik di Laut China Selatan, yang merupakan jalur perdagangan penting yang sebelumnya diperkirakan menyumbang sepertiga dari pengiriman global, dapat menyebabkan kerugian 10% hingga 33% pada PDB negara-negara seperti Taiwan, Singapura, Hong Kong, Vietnam, Filipina, dan Malaysia, menurut laporan kerja tahun 2020 dari Biro Riset Ekonomi Nasional AS.