Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tengah mengkaji kelanjutan proyek Tol Dalam Kota Bandung, atau Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR), setelah kajian terakhir dibuat 15 tahun lalu.Â
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PU Triono Junoasmono mengatakan, pihaknya membuka opsi untuk menampung hibah dari Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk proyek tol ini.Â
"Itu kajiannya dari Jepang, JICA. Sekarang mereka secara prinsip juga masih tertarik untuk itu. Sedang kita kaji, kebetulan kita dapat bantuan, grant. Kita sedang kaji untuk review feasibility study-nya," jelasnya di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Advertisement
Pria yang akrab disapa Yongki ini menyebut, ongkos pengerjaan Tol Dalam Kota Bandung tidak bisa sepenuhnya mengandalkan APBN.Â
Sehingga, ia membuka opsi untuk menjadi pinjaman alias utang luar negeri untuk proyek ini. Meskipun sudah ada ketertarikan dari Jepang, dan juga opsi pembiayaan lainnya semisal melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).Â
"Jadi rencana nanti akan kita kaji, kan enggak bisa semuanya pakai APBN. Tidak bisa semuanya juga pakai KPBU. Mungkin nanti ada bagian yang KPBU, ada bagian yang support dukungan dari pemerintah. Mungkin ada pinjaman dari luar negeri. Ini yang lagi kita kaji," bebernya.
Kendati begitu, Yongki tak bisa menyebut seberapa besar kebutuhan dana untuk pembangunan Tol Dalam Kota Bandung. Adapun proyek ini rencananya akan dibangun sebagai tol layang atau elevated.Â
"Waduh aku lupa (berapa besar kebutuhan dananya). Makanya ini kita lagi kaji, karena kajian itu sudah hampir 15 tahun yang lalu, kajian terakhir. Itu lagi kita review harganya, trasenya," pungkas dia.Â
Tol Dalam Kota Dinilai Tak Bakal Selesaikan Masalah Macet di Kota Bandung
Sebelumnya, pembangunan Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR) atau tol dalam kota di Kota Bandung dinilai tidak akan menyelesaikan masalah kemacetan. Pembangunan infrastruktur itu paling hanya akan jadi solusi jangka pendek.
Hal tersebut disampaikan pakar transportasi dari Kelompok Keahlian Rekayasa Transportasi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL), Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Aine Kusumawati.
"Jalan tol (dalam Kota Bandung) itu tidak akan menyelesaikan masalah (kemacetan)," katanya dikutip Liputan6.com pada Laman ITB, Selasa (2/4/2024).
Proyek itu, lanjut Aine, hanya dapat menjadi solusi jangka pendek lantaran dalam beberapa tahun kemudian kapasitas maksimal jalan diprediksi akan penuh. Masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi justru semakin meningkat.
Mengingat, di Kota Bandung itu jalanan didominasi kendaraan roda dua. Sementara tol dalam kota bukan ditujukan untuk roda dua.
Â
Â
Â
Â
Advertisement
Bakal Bawa Berbagai Dampak
Aine juga menilik rute proyek tersebut. Pengamatannya, tidak semua pengguna kendaraan roda empat akan memanfaatkan tol dalam kota karena keterbatasan rute. Mengindikasikan bahwa infrastruktur itu hanya akan mengatasi sebagian kecil dari akar permasalahan kemacetan di Kota Bandung.
Pembangunan Tol Dalam Kota Bandung tentunya akan membawa berbagai dampak bagi masyarakat. Dalam jangka pendek, proses konstruksi akan menyebabkan kemacetan yang semakin parah di ruas-ruas jalan.
"Saat jalan tol sudah jadi, bukan berarti dia akan menyelesaikan masalah, karena yang berpindah mungkin tidak banyak. Tapi, bayangkan nanti kalau ada lalu lintas yang di-generated oleh jalan tol tersebut. Orang-orang yang tadinya enggak kepikiran naik mobil mungkin jadi naik mobil," ujarnya.
Pola pergerakan masyarakat pun akan berubah, beban lalu lintas baru di daerah-daerah yang dihubungkan oleh tol akan muncul, dan kapasitas jalan akan tercapai. Pada akhirnya, kemacetan akan timbul kembali.
"Kita tidak bisa terus-menerus menyediakan prasarana untuk mengakomodasi demand yang ada. Demand akan terus meningkat. Kalau demand terus meningkat, berarti kita harus terus membangun jalan baru," tuturnya.
Angkutan Masal
Menurut Aine, solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kemacetan di Kota Bandung menurutnya adalah angkutan massal.
Kendala yang mungkin dihadapi dalam membangun fasilitas angkutan umum massal adalah biaya dan kondisi eksisting jalanan di Kota Bandung. Badan jalan yang kecil tidak memungkinkan dibangunnya jalur khusus untuk transportasi umum tipe busway.
Selain itu, transportasi umum eksisting seperti angkot dan Trans Metro Bandung (TMB) dinilai kurang efektif untuk dikembangkan karena jaringan jalan Kota Bandung sudah terlalu padat.
Oleh karena itu, dibutuhkan angkutan umum massal yang memiliki jalur sendiri berupa jalur elevated (di atas permukaan tanah) dengan tipe transportasi Light Rail Transit (LRT).
Dengan dikembangkannya fasilitas transportasi umum yang layak dan memadai, masyarakat lambat laun akan beralih sepenuhnya ke transportasi umum dan masalah kemacetan di Kota Bandung akan teratasi.
Menurut Aine, jika proyek tol jadi dibangun, diperlukan feasibility study (studi kelayakan) terbaru yang dapat menunjukkan bahwa benefit yang diberikan oleh tol secara signifikan dapat dirasakan masyarakat Kota Bandung.
"Studi kelayakan ini meliputi trase, jumlah lalu lintas yang berpindah menggunakan tol, hingga analisis ekonomi mengenai perbandingan biaya investasi dan manfaat tol," katanya.
Sebelumnya, Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono, menyebut hadirnya Bandung Intra Urban Tol Road (BIUTR) merupakan upaya lain dalam mengurai kemacetan Kota Bandung. Atas nama Pemkot Bandung, ia menyambut positif rencana kelanjutan pembangunan BIUTR oleh Kementerian PUPR.
"BIUTR itu cita-cita masyarakat Kota Bandung. Sudah 17 tahun masyarakat menanti. Dan saat ini, Pemerintah Pusat ingin 2024 sudah bisa groundbreaking," kata Bambang, Kamis (7/3/2024) lalu.
"Kehadiran BIUTR dan juga BRT sudah sangat urgent. Kita sama-sama tahu kepadatan lalu lintas di Kota Bandung seperti apa," pungkasnya.
Â
Â
Advertisement