Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah akan berupaya membantu menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau disebut Sritex.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Kota Semarang memutuskan Sritex pailit. Dalam prosesnya, kata Airlangga Pemerintah akan berunding dengan kurator agar pembatalan putusan pengadilan bisa dilakukan terkait Sritex.
Baca Juga
"Sritex yang sudah berproses di pengadilan jadi sudah ditunjuk kurator, sehingga dengan demikian Pemerintah akan berbicara dengan kurator," kata Airlangga usai menghadiri ISEF ke-11 tahun 2024, di JCC, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Advertisement
Adapun saat ini pemerintah tengah memantau kondisi Sritex. Langkah awal yang akan dilakukan adalah meminta Bea Cukai membuka izin ekspor-impornya sehingga rantai bisnis dari perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut kembali berjalan.
"Kemarin sudah berbicara dengan Dirjen Bea Cukai bahwa going concern atau pabrik itu harus tetap berjalan. Oleh karena itu, impor ekspornya akan terus berjalan," ujarnya.
Airlangga mengatakan, Pemerintah akan terus mengikuti proses hukum Sritex yang sedang berjalan di pengadilan. Jika telah memasuki proses kasasi, ia berharap Sritex bisa beroperasi kembali.
"Tentu tahap selanjutnya adalah ada proses kasasi, dan kita ikuti saja proses hukum yang sedang berjalan. Tetapi kita tetap menjaga agar tidak ada kegiatan dari pabrik yang terhenti," ujarnya.
Sebelumnya, terkait nasib dari karyawan di Sritex, Airlangga merasa yakin mereka akan tetap berproduksi seperti sediakala karena izin ekspor impor dari Bea Cukai tetap berjalan.
Begini Skenario Pemerintah Selamatkan Sritex yang Pailit
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa pemerintah telah membahas rencana penyelamatan bagi PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil terkemuka Indonesia yang sedang menghadapi masalah finansial. Pemerintah mempersiapkan dua opsi penyelamatan, tergantung pada hasil kasasi yang diajukan oleh Sritex.
Di Jakarta pada Senin lalu, Agus menjelaskan bahwa dua skenario tersebut mencakup langkah pemerintah jika kasasi Sritex dikabulkan dan rencana yang akan diambil jika kasasi ditolak.
“Dalam kedua skenario tersebut, komitmen pemerintah tetap sama, yakni memastikan kelangsungan operasional perusahaan dan melindungi tenaga kerja. Kami berupaya agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan produksi tetap berjalan. Meski langkahnya akan berbeda sesuai hasil kasasi, tujuan akhirnya tetap menjaga stabilitas perusahaan dan pekerja,” jelasnya, dikutip dari Antara, Senin (28/10/2024).
Upaya Pemerintah Menjaga Produksi dan Ekspor Sritex
Menurut Menperin, langkah pertama yang harus dilakukan saat ini adalah memastikan bahwa Sritex tetap dapat berproduksi dan mengekspor barang-barang mereka ke luar negeri. Kendala utama saat ini adalah barang produksi Sritex yang tidak bisa keluar dari kawasan berikat.
“Kami ingin memastikan bahwa, meskipun mereka tetap berproduksi, barang-barang yang diproduksi dapat keluar dan diekspor. Ini akan melibatkan Bea Cukai untuk memperlancar proses pengeluaran produk dari kawasan berikat,” tambahnya.
Harapan Penyelesaian dengan Kreditur
Agus juga berharap kasus kepailitan ini dapat segera mencapai kesepakatan homologasi dengan para kreditur. Menurutnya, Sritex menunjukkan komitmen yang kuat untuk menyelesaikan permasalahan finansial mereka dan menjalankan kesepakatan yang telah disusun dalam proses homologasi.
“Saya melihat bahwa Sritex memiliki komitmen tinggi untuk memenuhi kesepakatan dengan kreditur. Hal ini menjadi sinyal positif bagi kelangsungan perusahaan,” ujarnya.
Advertisement
Latar Belakang Putusan Pailit Sritex
Pada Rabu, 23 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang memutuskan status pailit bagi Sritex setelah mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur yang mengajukan pembatalan perjanjian perdamaian terkait PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang sebelumnya disepakati pada Januari 2022.
Keputusan ini membuat Sritex harus mencari solusi baru untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan komitmennya kepada para kreditur.
"Pengadilan mengabulkan permohonan pemohon dan membatalkan rencana perdamaian PKPU Januari 2022," jelas Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang, Haruno Patriadi, di Semarang, Jawa Tengah.
Keruntuhan Sritex jadi Puncak Masalah Industri Garmen di Indonesia
Sebelumnya, industri garmen dan tekstil di Indonesia sedang menghadapi badai besar. Salah satu perusahaan tekstil terbesar, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, dengan utang mencapai Rp 24 triliun. Dampak langsung dari keputusan ini adalah ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 20.000 pekerja Sritex.
Ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, keruntuhan Sritex jadi pertanda bahwa industri garmen di Indonesia sudah berada di bawah tekanan dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan beberapa faktor seperti perubahan pola konsumsi dan ketatnya persaingan global. Ditambah ketergantungan yang tinggi pada pasar ekspor dan rantai pasok global yang terganggu oleh berbagai faktor eksternal. Termasuk perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta kenaikan biaya produksi di dalam negeri.
"Kepailitan Sritex adalah puncak dari masalah yang telah lama mengintai. Dengan beban utang yang besar, ketergantungan pada permintaan global, serta tekanan dari kenaikan upah minimum, Sritex akhirnya tidak mampu lagi bertahan," ujar Achmad dalam pesan tertulis, Sabtu (26/10/2024).
Advertisement
Kesulitan Industri Garmen
"Dalam konteks ini, situasi yang dialami Sritex bukan hanya masalah internal perusahaan, tetapi cerminan dari kesulitan yang dihadapi oleh industri garmen secara keseluruhan di Indonesia," dia menambahkan.
Dalam hal ini, Achmad menyoroti kasus pemutusan hubungan kerja alias PHK massal di sektor garmen. Menurut dia, ribuan pekerja yang kehilangan kerja tak hanya berpengaruh pada aspek ekonomi saja, tapi juga sosial.
Selain itu, mayoritas pekerja di sektor garmen adalah perempuan. Kehilangan pekerjaan dalam skala besar seperti ini disebut akan memperburuk kesenjangan gender dalam tenaga kerja, dan meningkatkan tingkat kemiskinan perempuan di Indonesia.
"Ini adalah isu yang perlu dihadapi dengan serius, mengingat industri tekstil adalah salah satu sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia," kata Achmad.
Langkah Selamatkan Industri Garmen dan Tekstil
Achmad lantas mengusulkan beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah untuk meredam situasi buruk di sektor industri garmen dan tekstil. Pertama, dengan memastikan pekerja yang terkena PHK mendapat dukungan semisal bantuan langsung tunai (BLT).
"Selain itu, program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) harus diperluas agar para pekerja dapat mengakses peluang pekerjaan di sektor lain. Misalnya, pekerja garmen yang memiliki keterampilan menjahit atau produksi tekstil dapat dilatih untuk beralih ke industri lain yang sedang berkembang, seperti industri kreatif atau teknologi," paparnya.
Pemerintah juga diminta berkoordinasi dengan bank dan lembaga keuangan, untuk memberikan skema restrukturisasi utang bagi perusahaan tekstil yang loyo. Juga dapat memberikan insentif pajak dan subsidi energi untuk bantu pangkas biaya produksi.
Lalu, pemerintah pun harus mendorong konsolidasi di sektor industri tekstil yang masih tersebar dan terfragmentasi, dengan banyaknya perusahaan kecil hingga menengah yang beroperasi secara independen.
"Pemerintah juga dapat membentuk klaster industri tekstil yang terintegrasi, di mana perusahaan-perusahaan tekstil dapat beroperasi secara bersama-sama dalam satu ekosistem, dengan akses yang lebih mudah ke infrastruktur, bahan baku, dan teknologi produksi terbaru," imbuhnya.
Advertisement