Sukses

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Terkait UU Cipta Kerja, Positif atau Negatif?

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tentang UU Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tentang UU Cipta Kerja.

Perkara ini diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi menyetujui pengujian konstitusionalitas 21 norma pasal dalam UU Cipta Kerja yang terkait dengan ketenagakerjaan, termasuk ketentuan tentang tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerjaan alih daya (outsourcing), cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pesangon.

MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk menyusun UU ketenagakerjaan baru yang terpisah dari UU Cipta Kerja, dengan batas waktu maksimal dua tahun.

Menanggapi putusan tersebut, Pengamat Pasar Modal, Lanjar Nafi, memperkirakan pasar akan merespons dengan hati-hati. Meskipun putusan MK mengharuskan adanya revisi, substansi UU Cipta Kerja tetap berlaku sementara waktu. Lanjar menyebut dampak terhadap investasi kemungkinan bersifat jangka panjang.

“Investor asing diperkirakan akan memperhatikan langkah-langkah pemerintah dalam memperbaiki prosedural ini, terutama karena UU Cipta Kerja dirancang untuk mendukung iklim investasi melalui penyederhanaan regulasi,” jelas Lanjar kepada Liputan6.com, Jumat (1/11/2023).

Jadi Sentimen Market

Putusan MK ini diprediksi memiliki dampak signifikan terhadap pasar dan menjadi sentimen yang perlu diperhatikan oleh investor dan perusahaan. Ketidakpastian yang muncul dari status inkonstitusional bersyarat berpotensi memengaruhi keputusan investasi.

“Investor mungkin akan menunda rencana investasi atau meninjau prospek sektor tertentu hingga ada kejelasan mengenai proses revisi yang diminta MK,” tambah Lanjar.

Sektor-sektor yang terdampak langsung oleh UU Cipta Kerja meliputi manufaktur, infrastruktur, dan pertambangan. Pelaku usaha atau emiten di sektor-sektor ini kemungkinan merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian kebijakan saat ini.

“Mereka akan mengalami ketidaknyamanan akibat ketidakpastian dalam aspek ketenagakerjaan dan perizinan, yang merupakan komponen utama dalam UU Cipta Kerja,” pungkas Lanjar.

2 dari 2 halaman

DPR Akan Kaji Usulan MK Soal Pembuatan UU Ketenagakerjaan Baru

Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyatakan, pihaknya akan menindaklanjuti usulan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Ketenagakerjaan baru yang terpisah dari UU Cipta Kerja. 

Adies menyebut DPR akan mengkaji usulan tersebut bersama-sama dengan pemerintah.

"Bukan hanya di legislatif, terkait dengan undang-undang kan itu persetujuan antara pemerintah dan DPR, jadi harus ada pembicaraan dulu antar pemerintah dan DPR, ada kajian-kajian akademis dan lain sebagainya, nanti kita akan liat," kata Adies di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

Diketahui, MK pembentukan UU Ketenagakerjaan yang baru selesai dalam dua tahun. 

Menurut Adies, DPR harus siap berapa pun waktu yang ditetapkan. Namun, DPR tetap perlu untuk melihat konteks dalam membuat UU.

"Nanti kita liat di kita di legislatif ini di DPR, Senayan, kita kan harus selalu siap ya, mau 2 tahun, 3 tahun, setahun, mau 6 bulan, mau 2 bulan, mau sebulan juga kalau memang harus itu ya kita juga," ujarnya.

"Tapi kita harus liat konteksnya, konteksnya seperti apa, dan undang-undang seperti apa yang harus kita gol kan, sejalan apa tidak dengan program pemerintahan yang baru, Pak Prabowo," sambungnya.

Diketahui, MK meminta pembentuk undang-undang segera membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023. MK mengatakan hal itu dapat mengatasi ketidakharmonisan aturan.

"Menurut mahkamah, pembentuk undang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.