Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta para pengusaha menyetop praktik penyaluran pekerja dari pihak ketiga (Outsourcing). Menurutnya, ketentuan itu sesuai dengan putusan di Mahkamah Konstitusi.
Iqbal menerangkan, ketetapan Mahkamah Konstitusi itu jadi salah satu poin dari 21 subtansi tuntutan kelompok buruh dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dia ingin memastikan seluruh keputusan itu bisa dijalankan pemerintah dan pengusaha.
Baca Juga
"Yang pertama, goals terhadap keputusan MK dari Partai Buruh dan Serikat-Serikat Buruh adalah memastikan keputusan MK itu automatically semenjak dibacakan selesai berlaku seperti undang-undang. Artinya, baik Presiden, DPR RI, para Menteri, teman-teman pengusaha, tunduk pada isi konstitusi yang diputuskan oleh MK," ujar Iqbal, ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).
Advertisement
Dia menyoroti soal outsourcing yang masih dijalankan oleh pengusaha. Menurutnya, berdasarkan putusan MK, pengusaha harus meminta persetujuan Kementerian Ketenagakerjaan terlebih dahulu sebelum merekrut tenaga alih daya.
"Yang menggunakan outsourcing selama ini perusahaan-perusahaan, cepat berhenti. Karena harus minta penetapan dari Menteri Tenaga Kerja dulu, kita tunggu, mana jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Cepat berhenti," katanya.
Informasi, dalam amar putusannya, MK menyatakan pasal 64 ayat 2 dalam pasal 81 angka 18 UU 6/2023 yang menyatakan 'Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dimaksud pada ayat (1)' bertentangan dengan UUD 1945.
MK menilai aspek ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya'. Iqbal menafsirkan, tenaga alih daya perlu mendapat persetujuan dari Menteri Ketenagakerjaan.
Sebagai solusinya, Iqbal meminta perusahaan yang masih pakai jasa outsourcing untuk mengangkat pekerja tersebut dengan kontrak.
"Caranya apa? Berubah jadi karyawan kontrak. Kan masih boleh karyawan kontrak atau PKWT. Batasnya juga 5 tahun. Setelah 5 tahun, kalau nggak dibutuhkan, dipecat. Kalau dibutuhkan, diangkat (jadi pegawai) yang tetap. Nggak boleh dikontrak lagi," urainya.
Â
Buruh Ngotot Minta Upah Naik 8-10 Persen
Kelompok buruh tengah merayakan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatannya terkait sektor ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Setelah itu, ada peluang upah buruh bisa naik 8-10 persen untuk 2025, tahun depan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta pemerintah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 8-10 persen. Hitungannya adalah besaran inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.
"8 persen sampai 10 persen, kan (ada variabel) inflasi, pertumbuhan ekonomi. Inflasi kan sekitar 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen. Berarti 7,6 persen. Kita udah nombok kemarin 1,3 persen. Berarti kan hampir 8,9 persen. Itu logis loh itu," ujar Iqbal, ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).
Seperti diketahui, variabel penghitungan kenaikan upah diantaranya besaran inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 soal pengupahan diatur indeks tertentu berada pada rentang 0,1-0,3.
Namun, kata Iqbal, pasca putusan MK, variabel tersebut ditambahkan dengan perlunya hitungan yang proporsional dan memuat kebutuhan hidup layak. Pada bagian ini, Iqbal optimistis pernghitungan kenaikan upah bisa lebih besar dengan adanya rundingan antara pemberi kerja dan pekerja
"Yang sekarang berlaku, ya 0,1 sampai 0,3. Tapi dengan ada keputusan MK, gugur. Dia harus berunding katanya," kata dia.
Di sisi lain, Iqbal mengancam akan melakukan mogok nasional jika pemerintah tidak mengindahkan putusan MK. Namun, dia masih menunggu keputusan kenaikan upah minimum pada 21 November 2024 nanti.
Meski begitu, Iqbal menyebut kelompok buruh tak langsung menyetop produksi. Ada aspek lain dalam penentuan kenaikan upah, yakni upah minimum sektoral.
"Kalau itu tidak terpenuhi, kita akan lihat. Kan bisa komprominya masih ada upah minimum sektoral. Nanti kita diskusi. Tapi kata mahkamah, tetap harus memasukkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentunya, itu tergantung rundingan. Bisa beda-beda loh tiap daerah," bebernya.
Â
Advertisement
Upah Sektoral
Ditemui di tempat yang sama, Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono mengatakan ada 3 sektor industri yang upah minimumnya bisa lebih tinggi. Misalnya, industri otomotif atau kimia yang bisa memiliki upah 15 persen lebih tinggi dari upah minimum kabupaten/kota.
"Di sektor 2 ada beberapa industri yang lain, misalnya di sana ada industri farmasi, misalnya ada beberapa industri elektrik gitu. Itu nilainya 10 persen lebih besar dari upah minimum kabupaten, kota. Dan kemudian ada sektor 3 gitu yang nilainya adalah 5 persen lebih besar dari upah minimum kabupaten, kota. Begitu juga di beberapa daerah yang lain," terangnya.
Sama halnya di DKI Jakarta, upah pekerja di sektor perbankan bisa lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta.
"Sehingga semua sektor industri yang tadinya masuk dalam sektor jenis industri yang ada upah minimum sektornya, dia tidak boleh membayar upah sesuai dengan upah minimum kabupaten, kota atau upah minimum provinsi. Jadi harus sesuai dengan upah minimum jenis industri itu," tutur Kahar.