Sukses

OJK: Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia Masih Jomplang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK).

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, mengatakan hasil itu masih menunjukkan ketidakseimbangan antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.

"Ada survei yang dilakukan oleh OJK bersama BPS bahwa indeks literasi keuangansekitar 65 persen dan inklusi keuangannya 75 persen. Kalau kita bagi per sektor jasa keuangannya itu kelihatan sekali jomplang," kata Mirza dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE It), di Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).

OJK mencatat, literasi dan inklusi keuangan di sektor perbankan masih lebih baik dibandingkan sektor pasar modal dan asuransi yang masih sangat rendah. Pasalnya banyak masyarakat di Indonesia yang belum familiar dengan capital market.

"Jomplang bahwa yang perbankan tinggi sekali sedangkan yang instrumen yang tentang pasar modal tentang asuransi itu jauh di bawah, baik literasinya maupun inklusinya begitu. Sehingga kalau kita bicara tentang investasi kita bisa investasi di bank dan semua orang sudah tahu tentang deposito, tentang tabungan," ujarnya.

"Tapi kalau investasinya di capital market, di reksadana atau di obligasi, itu apalagi kalau di instrumen asuransi yang ada terlinked dengan investasi, ya rasanya inklusinya dan juga literasinya masih rendah sekali begitu," tambahnya.

Namun, terkait kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) ritel sudah cukup meluas, pasalnya banyak masyarakat Indonesia yang sudah teredukasi mengenai pemanfaatan SBN sebagai opsi menanamkan investasi.

 

2 dari 4 halaman

SBN Ritel

Sebagai informasi, SBN ritel merupakan produk investasi yang diterbitkan dan dijamin oleh pemerintah Republik Indonesia. SBN ritel tujuannya untuk memberi kesempatan untuk masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan negara.

"Kalau terkait dengan SBN retail ini edukasi dari teman-teman Kementerian Keuangan luar biasa. Saya rasa kepemilikan di SBN ritel sudah cukup meluas dari baik masyarakat yang berpendapatan tinggi maupun yang anak-anak muda. Karena SBN ritel bisa dibeli lewat HP kita juga bisa dibeli," ujarnya.

Oleh karena itu, OJK berkomitmen akan terus mengedukasi masyarakat mengenai sektor jasa keuangan pada berbagai aspek. Tujuannya agar literasi dan inklusi keuangan di dalam negeri seimbang.

"Kami di OJK selain terus mendorong terkait edukasi, edukasi terkait berbagai instrumen jasa keuangan, tapi juga kami selalu mengingatkan bahwa investasi itu, kalau kita bicara di luar tabungan dan deposito, investasi itu bisa untung, bisa rugi.Jadi harus paham tentang itu. Dan tugasnya dari lembaga sektor jasa keuangan untuk menjelaskan,untuk mengedukasi dengan baik," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

OJK: Generasi Muda Jangan Tergiur Investasi Keuntungan Fantastis

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan generasi muda agar memahami dengan jelas konsep dasar investasi. Salah satunya adalah mengenai imbal hasil (return) dan risiko (risk) yang selalu melekat dalam setiap instrumen investasi.

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, mengatakan di Indonesia banyak platform investasi yang menawarkan berbagai peluang, namun tidak sedikit yang menawarkan hasil yang lebih tinggi dengan risiko yang tak kalah besar.

"Jadi, kalau investasi yang lainnya bapak ibu harus paham, adik-adik harus paham tentang ada return, ada risk," kata Mirza dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE It), di Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).

Salah satu intrumen investasi yang semakin populer adalah investasi melalui platform Peer-to-Peer Lending (P2P). Pada P2P, ada dua pihak yang terlibat yakni pemberi pinjaman yang mencari return lebih tinggi dan peminjam yang membutuhkan dana.

Mirza menjelaskan, platform P2P ini memang sering kali menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan deposito bank atau instrumen pasar modal lainnya. Namun, keuntungan yang lebih tinggi itu biasanya berbanding lurus dengan tingkat risiko yang juga lebih besar.

"Kami di OJK juga selalu juga mengingatkan teman-teman di industri dan juga para investor muda, bahwa mungkin ada yang ditawari investasi lewat platform P2P. Karena di P2P itu ada yang berinvestasi, terus ada yang membutuhkan dana," jelasnya.

 

4 dari 4 halaman

Aturan Tata Kelola

Oleh karena itu, penting bagi setiap investor untuk memahami proyek yang akan dibiayai melalui platform tersebut sebelum memutuskan untuk berinvestasi.

"Rekan-rekan sekalian juga harus paham. Mungkin dapat return-nya mungkin lebih tinggi dari bunga deposito bank, bahkan mungkin lebih tinggi dari instrumen pasar modal yang lain, tapi di situ juga harus paham bahwa proyek apa yang dibiayai. Jadi sekali lagi teman-teman di industri yang harus bisa menjelaskan dengan baik," ujarnya.

OJK sekarang menerbitkan berbagai aturan terkait tata kelola, aturan terkait dengan risk management. Supaya industri jasa keuangan itu harus bertanggung jawab untuk terus meningkatkan terkait tata kelola dan risk management, karena dibalik itu ada uang masyarakat. 

"Kami terus bersama-sama dengan komponen KSSK, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan LPS untuk terus mendorong literasi masyarakat, generasi muda. Indonesia itu bisa maju kalau ekonominya maju. Ekonominya maju itu kalau ada dana," pungkasnya.

Video Terkini