Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang ditransaksikan antarbank menguat pada Jumat pagi. Kurs rupiah naik 106 poin atau 0,67 persen menjadi 15.634 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.740 per dolar AS.
Analis Mata Uang Lukman Leong mengatakan kurs rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca Federal Reserve (The Fed) memberikan pernyataan dovish dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) dan memangkas suku bunga sebesar 25 basis points (bps)
Baca Juga
“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang melemah setelah The Fed memberikan pernyataan dovish dalam pertemuan FOMC dan memangkas suku bunga sebesar 25 bps,” katanya dikutip dari Antara, Jumat (8/11/2024).
Advertisement
The Fed disebut menyampaikan bahwa inflasi sudah tak jauh dari target, yakni 2,4 persen menuju 2 persen.
Selain itu, tekanan sektor tenaga kerja mulai mereda dengan tingkat pengangguran stabil di kisaran 4,1 persen pada Oktober 2024 atau sama seperti bulan sebelumnya.
Pilpres AS
Bank Sentral AS juga menekankan bahwa pemilihan presiden AS takkan mempengaruhi kebijakan mereka.
“Kebijakan Trump (Donald Trump yang memenangkan pilpres AS) mungkin bisa berimbas ke the Fed (seperti kebijakan tarif/perang dagang yang bisa memicu inflasi), namun maksud Powell (Kepala The Fed Jerome Powell) adalah Trump tidak dapat mengintervensi kebijakan mereka, dan mengatakan Trump tidak bisa memecat dia, dan dia juga tidak akan mengundurkan diri walau diminta,” ujar Lukman.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi naik 106 poin atau 0,67 persen menjadi 15.634 per USD dari sebelumnya sebesar 15.740 per USD.
Kemenangan Donald Trump jadi Mimpi Buruk Bagi Ekonomi dan Pasar Keuangan RI?
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengatakan kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2024 dapat menimbulkan ketidakpastian global lebih lanjut bagi ekonomi dan pasar keuangan Indonesia.
"Kekhawatiran utama termasuk kebijakan fiskal AS, ketegangan perdagangan, dan kekuatan Dolar AS, yang semuanya dapat berdampak signifikan terhadap Indonesia, mengingat statusnya sebagai pasar negara berkembang," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).
Josua melihat langkah-langkah yang diusulkan Trump dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi AS, sehingga dapat mendukung pertumbuhan global. Namun, hal ini dapat memberikan tekanan terhadap Rupiah jika pertumbuhan yang lebih kuat di AS tidak berdampak pada permintaan global, dan justru menyebabkan ketidakpastian yang lebih tinggi dan meningkatkan permintaan Dolar AS.
"Depresiasi Rupiah membuat impor menjadi lebih mahal dan berpotensi menyebabkan imported inflation," ujarnya.
Akibatnya, Bank Indonesia (BI) mungkin perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan Rupiah, sehingga membatasi kemampuannya untuk menurunkan BI-rate, yang dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen di Indonesia.
Advertisement
Imbal Hasil UST
Di sisi lain, imbal hasil UST yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan imbal hasil surat berharga negara (SBN), meningkatkan biaya pembayaran utang dan berpotensi membatasi fleksibilitas fiskal pemerintah, terutama dengan jatuh tempo utang yang cukup besar dalam dua tahun ke depan.
Selain itu, kebijakan perdagangan proteksionis Trump, terutama terhadap Cina, secara tidak langsung dapat mempengaruhi Indonesia, yang memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan Cina. Dampaknya bisa positif maupun negatif, tergantung pada bagaimana Trump merumuskan kebijakan perdagangan untuk melindungi industri dalam negerinya.
"Jika AS memberlakukan tarif yang lebih tinggi secara eksklusif untuk barang-barang Cina, Cina mungkin akan mengalihkan ekspornya melalui Indonesia untuk mengakses pasar AS, sehingga meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat," ujarnya.