Liputan6.com, Jakarta - Harga emas di awal sesi perdagangan Asia hari Senin ini bergerak turun di sekitar level USD 2.680 per ons. Harga emas hari ini melanjutkan tren bearish yang terbentuk sejak akhir Oktober.
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, penurunan emas ini tidak lepas dari penguatan Dolar AS (USD) yang dipicu oleh ekspektasi kebijakan ekonomi Presiden terpilih Donald Trump.
Baca Juga
"Kebijakan yang pro-bisnis seperti tarif lebih tinggi dan pemotongan pajak diperkirakan akan menjaga suku bunga tetap tinggi dan menarik arus masuk modal asing ke dalam Dolar AS," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (11/11/2024).
Advertisement
Sinyal bearish pada emas telah terkonfirmasi melalui kombinasi indikator Moving Average yang menunjukkan dominasi tren turun. Harga emas diperkirakan berpotensi turun lebih lanjut hingga level support sekitar USD 2.644. Namun, apabila ada perlawanan di level tersebut dan terjadi rebound, target kenaikan terdekat bisa mencapai USD 2.700.
"Ini menunjukkan adanya kemungkinan fluktuasi harga yang tajam tergantung pada sentimen pasar terhadap dolar AS dan respons investor terhadap ketidakpastian kebijakan ekonomi AS di bawah pemerintahan Trump," tambah Andy.
Penguatan dolar AS dipengaruhi oleh berbagai ekspektasi kebijakan ekonomi yang diusung oleh Trump, termasuk rencana tarif yang lebih tinggi dan pemotongan pajak. Kebijakan ini diyakini dapat mendukung suku bunga yang lebih tinggi dan memperkuat arus modal masuk ke dalam mata uang AS.
Kemenangan Trump telah mengangkat Indeks Dolar AS hingga menyentuh level 105,00, tertinggi dalam empat bulan terakhir. Faktor ini memberikan tekanan lebih lanjut pada harga emas, karena emas yang dihargakan dalam dolar cenderung melemah ketika dolar AS menguat.
Kebijakan The Fed
Selain itu, data ekonomi AS yang optimis, seperti Indeks Sentimen Konsumen yang naik menjadi 73,0 di bulan November dari sebelumnya 70,5 di bulan Oktober, turut berkontribusi terhadap kenaikan dolar.
Data yang lebih baik dari perkiraan ini mencerminkan kepercayaan konsumen yang lebih tinggi, yang bisa menjadi sinyal positif bagi ekonomi AS dan mendukung penguatan dolar AS lebih lanjut.
Salah satu isu utama yang turut memengaruhi harga emas adalah spekulasi mengenai kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) di bawah kepemimpinan Trump.
Meskipun Ketua The Fed Jerome Powell dalam konferensi persnya enggan mengomentari kebijakan spesifik pemerintahan yang akan datang, dia menegaskan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi AS bukan disebabkan oleh ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.
Pernyataan ini mengindikasikan sikap hati-hati dari The Fed, yang dapat berimbas pada penguatan dolar dalam jangka pendek dan mengurangi minat terhadap aset safe haven seperti emas.
Advertisement
Geopolitik Timur Tengah
Meskipun tren bearish terlihat dominan, ketidakpastian ekonomi global dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah dapat menjadi faktor pembatas penurunan emas dalam waktu dekat. Baru-baru ini, Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Herzi Halevi, menyetujui perluasan operasi militer ke Lebanon Selatan.
Ketegangan geopolitik seperti ini cenderung meningkatkan permintaan terhadap aset safe haven seperti emas. Jika ketegangan ini semakin memanas, emas mungkin menemukan dukungan untuk rebound.
Dengan mempertimbangkan semua faktor di atas, Andy Nugraha mengingatkan bahwa tren bearish pada XAU/USD kemungkinan akan berlanjut selama Dolar AS tetap kuat dan ekspektasi pasar terhadap kebijakan Trump masih positif.