Sukses

Produk Susu Dalam Negeri Kalah Saing, Menkop Minta Kemendag Evaluasi Bea Masuk

Selandia Baru dan Australia memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi akan mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan supaya meninjau kembali tarif bea masuk produk susu sebesar 0 persen. Tujuannya untuk menyelamatkan peternak susu di Indonesia.

Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi, mengatakan bahwa Selandia Baru dan Australia memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu, sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5% lebih rendah dibandingkan dengan harga pengekspor produk susu global lainnya.

Menurutnya, kedekatan kedua negara tersebut dengan Indonesia juga membuat harga produk susu mereka sangat kompetitif.

"Karena itu (tarif bea masuk) ini yang harus kita lakukan langkah-langkah untuk peninjauan beberapa permasalahan dan regulasi yang ada," kata Menkop Budi dalam konferensi pers terkait Koperasi Susu Boyolali, di gedung Kemenkop, Jakarta, Senin (11/11/2024).

 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono, meminta agar Kementerian Perdagangan mempertimbangkan kembali tarif bea masuk produk susu impor agar tidak nol persen.

"Pemerintah nasional sebaiknya melalui bea masuk juga harus dipertimbangkan akibat dari pengenaan kebijakan tarif ini. Harusnya Kementerian Perdagangan juga mempertimbangkan. Kalau diberikan bea masuk yang 0 persen, akibatnya seperti ini," ujarnya.

Adapun saat ini impor susu terbesar di Indonesia saat ini yaitu Selandia Baru dengan produksi susu sebesar 21,3 juta ton. Berdasarkan data pemerintah Indonesia, konsumsi susu nasional pada tahun 2022dan 2023 masing-masing sebesar 4,4 Juta Ton dan 4.6 Juta Ton.

Sedangkan data perdagangan eksisting (USDA, 2023) konsumsi susu nasional tahun 2022 dan 2023 sebesar 4,44 juta ton dan 3,7 juta ton. Sementara produksi susu sapi nasional hanya sebesar 837.223 ton (20%), 80% sisanya impor.

"Susu yang impor susu kita tadi sampaikan hampir 4 juta ton susu setiap tahun yang kita impor," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Mentan: Industri Wajib Serap Susu Lokal!

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa seluruh industri pengolah susu (IPS) harus menyerap hasil panen peternak lokal.

Hal ini disampaikan menyusul kejadian peternak susu di Pasuruan, Jawa Timur, dan Boyolali, Jawa Tengah, yang terpaksa membuang susu karena ditolak oleh industri.

Menteri Amran telah memfasilitasi pertemuan antara pihak industri dan peternak untuk mencari solusi atas masalah tersebut. Hasilnya, ia menetapkan kewajiban bagi seluruh industri untuk menyerap susu dari peternak lokal.

"Kami sudah mempertemukan industri, peternak, dan pengepul, semuanya sudah sepakat, damai, dan seterusnya," ujar Menteri Amran di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (11/11/2024).

Kewajiban penyerapan susu lokal ini telah ditetapkan dalam regulasi baru. Surat edarannya juga langsung disebarkan ke dinas peternakan di berbagai daerah di Indonesia.

"Kami mengubah regulasi, seluruh industri wajib menyerap susu dari peternak lokal. Suratnya sudah kami tandatangani dan dikirim ke dinas-dinas di provinsi dan kabupaten untuk ditindaklanjuti," jelas Mentan.

3 dari 3 halaman

Revisi Perpres

Lebih lanjut, Menteri Amran mengusulkan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) baru yang mewajibkan industri untuk menyerap hasil produksi peternak lokal.

"Kami mengusulkan perubahan Perpres yang ada. Pak Mensesneg sudah menyetujui. Isinya adalah kewajiban industri untuk menyerap susu dari peternak kita," ungkapnya. Menurut Amran, kewajiban penyerapan susu lokal ini sebelumnya dihentikan atas saran Dana Moneter Internasional (IMF) pada 1998.

"Dulu, pada 97-98, kewajiban menyerap susu lokal dicabut berdasarkan saran IMF. Sekarang kami hidupkan kembali agar peternak lokal bisa berkembang dan produksi dalam negeri meningkat," jelas Menteri Amran.

Akibat pencabutan regulasi tersebut, impor susu melonjak hingga mencapai 80 persen. Mentan menyoroti persoalan ini dan mengusulkan penguatan kembali regulasi terkait.

"Bayangkan, pada 97-98 kita hanya impor 40 persen, sekarang sudah mencapai 80 persen. Ini dampak dari regulasi yang ada. Sekarang kami tegaskan kembali kewajiban ini, dan suratnya sudah kami buat," tegas Menteri Amran.