Sukses

Budi Arie: Digitalisasi Jadi Kunci Transformasi Koperasi

Budi Arie Setiadi mendorong agar koperasi di seluruh negeri menyediakan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan anggotanya

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi mendorong agar koperasi di seluruh negeri menyediakan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan anggotanya.

Hal itu menjadi penting karena koperasi dapat membantu mendongkrak ekonomi dan akses layanan keuangan para anggota koperasi secara merata.

"Inklusi keuangan jadi salah satu bagian penting untuk kemandirian ekonomi masyarakat di suatu daerah," kata Budi Arie dalam kegiatan CNN Indonesia Financial Forum 2024 di Menara Bank Mega, Jakarta pada Selasa (12/11/2024).

Budi Arie juga mendorong digitalisasi untuk perbaikan akuntabilitas dan perluasan akses keuangan anggota koperasi.

"Digitalisasi menjadi penting dalam transformasi koperasi,” ucapnya.

Dukung Inklusi Keuangan

Ia menjelaskan, digitalisasi secara langsung mendukung inklusi keuangan, dimulai dari penerapan online data system, akses informasi terhadap operasional, koperasi menjadi lebih mudah, sehingga anggota koperasi bisa mendapatkan informasi update terkait produk keuangan koperasi.

Selain itu, digitalisasi juga meningkatkan transparansi pengelolaan operasional koperasi. Dengan transparansi, maka akan ada kepercayaan terhadap produk keuangan yang dikembangkan oleh koperasi.

"Dengan strategi ini, digitalisasi koperasi dapat mengakselerasi akses terhadap keuangan, memperluas mekanisme pembayaran, menambah opsi pemasaran, serta membantu pengembangan koperasi," tutur Menteri Koperasi.

 

2 dari 2 halaman

OJK: Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia Masih Jomplang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, mengatakan hasil itu masih menunjukkan ketidakseimbangan antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.

"Ada survei yang dilakukan oleh OJK bersama BPS bahwa indeks literasi keuangansekitar 65 persen dan inklusi keuangannya 75 persen. Kalau kita bagi per sektor jasa keuangannya itu kelihatan sekali jomplang," kata Mirza dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE It), di Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).

OJK mencatat, literasi dan inklusi keuangan di sektor perbankan masih lebih baik dibandingkan sektor pasar modal dan asuransi yang masih sangat rendah. Pasalnya banyak masyarakat di Indonesia yang belum familiar dengan capital market.

"Jomplang bahwa yang perbankan tinggi sekali sedangkan yang instrumen yang tentang pasar modal tentang asuransi itu jauh di bawah, baik literasinya maupun inklusinya begitu. Sehingga kalau kita bicara tentang investasi kita bisa investasi di bank dan semua orang sudah tahu tentang deposito, tentang tabungan," ujarnya.

"Tapi kalau investasinya di capital market, di reksadana atau di obligasi, itu apalagi kalau di instrumen asuransi yang ada terlinked dengan investasi, ya rasanya inklusinya dan juga literasinya masih rendah sekali begitu," tambahnya.

Namun, terkait kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) ritel sudah cukup meluas, pasalnya banyak masyarakat Indonesia yang sudah teredukasi mengenai pemanfaatan SBN sebagai opsi menanamkan investasi.