Sukses

Penjelasan Sritex soal Kabar PHK Massal 2.500 Karyawan

PT Sri Rejeki Isman, atau Sritex, belakangan ini diterpa isu miring terkait kebangkrutan dan kabar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap 2.500 karyawannya. Berita tersebut memicu spekulasi di tengah masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja.

Liputan6.com, Jakarta PT Sri Rejeki Isman, atau Sritex, belakangan ini diterpa isu miring terkait kebangkrutan dan kabar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap 2.500 karyawannya. Berita tersebut memicu spekulasi di tengah masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja.

Presiden Komisaris PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex Iwan Setiawan Lukminto, akhirnya memberikan klarifikasi dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (13/11).

Iwan menegaskan perusahaan tidak melakukan PHK massal seperti yang diberitakan. Menurutnya, Sritex hanya meliburkan karyawan sementara akibat kekurangan bahan baku yang menghambat proses produksi.

“Sritek tidak melakukan PHK. Tetapi Sritex telah meliburkan sekitar 2.500 karyawan. Akibat kekurangan bahan baku," kata Iwan.

Ia menambahkan, kondisi ini terjadi karena adanya kendala operasional yang masih dalam tahap penyelesaian administrasi.

Iwan menjelaskan gangguan dalam proses administrasi tersebut berdampak langsung pada ketersediaan bahan baku. Oleh karena itu, perusahaan mengambil langkah meliburkan sejumlah karyawan untuk sementara waktu.

“Ini memang kemarin ini kan ada tersendat. Di dalam proses administrasi di situ," jelasnya.

Namun, Iwan bilang tidak menutup kemungkinan jumlah karyawan yang diliburkan bisa bertambah jika masalah bahan baku tidak segera terselesaikan.

“Dan jumlah karyawan yang diliburkan akan terus bertambah," lanjutnya.

Hak Pekerja Sritex

Meski meliburkan karyawan, Iwan memastikan hak-hak mereka tetap terpenuhi, termasuk pembayaran gaji selama masa libur tersebut.

“Jadi yang diliburkan tetap kita gaji. Dan kita sebenarnya nih mengharapkan bahwa keberlangsungan harus cepat dijalankan supaya yang diliburkan ini tetap harus bisa bekerja lagi seperti biasa begitu,” ucap Iwan.

Iwan juga menekankan upaya untuk menjaga keberlangsungan usaha sedang dilakukan, sambil menunggu proses hukum yang sedang berjalan. “Dan ini keberlangsungan usaha ini adalah pokok ya dalam menunggu bridging, dalam menunggu kasasi,” tutupnya.

 

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

2 dari 4 halaman

Sritex Pailit Bukan Gara-Gara Permendag 8/2024, Ini Analisanya

Sebelumnya, kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) sempat dikaitkan dengan aturan impor terbaru, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Namun, anggapan tersebut dinilai tidak sepenuhnya tepat.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menjelaskan bahwa kondisi industri tekstil Indonesia sudah mengalami kesulitan bahkan sebelum terbitnya Permendag 8/2024.

“Yang jelas, industri tekstil dan garmen kita memang sudah sakit cukup lama,” ujar Piter dalam keterangannya, Kamis (7/11/2024).

Dia meminta agar tidak terburu-buru menilai bahwa penyebab kebangkrutan Sritex adalah Permendag 8/2024, apalagi sampai menyebut aturan tersebut sebagai faktor utama.

“Kita tidak bisa terburu-buru mengatakan bahwa ini akibat Permendag 8/2024, apalagi menyebutnya sebagai ‘monster’ dalam kebijakan ini,” kata Piter.

Menurutnya, aturan yang diterbitkan pada masa kepemimpinan Zulkifli Hasan ini hanya mengatur arus impor, termasuk tekstil, untuk melindungi industri dalam negeri.

“Substansi dari Permendag ini adalah untuk mengatur dan membatasi impor agar tidak membahayakan industri dalam negeri,” jelasnya.

Tidak Terkait Langsung

Piter juga menilai ada kejanggalan dalam mengaitkan kebangkrutan Sritex dengan Permendag 8/2024 mengingat jarak antara waktu penerbitan peraturan pada Mei 2024 dan pailitnya Sritex pada Oktober 2024 terlalu singkat untuk menjadi penyebab langsung.

“Permendag Nomor 8 keluar 17 Mei 2024. Tidak mungkin Sritex kolaps hanya dalam waktu Mei hingga Oktober,” ungkap Piter. Menurutnya, kondisi Sritex sudah memburuk sebelumnya akibat salah kelola internal.

3 dari 4 halaman

Mendag: Tak Ada Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, tapi Bisa Ditinjau

Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa tidak ada revisi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Aturan dan Kebijakan Impor. Namun, akan dilakukan peninjauan atau review.

"Bukan revisi, tapi review ya. Review itu kan setiap saat boleh dilakukan, mana saja yang perlu," ujar Budi saat ditemui di Park Hyatt, Jakarta, Senin (4/11/2024).

Budi menjelaskan bahwa Permendag 8/2024 merupakan kebijakan yang dinamis, merespons kondisi perdagangan Indonesia. Aturan yang ditandatangani oleh Zulkifli Hasan tersebut mengatur tentang produk impor pada beberapa komoditas.

"Dulu saya sering bilang, Permendag terkait kebijakan impor atau pendukung kapasitas itu harus dinamis. Dia akan selalu berkembang sesuai dinamika ekonomi kita. Kita nggak boleh kaku, jadi itu terus berkembang," jelasnya.

Proses peninjauan itu akan dilakukan bersama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lain yang terkait, seperti Kementerian Perindustrian.

"Nanti kita minta masukan dari K/L lain. Sebenarnya Permendag itu banyak kebijakan dari K/L lain, jadi itulah pentingnya review seperti ini," ucapnya.

Budi juga menyebutkan bahwa dalam waktu dekat ia akan bertemu dengan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. "Kemarin dimulai dari Rakor. Semua boleh di-review, tapi pertemuan berikutnya masih dijadwalkan," pungkasnya.

 

4 dari 4 halaman

Bantah Tudingan Sritex Pailit

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 bertujuan untuk memperkuat perlindungan terhadap industri tekstil dalam negeri.

Pernyataan ini membantah tudingan yang dilontarkan oleh PT Sritex terkait kesulitan yang dialami industri tekstil.

Permendag ini, yang mulai berlaku sejak 17 Mei 2024, menurut Budi, baru beberapa bulan diterapkan, namun sudah memunculkan kekhawatiran di sejumlah perusahaan tekstil.

"Permendag 8 ini kan baru berlaku beberapa bulan. Masa perusahaan sudah mati?" ungkapnya di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (31/10/2024), dikutip dari Antara.