Sukses

Selain China, Negara Ini Bakal Terkena Dampak Kebijakan Donald Trump

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan sejumlah negara akan terdampak kebijakan ekonomi Donald Trump.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai kebijakan ekonomi Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menerapkan proteksionisme dengan menaikkan tarif impor. Hal itu akan berdampak terhadap negara-negara mitra dagang.

Sri Mulyani menuturkan, Donald Trump merupakan sosok yang dikenal proteksionisme dalam melindungi neraca dagang negaranya. Sehingga, Sri Mulyani tak segan mengenakan tambahan bea impor bagi negara mitra yang membukukan surplus perdagangan.

"Kebijakan presiden incoming yaitu Presiden Trump tentang terutama di bagian penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja untuk beberapa yang sifatnya strategis, dan proteksionisme dengan menaikkan tarif impor," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

Sri Mulyani mencontohkan, China sebagai salah satu negara mitra dagang yang membukukan surplus harus dikenakan tambahan tarif bea masuk impor oleh Trump.

"Selama ini mungkin targetnya adalah Amerika Serikat terhadap RRT yang membukukan surplus," tutur dia.

Bahkan Presiden Donald Trump juga diyakini akan memperluas kebijakan tambahan tarif impor usai terpilih kembali menjadi Presiden AS. Sri Mulyani menuturkan, negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) juga terancam dikenai kebijakan serupa.

"Jadi, mungkin tidak hanya RRT saja yang kena, dalam hal ini ASEAN seperti Vietnam dan beberapa lain mungkin akan dijadikan poin untuk fokus dan perhatian pengenaan tarif impor ini," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengaku tak menutup telinga terkait isu akan adanya ancaman potensi penambahan bea masuk usai Trump kembali menjadi Presiden AS.

"Memang isunya akan ada biaya masuk tambahan ya," kata Mendag Budi di Kawasan Pergudangan Kamal Muara,  Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat, 8 November 2024.

 

2 dari 4 halaman

Data Perdagangan

Di sisi lain, data perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat justru mengalami kenaikan saat Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS.

Berkaca dari hal tersebut, Budi mengaku tidak masalah usai Trump terpilih kembali menjadi orang nomor satu di AS.

"Tapi saya pikir kalau dulu kan kita juga ekspor kita meningkat terus waktu Donald Trump. Jadi mudah-mudahan tidak ada masalah ya," tegasnya.

Sebaliknya, kepemimpinan Trump ini dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan transaksi perdagangan Indonesia ke AS. Apalagi, tidak ada permasalahan serius pada perdagangan Indonesia di era kepemimpinan Trump.

 

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Sri Mulyani Was Was Rupiah Amblas Gara-Gara Donald Trump Menang Pilpres AS

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti kondisi Rupiah setelah hasil Pilpres AS menunjukkan Donald Trump kembali terpilih untuk mengisi kursi kepresidenan periode kedua.

Menkeu melihat, kemenangan Trump dalam Pilpres AS menimbulkan dampak signifikan pada pasar keuangan global, tak terkecuali pada Rupiah.

Sri Mulyani memaparkan, nilai tukar Rupiah sempat menguat hingga bulan Oktober 2024, bahkan mencapai Rp 15.200 per dolar AS (USD).

Namun, posisi tersebut tidak berlangsung lama, lantaran adanya perubahan sentimen global imbas ekspektasi penurunan Fed Fund Rate oleh The Fed memengaruhi kondisi pasar.

"Dengan terpilihnya kembali Presiden Trump, indeks Dolar AS mengalami penguatan, sehingga nilai tukar Rupiah kita kemarin cenderung mengalami tekanan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jumat (8/11/2024).

Secara keseluruhan, depresiasi nilai tukar Rupiah mencapai 2,68 persen.

Namun, Sri Mulyani juga mencatat bahwa kinerja Rupiah masih relatif baik jika dibandingkan dengan negara-negara G7 dan G20 lainnya.

Sebagai contoh, Dolar Kanada mengalami depresiasi hingga 4,46 persen, Peso Filipina 5,69 persen, dan Won Korea Selatan mencapai 6,79 persen.

"Kita relatif masih cukup baik dari sisi nilai tukar kita," imbuhnya.

Sri Mulyani pun menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan terus dipantau dan dikelola dengan cermat hingga akhir tahun.

“Kami berharap perekonomian tetap terjaga dalam posisi yang positif hingga akhir tahun," tutup Sri Mulyani.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Pendapatan Negara hingga Oktober 2024 Capai Rp 2.247,5 Triliun

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pendapatan negara hingga akhir Oktober 2024 mencapai Rp2.247,5 triliun, atau 80,2 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

"Untuk kinerja APBN hingga Oktober 2024, pendapatan negara mencapai Rp2.247,5 triliun, yang berarti 80,2 persen telah dikumpulkan, dengan kenaikan 0,3 persen dibandingkan Oktober 2023," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Jumat (8/11).

Sri Mulyani menjelaskan, dari sisi belanja negara, APBN telah membelanjakan Rp2.556,7 triliun atau 76,9 persen dari pagu. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 14,1 persen secara tahunan (year on year/yoy).

"Jika dilihat dari pertumbuhannya, belanja negara ini mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 14,1 persen, dan ini memberikan dampak positif pada perekonomian," paparnya.