Sukses

Capai Rp764,8 T, Ini Sektor yang Jadi Fokus Penyaluran kredit BRI

Penyaluran kredit tersebut pun diarahkan untuk mengembangkan beberapa sektor ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta BRI sukses menyalurkan kredit berkelanjutan sebesar Rp764,8 triliun hingga akhir Triwulan III-2024. Penyaluran kredit tersebut pun diarahkan untuk mengembangkan beberapa sektor ekonomi.

Penyaluran kredit berkelanjutan BRI berfokus pada penyaluran kredit kepada Kredit KKUB (Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan) sebesar Rp764,8 triliun, yang terdiri dari penyaluran kredit ke sektor sosial Rp677,1 triliun, kemudian disusul kredit KUBL (Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan) Rp83,3 triliun dan pembiayaan sustainability bond Rp4,39 triliun. 

Selain itu, penyaluran kredit kepada KUBL didominasi oleh penyaluran kredit kepada sektor pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan senilai Rp55,58 triliun, transportasi hijau sebesar Rp10,97 triliun, produk ramah lingkungan Rp7,97 triliun dan energi terbarukan Rp6,18 triliun.

Direktur Kepatuhan BRI, Ahmad Solichin Lutfiyanto menyebut bahwa BRI telah mengambil berbagai langkah strategis untuk memastikan seluruh portofolio investasi dan pinjaman yang disalurkan selaras dengan standar ESG. Ia menyebut, salah satu identifikasi terkait pemberian kredit untuk green sector yang mengacu pada kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL).

"Kemudian dalam penyaluran kredit, BRI mengacu pada Loan Portfolio Guidelines (LPG) yang menetapkan persyaratan kredit, termasuk penggunaan daftar periksa (checklist) terkait aspek ESG," sebutnya.

"Aspek ESG menjadi salah satu aspek dalam Know Your Customer (KYC) yang mengkonfirmasi apakah calon debitur memiliki isu terkait lingkungan, sosial, hukum, atau litigasi," jelas Solichin.

2 dari 2 halaman

Pendekatan Komprehensif

Solichin mengungkapkan, BRI mengadopsi pendekatan komprehensif dalam menilai risiko ESG, mulai dari identifikasi sektor-sektor berisiko tinggi hingga penerapan standar yang dikeluarkan oleh regulator.

"Hal itu dilakukan untuk memitigasi potensi dampak negatif pada lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan," ungkapnya.

Sebagai informasi, acuan ini sesuai dengan POJK No.51 tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Keberlanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Terbuka; POJK No.60 tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond); dan POJK No. 18.

 

(*)