Sukses

Sri Mulyani Curhat Beratnya jadi Menteri Keuangan: Tak Bisa Buat Semua Pihak Senang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengisahkan sulitnya menentukan kebijakan yang tepat bagi semua pihak. Menurutnya, itu jadi konsekuensi terhadap suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengisahkan sulitnya menentukan kebijakan yang tepat bagi semua pihak. Menurutnya, itu jadi konsekuensi terhadap suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Menurutnya, perbedaan pendapat lazim terjadi terhadap kebijakan pemerintah. Padahal perumusah kebijakan itu telah melalui diskusi panjang serta sidang kabinet bersama Presiden.

"Ini yang menyebabkan kita semuanya harus memahami bahwa setiap instrumen ada konsekuensinya, sama seperti kami membuat kebijakan yang itu adalah hasil dari pembahasan sidang kabinet," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (14/11/2024).

Dia mencontohkan salah satunya terkait penetapan besaran cukai hasil tembakau yang memiliki tarif yang berbeda-beda tergantung golongannya. Dari sisi pemerintah bahkan ada perbedaan pandangan.

Misalnya, Kementerian Kesehatan yang menginginkan tarif cukai tembakau tinggi, karena menilai dampak buruk rokok terhadap kesehatan. Sebaliknya, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perindustrian yang menginginkan tarif cukai rendah karena khawatir industri terganggu.

"Masalah kesehatan, Menteri Kesehatan maunya tinggi banget, karena mengancam rokok, menteri tenaga kerja dan industir bilang serendah-rendahnya karena ada (dampak ke industri)," ucapnya.

Kondisi ini yang membuat posisi Sri Mulyani serba salah. Menurutnya, kebijakan yang diambil tidak bisa membuat semua pihak sama-sama senang.

"Jadi ini yang kami coba terus lakukan. Kadang-kadang memang menjadi menteri keuangan menjadi tidak enak pak karena indikatornya adalah semua jadi tidak sama happy. Semuanya equally unhappy," pungkasnya.

 

2 dari 3 halaman

PPN Jadi 12 Persen

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tetap berlaku sesuai amanat Undang-Undang (UU). Artinya, PPN 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Diketahui, ketentuan itu tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Maka, per 1 Januari 2025, tarif PPN naik dari 11 persen menjadi 12 persen.

"Jadi di sini kami sudah membahas bersama bapak ibu sekalian itu sudah ada Undang-Undangnya, kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (14/11/2024).

Pada kesempatan itu, dia menjelaskan ada beberapa golongan yang memang bisa mendapatkan PPN lebih rendah dari 12 persen. Bahkan, ada beberapa yang bisa dibebaskan tarif PPN-nya.

"Yang PPN 12 persen dengan pada saat yang sama ada tarif pajak yang boleh mendapatkan 5 (persen), 7 (persen), apalagi bisa dibebaskan atau dinol-kan," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Perlu Jaga Kesehatan APBN

Dengan adanya kenaikan tarif PPN jadi 12 persen, Bendahara Negara itu melihat perlu dijaganya kesehatan APBN. Termasuk berfungsi untuk menjadi bantalan saat adanya krisis finansial global.

"Tapi dengan tadi penjelasan yang baik sehingga tadi kita tetap bisa, bukannya membabi buta tapi APBN memang harus terus dijaga kesehatannya," kata dia.

"Namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan harus merespons seperti yang kita lihat dalam episode-seperti global financial crisis, seperti terjadinya pandemi itu kita gunakan APBN," sambung Sri Mulyani.