Sukses

Ekspor Indonesia Oktober 2024 Capai USD 24,41 Miliar

Ekspor nonmigas Oktober 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu USD 5,66 miliar, disusul Amerika Serikat USD 2,34 miliar, dan India USD 2,02 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,49 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia Oktober 2024 mencapai USD 24,41 miliar atau naik 10,69 persen dibanding ekspor September 2024.

Sedangkan dibanding Oktober 2023 nilai ekspor naik sebesar 10,25 persen.

Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, ekspor nonmigas Oktober 2024 mencapai USD 23,07 miliar, naik 10,35 persen dibanding September 2024 dan naik 11,04 persen jika dibanding ekspor nonmigas Oktober 2023.

"Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Oktober 2024 mencapai USD 217,24 miliar atau naik 1,33 persen dibanding periode yang sama tahun 2023," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (15/11/2024).

Sejalan dengan total ekspor, nilai ekspor nonmigas yang mencapai USD 204,21 miliar juga naik 1,48 persen.

Dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar Oktober 2024, sebagian besar komoditas mengalami peningkatan, dengan peningkatan terbesar pada lemak dan minyak hewani atau nabati sebesar USD 1.046,5 juta (52,67 persen).

Sementara yang mengalami penurunan adalah logam mulia dan perhiasan atau permata sebesar USD 102,0 juta (14,46 persen).

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Oktober 2024 naik 3,75 persen dibanding periode yang sama tahun 2023, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 23,78 persen, sedangkan ekspor hasil pertambangan dan lainnya turun 8,65 persen.

Ekspor nonmigas Oktober 2024 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu USD 5,66 miliar, disusul Amerika Serikat USD 2,34 miliar, dan India USD 2,02 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,49 persen.

Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa sebanyak 27 negara masing-masing sebesar USD 4,32 miliar dan USD 1,59 miliar.

2 dari 4 halaman

Ekspor Indonesia Berpotensi Turun ke AS Gara-Gara Donald Trump, Kok Bisa?

Donald Trump memenangkan suara mayoritas Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS). Kebijakan ekonomi yang disebut akan diterapkan Trump dinilai bisa menurunkan tingkat ekspor Indonesia ke AS.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menilai Donald Trump akan kembali menerapkan kebijakan proteksionisme pada sektor ekonominya. Secara langsung, produk-produk hilirisasi Indonesia akan terancam menurun ke negeri Paman Sam.

"Artinya secara langsung misalnya kita mengekspor produk-produk seperti keplapa sawit dan turunannya, kemudian tekstil dan sebagainya, mineral turunannya, produk hilir mineral seperti aluminium dan turunannya, jadi berpotensi berkurang atau melambat pertumbuhannya dgn berbagai macam argumen yang mungkin annti akan disiapkan oleh AS," kata Heri dalam Liputan6 Update, Kamis (7/11/2024).

Misalnya, kata Heri, adalah tudingan terkait dengan dumping oleh AS yang bisa menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia ke negara tersebut. Atas tuduhan dumping, AS akan berhak menerapkan bea masuk tambahan yang membuat produk asal Indonesia menjadi lebih mahal.

"Kalau kita dituduh dumping, maka AS berhak untuk menerapkan bea masuk anti dumping, artinya kita jualan ke sana produk kita menjadi lebih mahal harganya. Sehingga berpotensi akan menggerus daya saing," ujar dia.

Sementara itu, di sisi tren ekspor Indonesia ke AS, Heri juga melihat adanya kecenderungan penurunan. Saat ini ekspor Indonesia sebanyak 9 persen ke AS. 

Melalui kebijakan proteksionisme tadi, tingkat ekspor Indonesia dikhawatirkan akan terus mengalami penurunan.

"Artinya secara langsung ada kemungkinan yang tadinya porsi ekspor kita 10 persenan, sekarang ini tinggal 9 persen, kedepan porsi ekspor Indonesia ke AS itu bisa semakin berkurang. Jadi untuk saat ini 9 persen ekspor Indonesia ke AS, jadi cukup besar ya, nah kedepan ini bisa jadi akan semakin kecil, karena kalau dilihat tren ini terus turun," bebernya.

3 dari 4 halaman

Ekspor Bakal Terganggu

Sebelumnya, Donald Trump telah memenangkan suara mayoritas dalam kontestasi Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS). Hal ini disebut-sebut mampu berdampak pada perdagangan internasional Indonesia.

Ekonom Institute for Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kebijakan ekonomi Donald Trump akan berpengaruh pada sektor perdagangan, termasuk Indonesia. Meski tidak menjadi mitra dagang utama, porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai 9 persen.

"Jadi dampaknya jelas, kalau ekspor kita ke Amerika Serikat bisa berkurang itu mungkin tidak seberapa, karena kan kontribusi pasar Amerika Serikat terhadap ekspor dari Indonesia itu kan 9 persen, itu memang relatif tinggi tapi saya rasa meskipun berkurang ya itu tidak signifikan, karena dampak yang tidak langsung ini yang saya rasa akan lebih besar impact-nya," ujar Heri dalam Liputan6 Update, Kamis (7/11/2024).

Dia mengatakan, ekspor Indonesia terancam berkurang ke negara-negara mitra dagang utama AS. Misalnya, China, Jepang, Korea Selatan, hingga Vietnam.

"Dampak tidak langsung ini kan berarti ada potensi perlambatan ekspor Indonesia ke negara-negara mitra dagang utama Amerika Serikat, potensi pelambatan ekspor Indoneisa ke China, potensi pelambatan ekspor Indoneisa ke Vietnam, Thailand, ke Jepang ke Korea," bebernya.

4 dari 4 halaman

Kurangi Defisit Neraca Perdagangan

Lantaran, kebijakan ekonomi Donald Trump bisa saja salah satunya adalah berupaya mengurangi defisit neraca perdagangan ke negara seperti China, Jepang, hingga Vietnam. Salah satu caranya bisa saja dengan penambahan tarif impor atau pengaturan kuota.

Alhasil, Indonesia sebagai pengekspor ke negara-negara tadi juga ikut terdampak karena penyesuaian yang dilakukan ke depan.

"Ini yang seringkali juga AS tidak berpaduan lagi pada aturan-aturan atau kesepakatan yang ada di WTO. AS mencoba untuk mencari celah apa nih yang masih diperbolehkan dalam mengatur arus impor yang masuk ke negaranya," kata dia.

"Salah satunya adalah adanya kebijakan non tariff measure, atau kebijakan hambatan non tarif, nah ini yang sangat tinggi di AS," ia menambahkan.

Video Terkini