Liputan6.com, Jakarta Harga rokok terus menjadi perhatian di berbagai negara, terutama yang menetapkan kebijakan tinggi untuk menekan konsumsi tembakau.
Australia kembali mencatatkan dirinya sebagai negara dengan harga rokok termahal di dunia. Berdasarkan laporan Statista dan data dari Numbeo, harga satu bungkus rokok (20 batang merek Marlboro) di negara ini mencapai USD 26 atau setara dengan Rp 400 ribu.
Baca Juga
Kebijakan cukai yang ketat menjadi faktor utama. Pemerintah Australia terus meningkatkan pajak tembakau sebagai bagian dari kampanye kesehatan nasional untuk mengurangi jumlah perokok.
Advertisement
Langkah serupa juga diterapkan di negara tetangga, New Zealand, di mana harga rokok mencapai USD 24 atau sekitar Rp 370 ribu per bungkus.
Di Eropa, negara seperti Irlandia dan Inggris juga masuk dalam daftar dengan harga masing-masing USD 16.50 dan USD 15.80 per bungkus. Irlandia bahkan menerapkan pajak tambahan untuk produk-produk tembakau impor.
Selain itu, Norwegia mencatat harga rata-rata USD 14.50, menjadikannya salah satu negara Skandinavia dengan kebijakan anti-tembakau yang ketat.
Ada Negara Asia
Asia pun tak ketinggalan dengan Singapura mencatatkan harga sekitar USD 13.50 per bungkus, tertinggi di kawasan tersebut. Hal ini sejalan dengan regulasi ketat pemerintah yang melarang iklan rokok dan penjualan kepada anak di bawah umur.
Sementara itu, negara-negara seperti Kanada, Prancis, dan Swiss mencatat harga rata-rata USD 12-13 per bungkus. Negara-negara ini menerapkan kombinasi pajak tinggi dan kebijakan pelabelan kesehatan pada kemasan rokok.
Harga tinggi ini mencerminkan upaya global untuk menekan konsumsi rokok, yang diharapkan mampu mengurangi dampak kesehatan masyarakat dan biaya ekonomi akibat penyakit terkait tembakau.
Harga Rokok Siap-Siap Naik Lagi di 2025, Berapa?
Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengapresiasi keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai rokok atau produk hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025.
Namun, GAPPRI mengkhawatikan rencana pemerintah terkait penyesuaian tarif melalui Harga Jual Eceran (HJE) atau harga rokok eceran akan berdampak bagi pekerja di industri hasil tembakau (IHT) nasional.
Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan berpendapat, kenaikan HJE khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, terutama bagi pekerja perempuan yang mendominasi di industri kretek nasional ini.
"Pekerja perempuan yang berlatar pendidikan rendah di industri kretek ini menggantungkan hidupnya pada SKT. Kenaikan HJE yang signifikan akan mengancam mata pencaharian mereka sehingga berdampak pada perekonomian negara. Hal ini justru bertolak belakang dengan visi Asta Cita presiden Prabowo" tegas Henry Najoan di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Henry Najoan mengatakan, bahwa di tahun 2025, selain kenaikan UMK juga ada kebijakan menaikkan tarif HJE dan tarif PPN 12%.
“Jika ketiga komponen itu digabung, maka harga rokok SKT dipastikan lebih tinggi dibanding rokok ilegal,” jelasnya.
Harga Rokok SKT
Menurut Henry Najoan, saat ini harga per bungkus SKT di lapangan, isi 12 batang berkisar Rp12.000 hingga Rp14.000. Dengan kenaikan tiga komponen di atas, harga SKT akan semakin tinggi, berkisar Rp15.000 - Rp 17000 per bungkus isi 12 batang.
"Sementara, rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) isi 20 batang, harga jual berkisar Rp10.000 sampai Rp12.000," imbuhnya.
Advertisement