Liputan6.com, Jakarta Tren gaya hidup yang terus berkembang mendorong perubahan kebutuhan masyarakat, terutama di kalangan anak muda. Hal ini memunculkan tantangan baru dalam sektor keuangan seperti pinjaman online (pinjol) yang kerap menyusahkan masyarakat.
Melihat hal itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI menghadirkan berbagai strategi guna memberikan solusi keuangan yang mendukung nasabah dalam mengelola keuangan mereka. BRI pun meluncurkan BRIGuna Digital melalui platform BRImo sebagai bagian dari strategi untuk menarik nasabah yang beralih ke pinjol.
Baca Juga
Direktur Bisnis Konsumer BRI, Handayani mengungkapkan BRImo merupakan super apps menawarkan pengalaman digital yang mudah dan cepat.
Advertisement
"Nasabah tak hanya bisa menabung, tapi juga terintegrasi dengan ekosistem digital seperti belanja online, transportasi, dan hiburan sehingga menarik lebih banyak pengguna muda yang ingin solusi perbankan sekaligus gaya hidup hanya dalam satu aplikasi saja," ungkapnya.
Handayani juga menyebut, BRImo menghadirkan fasilitas kredit konsumtif dan produktif dengan sumber pembayaran dari penghasilan tetap. Ia menyebut, lewat fitur ini, pengguna bisa mendapatkan akses pinjaman yang mudah sekaligus melakukan pengelolaan dengan bijak.
"Pengajuan pinjaman di BRImo bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja (24/7), prosesnya dilakukan secara digital dengan cepat hanya sekitar 15 menit saja, bunga yang ditawarkan pun kompetitif," sebutnya.
Handayani pun mengatakan, BRI juga terus menghadirkan program edukasi bagi masyarakat untuk mengingatkan pentingnya pengelolaan keuangan yang baik.
“BRI senantiasa memberikan literasi keuangan ke beragam segmen khususnya nasabah BRI mulai dari anak muda yang masih sekolah sampai dengan nasabah yang sudah pensiun," katanya.
"BRI juga rutin berkeliling universitas dalam rangka meningkatkan pemahaman anak muda dalam cara mengelola keuangan khususnya dalam memilih instrumen investasi dan menghindari pinjaman online,” imbuh Handayani.
Terjebak Tren Latte Factor
Handayani mengungkapkan bahwa saat ini banyak anak muda terjebak dalam tren Latte Factor.
“Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pengeluaran kecil yang terlihat sepele seperti kopi, langganan streaming, atau makanan kekinian dan meski terlihat sepele, jika dijumlahkan nilainya bisa bikin dompet jebol,” ungkapnya.
Handayani mengatakan, kurangnya literasi keuangan membuat anak muda banyak terjebak dengan pemborosan. Menurutnya, hal ini memengaruhi kondisi keuangan secara keseluruhan.
"Meskipun memiliki gaji yang cukup, namun banyak dari mereka yang tidak memiliki tabungan, dana darurat, bahkan investasi dan di sinilah pentingnya untuk mulai melakukan perencanaan keuangan sedini mungkin," katanya.
Di sisi lain, Handayani menyebut bahwa fenomena lain dalam tren keuangan di era modern ini adalah maraknya pinjaman online atau pinjol.
“Saat ini cukup banyak generasi muda yang terjerat pinjol. Berdasarkan data OJK karyawan dan pelajar merupakan profesi yang banyak terjerat pinjol (12%), di mana didominasi oleh generasi muda," sebutnya.
Handayani mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat khususnya anak muda terjebak pinjol, salah satunya karena kemudahan akses teknologi dan internet.
“Pinjaman online biasanya menawarkan skema pengajuan yang praktis, syarat mudah, dan approval instan sehingga lebih banyak diminati, selain itu, kondisi finansial yang tidak stabil membuat mereka tidak siap dengan adanya kebutuhan mendesak," katanya.
"Belum lagi gaya hidup konsumtif yang membuat pengaturan keuangan tidak berjalan sebagaimana mestinya dan akses informasi terkait pinjaman formal dan edukasi keuangan yang kurang membuat mereka dengan mudah tergiur untuk mengajukan pinjol,” jelas Handayani.
(*)
Advertisement