Liputan6.com, Jakarta - NIlai tukar rupiah terus melemah dan mendekati level 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) menjelang akhir tahun ini. Padahal di periode akhir November dan Desember ini merupakan musim libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru).
Pelemahan rupiah terjadi bersamaan dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Menurut data dari Bank Indonesia (BI), Indeks Keyakinan Konsumen turun menjadi sebesar 121,1 di Oktober dari 123,5 di September.
Baca Juga
Untuk mendorong pemulihan sektor pariwisata dan daya beli masyarakat menjelang libur Natal dan Tahun Baru, pemerintah saat ini berupaya menurunkan tarif tiket pesawat hingga 10% selama 16 hari.
Advertisement
Lantas, apakah langkah tersebut mampu meningkatkan minat masyarakat untuk berlibur, di tengah pelemahan rupiah?
Ekonom sekaligus Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai bahwa penurunan harga tiket pesawat 10% belum cukup untuk mendongkrak daya beli masyarakat untuk berlibur.
Dijelaskannya, penurunan harga tiket pesawat juga perlu dibarengi dengan biaya berlibur lainnya, seperti akomodasi penginapan, tiket masuk kawasan wisata, dan akomodasi terkait lainnya.
"Katakanlah harga tiket pesawat bisa diturunkan sesuai target hingga 10%, tetapi kita juga sering menemukan bahwa biaya hotel, kemudian amenities di wilayah-wilayah wisata itu juga gak murah (terutama di libur Nataru," ujar Tauhid Ahmad kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (28/11/2024).
"Kalau misalnya hanya tiket yang turun, tetapi akomodasi lain seperti sewa hotel dan lainnya lebih tinggi dari biasanya, menurut saya hal ini tidak akan terlalu signifikan mendorong wisatawan pergi besar-besaran," bebernya.
Selain penurunannya yang tidak signifikan, menurut Tauhid, situasi daya beli masyarakat juga menjadi pengaruh.
"Mungkin dari sisi suplai bisa diperbaiki, tetapi dari sisi demand belum naik," ucapnya.
Biaya Akomodasi
Maka dari itu, menurut Tauhid, penurunan harga tiket pesawat selama libur Nataru perlu dibarengi dengan promo besar-besaran akomodasi liburan lainnya untuk mendorong daya pengeluaran masyarakat.
"Jadi kalau di libur Nataru ini masyarakat diantisipasi bepergian keluar kota, misalnya dibantu dengan kenaikan (biaya akomodasi) tidak lebih dari 5%. Karena (di libur Nataru) banyak biaya hotel yang naik tinggi," imbuhnya.
Meskipun ada pelemahan rupiah menjelang musim libur Nataru, Tauhid optimis, kinerja perekonomian Indonesia masih mampu untuk melampaui kisaran 5%.
"Jadi saya masih menduga memang kuartal keempat ini mungkin pertumbuhan ekonomi bisa sedikit melampaui 5%, tapi tidak akan lebih dari 5,1%. Agak sedikit membaik tapi tidak terlalu besar," paparnya.
"Karena sebagian masyarakat masih terganggu daya belinya, menyimpan tabungan mereka di perbankan, ritel juga menurun, itu juga menunjukkan situasi yang kurang baik," tambahnya.
Advertisement