Sukses

Harga Emas Menguat di Tengah Kekhawatiran Inflasi

Harga emas di pasar spot terakhir diperdagangkan USD 2.643,80 per ounce di tengah sentimen liburan Thansgiving dan kecemasan terhadap inflasi.

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dan perak alami kenaikan moderat dalam sesi perdagangan liburan yang tenang seiring pasar Amerika Serikat (AS) tutup untuk merayakan Thanksgiving.

Mengutip Kitco, Jumat (29/11/2024), harga emas di pasar spot terakhir diperdagangkan USD 2.643,80 per ounce. Sementara itu, harga perak di pasar spot diperdagangkan naik 0,53 persen ke posisi USD 30,20 per ounce.

Sementara logam mulia terus pulih dari aksi jual tajam pada perdagangan Senin, 25 November 2024, beberapa analis memperingatkan investor untuk tidak terlalu banyak membaca pergerakan harga pada Kamis ini seiring likuiditas pasar sangat tipis.

Kepada Kitco, Analis Senior OANDA, Kelvin Wong menuturkan, meski tren harga emas naik dalam jangka panjang, logam mulia itu terperangkap dalam siklus koreksi jangka menengah.

Wong mencatat, pergerakan harga dipengaruhi harapan seputar kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve. Hal ini menjadi hambatan besar bagi emas. Pasar meski terus berharap bank sentral AS memangkas suku bunga pada Desember 2024, ada kekhawatiran yang berkembang kalau inflasi terus meningkat dan memperpendek siklus pelonggaran saat ini.

Pada Rabu, indeks inti pengeluaran konsumsi pribadi atau Personal Consumption Expenditures (PCE) yang tidak memperhitungkan harga pangan dan energi yang fluktuatif merupakan pengukur inflasi pilihan bank sentral AS menunjukkan harga naik 2,8 persen dalam 12 bulan hingga Oktober. Inflasi tetap jauh di atas target bank sentral sebesar 2 persen.

Data inflasi meski sulit diprediksi, CME FedWatch Tool menunjukkan pasar melihat peluang 70 persen untuk penurunan suku bunga 25 basis poin pada Desember 2024.

Wong menuturkan, kekhawatiran inflasi meski bebani emas, ada faktor pendukung lainnya di pasar.

 

 

2 dari 4 halaman

Cermati Level Support

“Secara keseluruhan, fase tren naik utama emas tetap utuh,didukung oleh defisit anhggaran AS yang lebih tinggi karena pemotongan pajak perusahaan yang tajam oleh Trump dan risiko stagflasi dari potensi perang dagang antara AS dan seluruh dunia,” ujar dia.

Namun, Wong juga memperingatkan kalau harga dapat terus bergerak turun dalam waktu dekat.

“Zona support utama yang perlu diperhatikan adalah USD 2.484,2.415 karena siklus koreksi jangka menengah yang potensial ini terjadi pada emas dalam fase tren naik,” ujar dia.

Analis Trade Nation, David Morrison menuturkan, emas meski mengalami beberapa momentum bullish jangka pendek, pasar tampak rentan karena harga tetap di bawah USD 2.660 per ounce.

Ia menambahkan, kuncinya adalah melihat apakah level USD 2.600 dapat bertahan sebagai support.

"Penembusan di bawah sini dapat menyebabkan emas turun kembali ke USD 2.500, level yang terakhir terlihat pada awal September. Penurunan seperti ini akan mendorong sentimen bullish,” kata dia.

Harga perak juga diperdagangkan dalam posisi genting karena berhasil mempertahankan level support penting di atas USD 30 per ounce. Namun, Analis FXEmpire, Christopher Lewis menuturkan, level kunci yang perlu diperhatikan adalah USD 31,20 per ounce yang dekati exponential moving average (EMA) 50 hari pasar.

Seiring kebijakan moneter the Fed, analis juga mencatat kekuatan dolar AS yang tangguh tetap menjadi hambatan yang signifikan bagi emas dan perak.

Banyak analis tetap optimistis terhadap dolar AS dan melihat setiap koreksi sebagai peluang pembelian. Indeks dolar AS berhasil pertahankan dukungan awal di 106.

3 dari 4 halaman

Harga Emas Naik dari Level Terendah Lebih dari Seminggu

Sebelumnya, harga emas naik pada Rabu, rebound dari level terendah lebih dari satu minggu yang terjadi di sesi sebelumnya, didukung oleh pelemahan dolar AS. Namun, kenaikan harga emas sedikit terkoreksi setelah data menunjukkan stagnasi dalam penurunan inflasi, yang mengindikasikan bahwa Federal Reserve AS mungkin akan lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga lebih lanjut.

Dikutip dari CNBC, Kamis (28/11/2024), pergerakan harga Emas spot naik 0,2% menjadi USD 2.635,99 per ounce, sementara emas berjangka AS naik 0,7% ke level USD 2.638,60 per ounce.

Data menunjukkan bahwa pengeluaran konsumen AS meningkat signifikan pada Oktober. Namun, kemajuan dalam menurunkan inflasi tampaknya stagnan dalam beberapa bulan terakhir.

“Kami pikir koreksi kecil yang baru saja terjadi di logam mulia sebagai respons terhadap data terutama dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan pribadi,” ujar Phillip Streible, Kepala Strategi Pasar di Blue Line Futures.

“Jika konsumen tetap tangguh meskipun inflasi tinggi, ini menunjukkan ketahanan di baliknya, dan bahwa Federal Reserve mungkin lebih enggan untuk terus memangkas suku bunga secara agresif,” tambahnya.

Faktor Pendukung dan Prospek Harga Emas

Indeks dolar turun 0,8%, menyentuh level terendah dua minggu, sehingga meningkatkan daya tarik emas bagi pemegang mata uang lainnya.

Streible juga memperkirakan harga emas dapat mencapai USD 3.000 dalam dua kuartal pertama 2025, asalkan tidak terjadi lonjakan inflasi tajam yang memaksa The Fed untuk menaikkan suku bunga, yang dapat merugikan pasar bullish emas.

 

4 dari 4 halaman

Peluang Pemangkasan Suku Bunga

Saat ini, pasar memperkirakan peluang 70% untuk pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember. Emas, yang tidak memberikan imbal hasil, cenderung bersinar di lingkungan suku bunga yang lebih rendah.

Sebelum rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE), harga emas sempat naik hingga 1%. Rebound ini mengikuti penurunan tajam sebesar USD 100 pada Senin, yang merupakan penurunan satu hari terbesar dalam lebih dari lima bulan, setelah permintaan aset aman melemah menyusul pengumuman gencatan senjata antara Israel dan Hezbollah yang didukung Iran.

Harga emas sebelumnya menyentuh level terendah sejak 18 November pada sesi sebelumnya.

“Melihat pergerakan harga hari ini, volatilitas yang lebih besar mungkin akan terjadi dalam waktu dekat menjelang pelantikan Donald Trump dan perkembangan situasi di Timur Tengah,” kata Hamad Hussain, Ekonom Iklim dan Komoditas di Capital Economics.

 

Video Terkini