Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengusulkan adanya Omnibus Law Perumahan guna mendukung program ambisius Pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menyediakan 3 juta rumah setiap tahun.
"Pada level berikutnya, saya sendiri ingin mengusulkan agar perumahan itu tidak saja melahirkan institusi baru, (yakni) Kementerian PKP ini. Tapi, juga harus ada Omnibus Law Perumahan," kata Fahri dalam Dialog Interaktif seri kedua Program 3 Juta Rumah, di Menara BTN, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Baca Juga
Menurut Fahri, regulasi terkait perumahan selama ini terlalu tersebar dan mempersulit proses pembangunan rumah bagi masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah sering kali menciptakan regulasi yang malah mempersulit, seperti masalah tata kota yang berbelit-belit.
Advertisement
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya konsolidasi regulasi dalam satu wadah, yang memudahkan pengembang serta mengurangi kebingungan yang muncul akibat regulasi yang bertabrakan antara pusat dan daerah.
"(Regulasi selama ini), kan, pengin mempersulit. (Pemerintah) daerah pengin mempersulit, tata kotanya berbelit-belit," ujarnya.
Selain itu, Fahri juga mengungkapkan bahwa program 3 juta rumah milik Presiden Prabowo Subianto mendapatkan apresiasi internasional. Hal itu terbukti saat ia mendampingi Presiden kunjungan ke beberapa negara, seperti ke China dan ke negara-negara di Timur Tengah.
Saat kunjungan tersebut banyak minat dari pihak luar untuk berkolaborasi dengan pengembang properti Indonesia dalam menyediakan hunian di perkotaan. Ini menunjukkan bahwa program perumahan Indonesia memiliki potensi besar untuk menarik perhatian pasar global.
Â
4 Masalah Utama
Kendati demikian, Fahri mengidentifikasi terdapat empat masalah utama yang masih menjadi tantangan dalam pelaksanaan program 3 juta rumah per tahun. Pertama adalah ketersediaan lahan untuk pembangunan rumah. Tanpa akses lahan yang memadai, program ini tidak akan berjalan efektif.
Kedua, masalah perizinan yang sering kali rumit dan memakan waktu. Menurut Fahri, birokrasi yang berbelit-belit harus segera dibenahi agar pengusaha dapat lebih mudah mendapatkan izin tanpa harus terkendala oleh prosedur yang panjang dan mahal.
"Kami terkenal sekali sebagai bangsa yang berbelit-belit, soal birokrasi (dan) perizinan. Maka, perizinan yang berbelit-belit itu harus disikat habis, tugas negara di situ. Jangan sampai pengusaha menikmati izin yang sulit karena dianggap bagian dari kompetisi. Yang punya uang banyak sanggup dapatkan izin, yang nggak punya uang tak dapat izin," ujarnya.
Â
Advertisement
Masalah Selanjutnya
Masalah ketiga terkait infrastruktur, seperti penyediaan air dan listrik, yang harus dipastikan ada untuk mendukung keberlanjutan perumahan yang dibangun. Keempat, masalah keuangan yang berkaitan dengan pembiayaan pembangunan rumah, yang perlu diselesaikan agar pengembang dapat lebih mudah menyediakan hunian dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
"Nah, jika itu sudah kami selesaikan secara sempurna, sistemnya sudah ada. Silakan semua orang masuk," ujarnya.
Fahri meyakini dengan adanya omnibus Law Perumahan, bisa menjadi solusi jangka panjang yang akan mempermudah pembangunan rumah serta meningkatkan investasi di sektor properti Indonesia.