Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan bangun pabrik metanol senilai USD 1 miliar-USD 1,2 miliar atau sekitar Rp 19,09 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 15.910) pada 2025. Pabrik methanol itu akan dibangun di Bojonegoro, Jawa Timur.
Hal itu disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. "Itu akan lagi dibangun, sekitar 1 sampai 1,2 miliar dolar AS,” tutur Bahlil, di Kompleks Parlemen DPR/MPR, Jakarta, Senin (2/12/2024) seperti dikutip dari Antara.
Pabrik metanol ini dibangun di Bojonegoro, Jawa Timur dengan kapasitas produksi 800 ribu ton metanol per tahun. Ia menuturkan, langkah ini diambil untuk memenuhi kebutuhan metanol dalam negeri yang saat ini masih impor.
Advertisement
Bahlil menuturkan, pembangunan pabrik metanol dapat hemat devisa, dan neraca perdagangan yang positif. “Yang jelas itu untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kita selama ini impor 80 persen. Kalau kita bangun biodiesel kayak B40,B50, itu pasti nambah lagi volume impor kita,” ujar dia.
Pembangunan pabrik metanol ini untuk mendukung rencana pemerintah dalam mengembangkan biodiesel B50 supaya Indonesia tak lagi mengimpor solar.
Bahlil mengatakan, dengan mengimplementasikan biofuel jenis B50 pada 2026 akan secara langsung membuat Indonesia terbebas dari impor solar.
Bahlil menuturkan, hal itu karena apabila bahan bakar diesel ramah lingkungan itu sudah diimplementasikan dua tahun ke depan bakal mencukupi kebutuhan domestik.
"Kalau B50 kita langsung adakan di 2026 InsyaAllah tidak lagi melakukan impor solar. Sudah cukup dalam negeri, jadi produksi dalam negeri sudah cukup dengan konversi B50,” ujar dia.
Untuk menuju implementasi B50 itu akan dilakukan secara bertahap. Pada 2025, dicontohkan, pemerintah menetapkan akan mewajibkan (mandatory) pemakaian biofuel jenis B40.
Program Biodiesel B40 Mampu Selamatkan Devisa Rp 404,32 Triliun
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pemerintah tengah melakukan uji coba bahan bakar biodiesel 40 persen (B40). Jika uji coba ini berjalan baik maka pelaksanaanya akan dilakukan pada 2025.
Seperti diketahui, B40 merupakan bahan bakar campuran solar sebanyak 60 persen dan bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit sebesar 40 persen.
"Indonesia juga satu-satunya negara yang mendorong mandatory diesel dan ini sudah kita laksanakan B35 dan akan dinaikkan menjadi B40 di tahun 2025," kata Airlangga Hartarto dalam acara Kumparan Green Initiative di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024).
Airlangga menyebutkan program Biodiesel 40 ini memanfaatkan 54,52 juta kiloliter dan mengurangi impor solar. Dia memperkirakan potensi devisa negara yang diselamatkan sekitar Rp404 triliun akibat turunnya impor solar.
"Devisa yang diselamatkan sebesar Rp 404,32 triliun," ucapnya.
Pemberlakuan B40 akan menyedot banyak penggunaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan dasar untuk BBM tersebut. Namun, Airlangga memastikan bahwa pasokan CPO akan tetap mencukupi untuk kebutuhan B40.
"Cukup, (CPO) cukup. Sekarang kan (sudah biodiesel) B35," tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga mendorong pemanfaatan BBM rendah sulfur. Penggunaan BBM rendah sulfur ini dimaksudkan untuk menekan emisi karbon.
"Indonesia merencanakan berbagai mitigasi, termasuk perubahan RON ke RON yang lebih tinggi. Alhamdulillah RON 88 sudah tidak ada dan kita juga mendorong program berbasis baterai listrik," tutur dia.
Advertisement
Indonesia Terapkan Biodiesel B40 Mulai 2025
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, Indonesia telah siap untuk menerapkan wajib bahan bakar minyak (BBM) biodiesel B40 pada 2025. B40 merupakan BBM dengan campuran bahan bakar komposisi 40 persen minyak kelapa sawit dan 60 persen solar.
"Kesiapan (BBM) B40 sudah siap karena kita sekarang (BBM) B35," kata Airlangga saat Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Selasa. Ia juga menyebutkan tidak ada kendala selama proses produksi B40.
Program peningkatan biodiesel B35 menjadi B40 merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjalankan transisi energi dari ketergantungan pada bahan balar fosil ke sumber energi terbarukan.
Nantinya, pemberlakuan B40 akan menyedot banyak penggunaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagai bahan dasar untuk BBM tersebut. Namun, Airlangga memastikan bahwa pasokan CPO akan tetap mencukupi untuk kebutuhan B40.
"Cukup, (CPO) cukup. Sekarang kan (sudah biodiesel) B35," ucapnya.
Guna mencukupi pasokan kebutuhan dalam negeri, Indonesia mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor CPO. Hal ini berimbas pada harga minyak sawit CPO di pasar global yang mulai naik.
Adapun Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Eniaya Listiani Dewi menyampaikan, pihaknya saat ini tengah mempersiapkan infrastruktur untuk meningkatkan biodiesel dari B40 menuju B50. Bahkan, pemerintah juga telah membuat kajian untuk peningkatan biodiesel sampai B60.
Program B40 Mulai Jalan 1 Januari 2025, Yakin?
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa program campuran minyak solar dengan biodiesel 40 persen (B40) akan mulai berjalan pada 1 Januari 2025.
Bahan bakar biodiesel B40 adalah campuran minyak solar dengan 40 persen biodiesel atau bahan bakar nabati (BBN) yang berbasis minyak sawit.
"Untuk B40, Insya Allah bisa kita mandatorikan pada 1 Januari 2025, tinggal empat bulan lagi. Seluruh badan usaha bahan bakar nabati sedang dalam persiapan," ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Eniya Listiani Dewi, di kantornya, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Eniya mengakui adanya sejumlah kendala yang menghambat implementasi B40, seperti keterbatasan bahan baku (feedstock) hingga beberapa perusahaan BBN yang berhenti beroperasi.
Menurut catatannya, saat ini hanya ada 23 badan usaha BBN yang masih aktif. Sementara itu, dari total 34 perusahaan BBN yang ada, sebagian sudah tidak beroperasi atau belum kembali beroperasi akibat kurangnya bahan baku.
Optimistis Jalan 2025
Namun, Eniya telah memberikan perizinan kepada satu perusahaan BBN baru yang diharapkan dapat berkontribusi dalam menyukseskan program B40. Dengan demikian, ia optimistis program tersebut dapat tetap berjalan pada awal 2025.
"Ini menjadi bertambah ya, sehingga untuk B40 nanti bisa dicapai dari berbagai sudut pandang, baik dari problem teknis, infrastruktur, dan lain sebagainya," ungkapnya.
Advertisement
Apa Target Pemerintah?
Kepastian implementasi B40 pada tahun depan juga telah disampaikan oleh mantan Menteri ESDM, Arifin Tasrif. Ia juga menyebutkan bahwa akan ada peluncuran bahan bakar nabati yang berasal dari tetes tebu, yaitu bioetanol, pada tahun depan.
"Kita sudah mulai masuk ke B35. Insya Allah tahun depan B40 sudah bisa berjalan, sudah ada kesepakatan. Kemudian, kita juga akan mencoba bioetanol," ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Rencananya, Kementerian ESDM akan melakukan uji coba biodiesel B40 untuk beberapa sektor di luar sektor otomotif. Uji coba B40 tersebut akan dilakukan pada kereta, kapal laut, alat dan mesin pertanian (alsintan), alat berat, hingga pembangkit listrik.
Kementerian ESDM berencana melakukan uji coba sektor non-otomotif ini dengan durasi selama delapan bulan. Diketahui, LEMIGAS, sebagai unit pengujian di bawah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, juga sedang menyiapkan uji penggunaan bahan bakar biodiesel B40.