Liputan6.com, Jakarta - "Pahlawan tanpa tanda jasa". Kalimat tersebut memang layak disematkan kepada para guru di Indonesia. Pengabdian sepenuh hati dengan membawa tugas mulia mencerdaskan kehidupan bangsa dan sebagai ujung tombak peningkatan sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia.
Namun, tugas yang berat ini ternyata tidak diimbangi dengan penghargaan. Banyak kasus guru yang dikriminalisasi saat tengah berusaha mendidik. Contoh terbaru adalah Supriyani, seorang guru honorer yang dituduh melakukan penganiayaan terhadap seorang murid.
Baca Juga
Tugas berat ini juga tidak seimbang dengan penghasilan mereka. Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyebutkan sebanyak 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan dan 13 persen di antaranya berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu per bulan.
Advertisement
Jika melihat lebih dalam kepada responden guru honorer atau kontrak, maka akan terlihat rendahnya tingkat kesejahteraan mereka. Sebanyak 74 persen guru honorer atau kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan, bahkan 20,5 persen di antaranya masih berpenghasilan di bawah Rp500 ribu.
Dengan tingkat penghasilan yang rendah, berbagai upaya dilakukan guru untuk menutupi kebutuhan hidup, salah satunya adalah memiliki pekerjaan sampingan selain sebagai guru.
Hal ini berdasarkan survei kepada 403 responden guru di 25 provinsi yang dilakukan bersama GREAT Edunesia Dompet Dhuafa dalam rangka Hari Pendidikan Nasional pada Mei 2024.
Oleh sebab itu, Presiden Prabowo Subianto pun merasa prihatin dengan kenyataan ini. Saat menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional di Velodrome Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis, 28 November 2024, Prabowo memberikan kejutan kepada para guru.
"Kita telah meningkatkan anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan guru yang berstatus ASN dan PPPK serta guru-guru non-ASN," kata Prabowo dikutip Senin (2/12/2024).
"Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar 1 kali gaji pokok. Guru-guru non-ASN, nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi Rp2 juta," sambungnya.
Dia menyampaikan anggaran kesejahteraan guru ASN dan non-ASN naik menjadi Rp 81,6 triliun pada 2025. Selain gaji, Prabowo juga melaksanakan program profesi guru (PPG) untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas para guru Indonesia.
"Masih terkait dengan komitmen kami, pemerintah Anda, untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru, pada tahun 2025 akan dilaksanakan PPG untuk 806.486 guru ASN dan non-ASN yang telah memenuhi kualifikasi pendidikan D4 dan S1," jelas Prabowo.
Harap Bukan Prank
Namun, para guru tidak mau langsung tersenyum mendengarkan janji Prabowo ini. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta kejelasan dari Presiden Prabowo Subianto soal kenaikan gaji guru di 2025. Sebab, pernyataan tersebut dinilai rawan menimbulkan misinformasi, baik di kalangan guru maupun masyarakat umum.
Sekjen FSGI Heru Purnomo lantas mempertanyakan pernyataan RI 1 tersebut. Lantaran sejak 2008 pemerintah telah memberikan Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru ASN yang telah memperoleh sertifikat pendidik, sebesar 1 kali gaji pokok. Ini akan berlaku pada guru yang baru lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2024 dan akan memperoleh TPG sebesar 1 kali gaji pokok pada 2025.
Hal sama berlaku untuk guru swasta yang disebut akan menerima kenaikan tunjangan sebesar Rp 2 juta. Sesuai Persesjen Kemendikbudristek Nomor 10 Tahun 2024 tanggal 14 Mei 2024, tertulis bahwa TPG guru non-ASN yang telah mendapat SK Inpassing akan naik secara berkala.
Berarti, tunjangan profesi guru non-ASN Rp 1,5 juta otomatis akan naik menjadi Rp 2 juta apabila mereka sudah mengurus dan mendapatkan SK Inpassing.
"Berarti guru PNS atau PPPK yang sudah mendapat tunjangan sertifikat di 1 kali gaji tidak ada kenaikan. Begitu juga untuk yang swasta, tahun lalu sudah dapat Rp 1,5 juta. Tapi di tahun yang akan datang menjadi Rp 2 juta. Berarti yang non-ASN ada kenaikan Rp 500.000," jelasnya kepada Liputan6.com, Senin (2/12/2024).
Heru tak ingin pernyataan Prabowo soal kenaikan gaji guru disalahartikan oleh banyak pihak. Sebab, anggaran pemerintah tahun depan tidak akan cukup untuk bisa menunjang kenaikan gaji dan tunjangan guru.
Menurut catatannya, total jumlah guru yang terdata saat ini di Indonesia ada sebanyak 3.365.547 guru. Dari jumlah itu, ada 1.932.666 guru (64,4 persen) yang sudah bersertifikat pendidik, dan sekitar 1.432.881 guru (35,6 persen) belum bersertifikat pendidik.
Uang Dari Mana?
Heru Purnomo melanjutkan, menengok dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, kenaikan anggaran untuk gaji guru di 2025 hanya sekitar Rp 16,7 triliun.
Sehingga, Heru menilai anggaran pemerintah tidak akan mungkin bisa mengakomodasi kenaikan 1 kali gaji guru ASN, plus tunjangan profesi guru non-ASN, bahkan hanya untuk yang sudah tersertifikasi.
"Kalau seandainya double, itu uang dari mana? Sementara anggarannya tahun yang lalu itu Rp 64,9 triliun. Kemudian di tahun 2025 nanti ada peningkatan Rp 16,7 triliun. Sehingga menjadi Rp 81,6 triliun," bebernya.
"Kalau seandainya di 2025 mereka yang sudah dapat, dapat lagi, berarti dapat double, kan Rp 128,8 triliun. Sementara anggarannya cuma Rp 81,6 triliun. Ini kan jelas enggak mungkin," tegas Heru.
Menyikapi isu kenaikan gaji guru 2025 yang sudah marak beredar luas dan disalahartikan, FSGI lantas meminta kepada Prabowo dan pemerintah untuk membuat pemahaman lanjutan terkait hal tersebut.
"Oleh karena itu, untuk meluruskan persepsi, maka FSGI mendesak pemerintah segera mengklarifikasi secara resmi terkait kebijakan kenaikan gaji guru, mengingat dampaknya sangat luas," pinta Heru.
Lebih lanjut, ia menyebut rencana pemerintah yang masih perlu didorong adalah perbaikan kesejahteraan kepada guru honorer murni, yang kemungkinan akan mendapatkan bantuan kesejahteraan.
"Hendaknya jangan berupa bantuan temporer seperti BLT. Namun ditetapkan sesuai astacita Pak Prabowo berupa upah minimum guru yang berlaku umum seperti Upah Minimum Regional tenaga kerja," ungkapnya.
"Untuk meluruskan persepsi, maka FSGI mendesak pemerintah segera mengklarifikasi secara resmi terkait kebijakan kenaikan gaji guru, mengingat dampaknya sangat luas," pungkas Heru.
Sudah Ditunggu Sejak Lama
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan, kenaikan gaji guru ini merupakan sesuatu yang sudah ditunggu sejak lama dan bisa dikatakan terlambat.
"Apa yang dilakukan merupakan upaya untuk memperlakukan para guru secara lebih fair, terutama terkait kesejahteraan mereka,” kata Wijayanto kepada Liputan6.com, Senin (2/12/2024).
Wijayanto menambahkan kenaikan gaji ini belum memadai, karena belum menyentuh guru honorer, guru swasta yang belum bersertifikat, dan tenaga pendidikan non guru. Menurut Wijayanto, idealnya suatu saat nanti kesejahteraan mereka juga diperhatikan.
Terkait dampak kebijakan ini terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia Wijayanto menyebut tak kebijakan harus dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi.
Wijayanto menuturkan, kenaikan gaji untuk guru ini tentunya memiliki dampak bagi anggaran pemerintah, terutama di tengah situasi fiskal tanah air yang masih mengkhawatirkan.
"Dampak bagi anggaran pemerintah sekitar Rp 16,7 triliun, seperti disampaikan oleh Menteri. Nilai tersebut, kendati pun relatif tidak besar, tetapi sangat berdampak mengingat situasi fiskal kita di tahun 2024, 2025 dan 2026 masih sangat mengkhawatirkan," ujar dia.
Dia menilai, perlu kreativitas dalam mendongkrak penerimaan, sehingga kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa ini bisa lebih diperhatikan ke depan.
Advertisement
Harus Lebih Peduli Guru Honorer
Sedangkan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, hal ini belum mampu menyelesaikan masalah utama soal kesenjangan guru.
"Guru ASN apalagi sudah tersertifikasi, itu kan sudah sejahtera, rata-rata mereka punya rumah punya mobil. Mengapa ditambah lagi gajinya?," kata dia dalam keterangannya, Senin (2/12/2024).
Menurut Ubaid, masih banyak guru non ASN kemudian belum tersertifikasi yang nasibnya belum jelas.
"Gaji mereka buat makan saja tidak cukup, apalagi untuk keperluan lainnya. Ini mestinya yang diprioritaskan, bukan sebaliknya," jelas dia.
Ubaid menegaskan, kebijakan ini benar ditunaikan di 2025, maka kesenjangan kesejahteraan guru kian melebar. Kebijakan ini lebih kental nuansa politisasi daripada keberpihakannya pada guru.
Menurut Ubaid, jika mengikuti janji pemerintah untuk kesejahteraan guru honorer, angin surga selalu berhembus dari masa ke masa. Tapi, hingga kini pun tak jelas ujung pangkalnya. Mereka masih terlilit berbagai masalah.
"Jika bemar ingin menyelesaikan problem guru, maka mereka yang paling rentan dan terdiskriminasi itulah yang harus didahulukan," kata Ubaid.
Ubaid menegaskan, guru yang paling rentan berstatus non ASN dan belum tersetifikasi. Menurutnya, hal ini yang diproritaskan.
"Bukan malah disepelekan. Misalnya, di lingkungan madrasah, guru yang masuk kategori ini mencapai 94 persen. Mana tanggung jawab pemerintah, yang dalam UU guru dan dosen, harus menjamin perlindungan profesi dan kesejahteraan untuk semua guru, tanpa terkecuali?" jelasnya.
Banyak yang Terjerat pinjol
Ketua DPR RI Puan Maharani juga bersuara. Ia sangat mengapresiasi kebijakan pemerintah yang menaikkan gaji guru pada 2025, baik untuk guru ASN maupun honorer. Puan pun berharap kebijakan kenaikan gaji tersebut dapat meningkatkan semangat para guru.
"Kesejahteraan guru menjadi sangat vital mengingat masih banyak pendidik yang merasa kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Keadilan untuk guru sebagai pahlawan pendidikan harus selalu diupayakan,” ungkapnya.
Puan menyoroti adanya data yang menyebut kesejahteraan yang kurang mengakibatkan 55,8% guru memiliki pekerjaan sampingan, serta 79,8% guru memiliki utang. Bahkan riset NoLimit mengungkap, 42% masyarakat yang terjerat pinjol ilegal berprofesi sebagai guru.
Untuk itu, Puan mendorong Pemerintah tidak melupakan nasib guru honorer yang penghasilannya masih jauh dari kata cukup.
“Harapan kita bersama adalah agar para guru-guru yang berperan dalam mencetak bibit unggul Indonesia dapat hidup dengan nyaman, baik yang PNS, PPPK, dan honorer. Agar mereka tidak lagi dipusingkan karena masalah utang,” tuturnya.
Puan pun mengapreasiasi guru-guru yang mayoritas terus berdedikasi mengajar hingga pensiun meski dengan penghasilan yang pas-pasan. Menurutnya, jiwa patriot memang selalu mengalir dari darah seorang guru.
“Penting untuk dipahami bahwa kesejahteraan yang baik pastinya akan meningkatkan motivasi dan produktivitas guru. Hal ini-lah yang akan berdampak pada kualitas pembelajaran di sekolah,” terang Puan.
Advertisement