Liputan6.com, Jakarta Distribusi pupuk subsidi masih terus menjadi perhatian banyak pihak, terlebih di tengah target ambisius pemerintah Prabowo-Gibran untuk mewujudkan swasembada pangan di 2027. Dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) bersama PT Pupuk Indonesia (Persero), Komisi VI DPR RI memberikan dukungan penuh terhadap percepatan pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyederhanaan rantai distribusi pupuk bersubsidi.
Baca Juga
Langkah ini dinilai sebagai upaya strategis untuk meningkatkan efisiensi distribusi pupuk bersubsidi dan mendukung produktivitas sektor pertanian nasional.
Advertisement
Selama ini, distribusi pupuk bersubsidi menghadapi berbagai tantangan, mulai dari rantai distribusi yang panjang hingga potensi penyalahgunaan.
"Pertama, (permasalahan) kepada ketidaktepatan sasaran. Itu sebenarnya permasalahannya bukan dari Pupuk Indonesia lagi, itu di pemerintah dari Kementerian sampai gubernur dan bupati. Sebenarnya apa yang bisa dilakukan (pemenuhan alokasi pupuk) oleh pupuk (Pupuk Indonesia) itu bisa semua, cuma regulasinya, mulai dari SK yang (ada) perlambatan, kelompok-kelompok di bawah yang harus ditentukan sasarannya agar tepat," kata Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan dikutip Senin (2/12/2024).
Panjangnya proses birokrasi distribusi pupuk subsidi juga berakibat pada lambatnya penyerapan pupuk subsidi. “Kemenko Pangan sudah mengatakan, ini permasalahan yang pertama dari (distribusi) pupuk ini berbelit-belitnya regulasi.
Sekarang SK dari Kementan turun ke gubernur, paling keluar 25%, 50%, nah sampai ter-update periode kemarin itu baru 50%. Otomatis kekurangan di bawah dirasakan. Di dapil saya mayoritas 65% petani kesulitan (mendapatkan pupuk) kenapa, kita sudah dapat alokasi yang sudah ditarget dan itupun belum tentu tepat sasaran,” pungkas Nasim.
“Ini yang harus evaluasi dari kedinasan, bagaimana e-RDKK yang harus dievaluasi per tahun minimal. Lalu bagaimana KP3 PL-nya bisa mengecek, nah itu yang tahu dari kelompok tani dan untuk memproses kelompok tani saja susah,” tegasnya.
Pengawasan Ketat
Nasim juga menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan distribusi pupuk. “Pengawasan yang lemah itu (melibatkan) semua unsur, Kepolisian, Dandim, dalam satu pengawasan itu perlu diawasi yang terjadi penyelewengan seperti dijual di atas HET, termasuk di distributor, kios, itu oknum. Perlu pengawasan yang maksimal ke depan,” ungkapnya.
Sementara itu, meskipun di tengah berbagai tantangan birokrasi dan tata kelola distribusi, hingga 30 November 2024, Pupuk Indonesia telah menyalurkan sebesar 6,7 juta ton pupuk bersubsidi. Angka tersebut setara 88,9% dari total kontrak penyaluran yaitu sebesar 7,54 juta ton. Penyaluran tersebut mencakup 3,2 juta pupuk NPK, 3,4 juta pupuk urea, dan 40 ribu pupuk organik.
Advertisement
Penetapan Volume Pupuk Bersubdisi
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi dalam RDP tersebut mengungkapkan, proses penetapan volume (alokasi pupuk bersubdisi) itu berjenjang mulai dari petani ke penyuluh, penyuluh kepada bupati lalu ke gubernur, kemudian kepada Kementan dan begitu disetujui turun lagi dari Kementan ke gubernur, lalu ke bupati, penyuluh dan petani. Sehingga jika berjenjang seperti itu, mungkin begitu (pupuk bersubsidi) sampai ke petani, sudah selesai panen.
"Di zaman pemerintah sebelumnya sudah banyak perbaikan, namun pak Prabowo mengambil langkah yang dramatis lagi, tidak hanya diperbaiki di level Kementan namun langsung menjadi sebuah Perpres. Saya sepakat, kami akan sikapi dengan sangat hati-hati karena Perpres ini harapannya menyederhanakan semua, sehingga petani menjadi mudah menebus pupuk," tutur dia.
Oleh karena itu, Komisi VI DPR RI sepakat mendorong percepatan pengesahan Perpres untuk menyederhanakan rantai distribusi pupuk bersubsidi. Selain itu, rapat gabungan dengan Komisi IV juga dinilai penting untuk memastikan regulasi dan distribusi yang tepat sasaran. Langkah ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan petani sekaligus mendukung target swasembada pangan nasional.