Sukses

Rute Perintis DAMRI Rugi, Pemerintah Bakal Tanggung Jawab

Kerugian DAMRI sering terjadi akibat rendahnya tingkat keterisian penumpang yang tidak sebanding dengan biaya operasional.

Liputan6.com, Jakarta Perum DAMRI menghadapi tantangan besar dalam melayani angkutan perintis di daerah terpencil dan perbatasan. Kerugian DAMRI sering terjadi akibat rendahnya tingkat keterisian penumpang yang tidak sebanding dengan biaya operasional.

Asisten Deputi Bidang Jasa Logistik Kementerian BUMN, Desty Arlaini, menyoroti bahwa kompensasi dari pemerintah untuk Damri kerap tidak memadai. Ia meminta perhitungan yang lebih menguntungkan bagi perusahaan tersebut.

"Perhitungan kompensasi layanan sebisa mungkin harus full cost, ditambah margin yang memadai untuk Perum DAMRI," ujar Desty dalam diskusi media di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Penyesuaian Sesuai Undang-Undang BUMN

Desty menegaskan bahwa sesuai Undang-Undang BUMN, setiap penugasan pemerintah kepada BUMN harus disertai penggantian biaya penuh, ditambah margin keuntungan yang memadai.

Ia juga menjelaskan bahwa operasional DAMRI di wilayah terpencil tidak bisa hanya mengandalkan penjualan tiket penumpang. Tantangan utama adalah load factor (keterisian penumpang) yang rendah karena jumlah masyarakat di wilayah tersebut cenderung sedikit.

"Di daerah terpencil dan perbatasan, jumlah penumpang jarang mencapai kapasitas bus. DAMRI terus menghadapi gap negatif akibat load factor yang rendah," katanya.

Masalah Barang Tidak Dihitung sebagai Keterisian

Masalah lain yang dihadapi DAMRI adalah barang bawaan penumpang yang besar tidak dihitung dalam sistem keterisian. Hal ini memperburuk perhitungan operasional Damri.

"Barang yang dibawa penumpang, meskipun besar, tidak dihitung sebagai load factor. Ini semakin menambah negatif gap yang dialami DAMRI," jelas Desty.

 

2 dari 2 halaman

Perlunya Sistem Kontrak Multi-Tahun

Desty juga menyoroti perlunya perubahan sistem kontrak layanan Damri. Saat ini, kontrak layanan hanya berlaku satu tahun, yang menimbulkan ketidakpastian baik dari sisi pendapatan Damri maupun pelayanan kepada masyarakat.

"Jangka waktu kontrak perlu diperpanjang menjadi multi-years, agar Damri memiliki kepastian dalam melakukan investasi, terutama untuk pembaruan armada," ujarnya.

Meskipun ia memahami keterbatasan APBN dalam mendukung kontrak multi-years, Desty meyakini inovasi dalam sistem kontrak ini dapat membantu meningkatkan keberlanjutan layanan Damri.

"Dengan kontrak multi-years, Damri bisa lebih stabil dalam memberikan layanan optimal kepada masyarakat di wilayah terpencil," pungkasnya.