Sukses

Anomali di Tengah El Nino dan Kekeringan yang Terjadi, Harga Beras Deflasi 0,45%

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras mengalami penurunan sebesar 0,45% dengan andil deflasi sebesar 0,02%.

Liputan6.com, Jakarta Komoditas beras di tengah El Nino dan kekeringan yang melanda di berbagai daerah di Indonesia tercatat mengalami deflasi pada November 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras mengalami penurunan sebesar 0,45% dengan andil deflasi sebesar 0,02%.

Deflasi tersebut terjadi di 26 provinsi dengan penurunan paling tajam tercatat di Papua Pegunungan, yakni 4,64%. Berbagai penurunan harga beras itu didorong oleh panen yang terjadi di sejumlah sentra produksi.

“Gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan harga, termasuk beras medium dan premium,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers pada Selasa (3/12/2024).

Ia menyebut, panen di beberapa daerah seperti Bali dan Jambi menunjukkan kontribusi signifikan.

“Di Bali, panen Tabanan meningkatkan stok gabah, sementara di Jambi, banyak gabah yang tersimpan di penggilingan,” sebut Amalia.

"Adapun penyebab deflasi beras terjadi karena penurunan harga mulai dari gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), beras medium, dan premium," imbuhnya.

Amalia mengungkapkan, secara nasional penurunan harga GKP terdalam memang ada di Bali dan Jambi.

"Bali terjadi peningkatan stok karena memang terjadi panen Tabanan, Jambi ini terlihat banyak stok gabah di penggiliingan," ungkapnya.

Sebagai informasi, harga gabah Kering panen turun sebesar 1,86% secara bulanan dan 6,18% secara tahunan. Untuk gabah kering giling turun sebesar 1,84% secara bulanan dan sebesar 8% secara tahunan.

Adapun rata-rata harga beras di penggilingan pada bulan November 2024 turun sebesar 1,23% secara bulanan dan sebesar 3,79% secara tahunan.

2 dari 2 halaman

Perkuat Produksi Pangan

Deflasi yang tercatat pada November 2024 tersebut menjadi bukti bahwa program intensifikasi lahan rawa, ekstensifikasi, dan penggunaan teknologi serta mekanisasi dari Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil menjaga stabilitas produksi.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono mengatakan bahwa Kementan terus berupaya memperkuat produksi pangan.

“Kami menyiapkan benih, pupuk, dan sarana produksi lainnya untuk memastikan keberlanjutan produksi,” katanya.

Arief menjelaskan, selama 2024, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman memasifkan pemberian bantuan pompa dan menggiatkan optimasi lahan rawa (oplah).

"Dengan pompanisasi, sawah tadah hujan yang sebelumnya hanya bisa tanam satu kali, bisa meningkat meningkat menjadi dua bahkan tiga kali tanam dalam setahun," jelasnya.

"Sementara melalui oplah, pemerintah meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas melalui penataan sistem tata air dan penataan lahan rawa," imbuh Arief.

Ia pun menyebut, program pompanisasi telah mengairi lebih dari 1,1 juta hektare lahan tadah hujan dan dampaknya terhadap peningkatan produksi sangat signifikan.

"Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dihadapkan pada tantangan cuaca ekstrem, program terobosan dari Mentan Amran telah mampu menjaga ketahanan pangan Indonesia," sebut Arief.

 

(*)