Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan pihaknya banyak menerima permintaan pertemuan dari perusahaan-perusahaan asal China sejak Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat (AS).
"Setelah terakhir Trump terpilih sebagai peresiden AS, terus terang ada banyak sekali permintaan dari perusahaan-perusahaan tiongkok bertemu dgn pihak dengan Kemenperin," kata Faisol dalam acara Sarasehan 100 Ekonom INDEF, Selasa (3/12).
Baca Juga
Faisol menyebut hal ini merupakan peluang namun sekaligus tantangan besar bagi Indonesia. Pihaknya menduga perusahan tersebut berpikir lebih baik memindahkan industrinya ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara agar mengekspor langsung ke Amerika Serikat lebih menguntungkan dibandingkan langsung ke China.
Advertisement
Meski situasi ini dianggap menggembirakan, ada kekhawatiran bahwa Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi serbuan investasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, perbaikan regulasi harus segera dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut
"Tentu ini situasi yang dalam tanda petik menggembirakan tapi mengkhawatirkan karena salah satunya kita belum betul-betul bisa siap dengan seluruh serbuan investasi jika ini terjadi karena perbaikan regulasi harus secepat mungkin kita lakukan dalam rangka melihat atau antisipasi perekon global ini," bebernya.
Di sisi lain, dalam rencana pembangunaan jangka menengahnya melalui astacita menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen dan memproyeksikan kontribusi industri non migas mencapai 20 persen pada 2029, Faisol bilang hal itu tentu tidak mudah, sebab saat ini baru 18 persen dan situasi global.
Ia menyatakan ada beberapa strategi yangbsudah ditetapkan oleh pemerintah antara lain mengembangkan industri prioritas, akselerasi ekspor produk dan jasa industri penguatan industri kecil dan menengah sebagai rantai pasok.
Kemudian pengembangan industri hijau, konglomerasi kawasan industri di KEK sebagai pusat pertumbuhan baru dan pengembangan industri halal.
"Tentu tantangan ini semakin besar dan sebagaiman tadi bahwa permintaan untuk betul-betul mengorkestrasi investasi di Indonesia itu sangat perlu dilakukan," Faisol mengakhiri.
Â
Reporter: Siti Ayu Rachma
Sumber: Merdeka.com
AS Kenaikan Tarif Impor Panel Surya dari Malaysia hingga Thailand, Bagaimana dengan Indonesia?
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan memberlakukan tarif impor untuk panel surya dari empat negara Asia Tenggara, yakni Malaysia, Kamboja, Vietnam, dan Thailand.
Tarif ini diumumkan menyusul keluhan produsen AS yang menduga bahwa perusahaan-perusahaan panel surya di keempat negara tersebut membanjiri pasar dengan barang-barang murah.
Mengutip US News, Selasa (3/12/2024) Komite Perdagangan Aliansi AS untuk Manufaktur Surya, menuduh pembuat panel surya besar China dengan pabrik di Malaysia, Kamboja, Vietnam, dan Thailand menyebabkan harga global jatuh dengan mengalihkan produk ke pasar.
Keputusan awal yang diposting di situs web Departemen Perdagangan AS menunjukkan, lembaga tersebut menghitung bea dumping antara 21,31% dan 271,2%, tergantung pada perusahaan, pada produk panel surya dari Kamboja, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Jinko Solar menerima bea masuk sebesar 21,31% untuk produk yang dibuat di Malaysia dan 56,51% untuk produk yang diproduksi di Vietnam.
Trina Solar dari China juga menerima margin dumping sebesar 77,85% untuk produk yang dibuatnya di Thailand dan 54,46% untuk produk yang diproduksinya di Vietnam.
Sementara itu, Departemen Perdagangan AS tidak menetapkan margin dumping untuk produk Hanwha Qcells yang dibuat di Malaysia.
Sebelumnya, pada Oktober 2024 departemen tersebut telah menghitung tarif subsidi sebesar 14,72% untuk perusahaan tersebut.
Â
Advertisement
Administrasi Perdagangan Internasional
Penetapan akhir tarif oleh Departemen Perdagangan AS ditetapkan pada tanggal 18 April 2025, dengan Administrasi Perdagangan Internasional akan menetapkan penetapannya pada tanggal 2 Juni berikutnya dan pesanan akhir diharapkan pada tanggal 9 Juni.
"Dengan bea masuk awal ini, kami semakin dekat untuk mengatasi perdagangan tidak adil yang merugikan selama bertahun-tahun dan melindungi investasi miliaran dolar dalam manufaktur dan rantai pasokan tenaga surya Amerika yang baru," kata Tim Brightbill, mitra di Wiley Rein dan penasihat hukum utama bagi para pemohon.
Diketahui, sebagian besar panel surya yang dipasang di Amerika Serikat dibuat di luar negeri, dan sekitar 80% impor berasal dari empat negara yang menjadi sasaran penyelidikan Departemen Perdagangan AS.