Sukses

Ekonomi Global Bakal Tumbuh 3,2% pada 2025, Apa Pendorongnya?

Dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang sinergis dibutuhkan sehingga mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Permata Bank melalui Permata Institute for Economic Research (PIER) meluncurkan laporan Economic Outlook 2025 pada Selasa, 3 Desember 2024.Dalam laporan bertajuk "Economic Forces at Play: Balancing Domestic Drivers and Global Uncertainty", Permata Bank memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tetap stabil di level 3,2% pada 2025.

Hal ini meskipun terdapat divergensi pertumbuhan ekonomi antara negara maju dan berkembang. 

Kemudian untuk ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,15% pada 2025, dengan inflasi yang diproyeksikan masih berada dalam target Bank Indonesia di 3,12%. 

Hal ini meskipun kenaikan tarif PPN dan cukai menjadi 12% pada plastik, rokok, serta minuman manis akan memberikan tekanan terhadap inflasi di dalam negeri.

"Proyeksi optimis ini memberikan dasar kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, memaksimalkan potensi konsumsi rumah tangga, memperkuat diversifikasi ekspor, serta menarik investasi asing langsung,” kata Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede dalam keterangan di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

"Karena itu, dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang sinergis dibutuhkan agar mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Kami percaya bahwa memanfaatkan potensi domestik yang dimiliki Indonesia menjadi kunci dalam mengatasi tantangan perekonomian akibat dinamika ekonomi global," ia menambahkan.

Sementara itu, di Amerika Serikat, kebijakan berorientasi domestik diprediksi berimplikasi pada inflasi di atas target The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat sebesar 2%, sehingga terdapat potensi bahwa bank sentral AS memiliki ruang penurunan suku bunga 50 bps pada 2025 menjadi 3,75%-4,00%. 

"Adapun harga energi global yang terus menurun sejak puncaknya pada 2022, sementara harga komoditas utama Indonesia seperti minyak mentah, batu bara, dan CPO diperkirakan melanjutkan tren penurunan akibat peningkatan produksi minyak mentah, permintaan batu bara yang terbatas, dan normalisasi produksi CPO, ungkap Josua.

 

2 dari 5 halaman

China Perluas Akses Bebas Visa untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Sebelumnya, China pada Jumat, 22 November mengumumkan bahwa mereka akan memperluas akses bebas visa ke sembilan negara lain untuk meningkatkan pariwisata dan perjalanan bisnis yang bisa membantu menghidupkan kembali ekonomi yang lesu.

"Mulai 30 November, wisatawan dari Bulgaria, Rumania, Malta, Kroasia, Montenegro, Makedonia Utara, Estonia, Latvia, dan Jepang akan dapat memasuki China hingga 30 hari tanpa visa," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (23/11).

Penambahan Jepang tampaknya mencerminkan keinginan China baru-baru ini untuk meningkatkan hubungan, yang telah memburuk sebagian karena narasi dari Tokyo yang lebih keras tentang masalah Taiwan. Pada bulan September lalu, kedua negara telah mencapai kesepakatan dalam perselisihan mengenai pelepasan air yang diolah tetapi masih mengandung radioaktif ke laut dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang hancur.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menuturkan kepada wartawan di Tokyo bahwa Jepang adalah salah satu dari tiga negara dengan akses bebas visa sebelum pandemi dan pemerintahnya telah berulang kali meminta dimulainya kembali akses.

 

 

3 dari 5 halaman

Waktu Tinggal

"Kami berharap langkah pembebasan visa yang diumumkan oleh pihak China akan berkontribusi untuk memperlancar pertukaran antara Jepang dan China," ujar dia.

Lin menjelaskan, lamanya waktu tinggal yang diizinkan untuk akses bebas visa ditingkatkan dari awalnya 15 hari. Untuk tahap awal, hanya orang-orang yang berpartisipasi dalam pertukaran yang bisa mendapatkan akses ini. China telah mendorong pertukaran antarmasyarakat, baik mahasiswa, akademisi, dan pihak lain untuk mencoba memperbaiki hubungan China dengan negara lain yang terkadang tegang.

China secara ketat membatasi masuknya warga negara lain selama pandemi dan mengakhiri pembatasannya jauh lebih lambat daripada kebanyakan negara lain. Sebelumnya, China telah memulihkan akses bebas visa bagi warga negara Brunei Darussalam dan Singapura pada Juli 2023 dan kemudian memperluas akses bebas visa ke enam negara lagi — Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Spanyol, dan Malaysia — pada 1 Desember tahun lalu.

Program tersebut telah diperluas secara bertahap. Beberapa negara telah mengumumkan akses bebas visa bagi warga negara China, terutama Thailand, yang ingin mendatangkan kembali wisatawan China.

Selama tiga bulan dari Juli hingga September tahun ini, China mencatat 8,2 juta kedatangan warga negara asing, yang 4,9 juta di antaranya bebas visa, kata Kantor Berita resmi Xinhua, mengutip seorang pejabat konsuler kementerian luar negeri.

4 dari 5 halaman

Donald Trump Menang Pilpres AS, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bakal Terganggu

Sebelumnya, Donald Trump berhasil memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2024 setelah mengalahkan Kamala Harris. Donald Trump memiliki ciri khas kebijakan politik dan ekonominya adalah "Make America Great Again," yang mencerminkan fokus utama pada kebijakan proteksionisme dan perang dagang dengan negara-negara lain, khususnya dengan China.

Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Indef Abdul Manap Pulungan, menilai proteksi dagang yang diusung Trump berpotensi menciptakan dampak besar terhadap ekonomi global. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China, misalnya, tidak hanya berdampak pada kedua negara tersebut, tetapi juga mempengaruhi negara-negara lain yang terlibat dalam rantai pasokan global.

Ketidakpastian ekonomi ini muncul akibat kebijakan proteksi yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

"Kebijakan-kebijakan proteksi perang dagang itu masih akan dilakukan. Justru ketika ini dilakukan maka akan berpengaruh terhadap ekonomi global secara keseluruhan sehingga ketidakpastian itu meningkat. Bagi Indonesia bisa saja ini akan berpengaruh signifikan lewat transmisinya China," kata Abdul kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).

 

 

5 dari 5 halaman

Berdampak ke Indonesia?

Pasalnya Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan ekonomi erat dengan China, mungkin akan merasakan dampak signifikan dari kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Amerika Serikat di bawah Trump. China, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, berperan sebagai pintu masuk bagi banyak barang impor.

Ketika Amerika Serikat meningkatkan tekanan dagang pada China, bisa dipastikan bahwa perekonomian China akan terpengaruh, dan dampaknya pun akan menyebar ke negara-negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.

Misalnya, saat perang dagang dengan China semakin intens, pasokan barang-barang produksi China, yang banyak menjadi komponen impor di Indonesia, akan terganggu. Hal ini dapat mempengaruhi ketersediaan barang-barang yang dibutuhkan oleh industri Indonesia.

"Kenapa kita terpengaruh signifikan? karena ekonomi China itu lagi lesu, pada saat Trump melakukan lagi perang dagang dengan China, maka bahan produksi China akan melemah yang pada akhirnya mempengaruhi persediaan barang-barang impor ke Indonesia, karena sebagian besar impor kita dari China industrinya," ujarnya.

Video Terkini