Sukses

Bank Indonesia Diprediksi Pangkas Suku Bunga Jadi 5,5% pada 2025

Dalam laporan Economic Outlook 2025 menjelaskan pemangkasan suku bunga kemungkinan akan dilakukan secara lebih bertahap untuk mendukung stabilitas Rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Permata Bank memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menurunkan BI rate sebesar 25bps menjadi 5,75% pada kuartal terakhir 2024, atau pada 24 Desember 2024. 

Bank tersebut memproyeksi BI akan melanjutkan penurunan suku bunga sebesar 25bps lagi menjadi 5,50% pada 2025.Proyeksi itu diungkapkan Permata melalui Bank Permata Institute for Economic Research (PIER) dalam laporan 2025 Economic Outlook yang diluncurkan pada Selasa (3/12).

"Tahun depan penurunan (BI Rate) sekitar 25bps, jadi di tahun depan suku bunga BI berkisar di 5,50%,” ungkap Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede dalam konferensi pers di St Regis Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Permata Bank, dalam laporan Economic Outlook 2025 menjelaskan pemangkasan suku bunga kemungkinan akan dilakukan secara lebih bertahap untuk mendukung stabilitas Rupiah,  di tengah meningkatnya volatilitas pasar selama era kepemimpinan Donald Trump, sebagai Presiden AS.

PIER dalam laporannya mengatakan, terbatasnya penurunan BI rate karena laku inflasi Indonsesia yang diperkirakan akan menyentuh 3% pada tahun 2025, dan melebarnya defisit transaksi berjalan yang meningkatkan risiko terjadinya twin deficit.

"Terkait sikap BI pada tahun 2025, Gubernur (Perry Warjiyo) telah mengindikasikan grand strategy yang berfokus pada menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” papar PIER.

"Dengan kata lain, BI akan melanjutkan pendekatannya pada tahun 2024, yaitu menyeimbangkan kebijakan moneter yang pro-stabilitas, khususnya dalam jangka pendek, dengan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran yang mendukung pertumbuhan (pro-growth)," ia menambahkan.

Proyeksi suku bunga BI juga seiring munculnya isyarat dari beberapa pejabat The Federal Reserve (the Fed), yang mengindikasikan bahwa suku bunga netral Fed Fund Rate (FFR) mungkin lebih tinggi dari estimasi saat ini. 

"Mengingat faktor-faktor ini, dan dengan asumsi The Fed mempertahankan independensinya, kami memperkirakan FFR pada tahun 2025 sebesar 4,00%, dengan proyeksi penurunan suku bunga hanya sebesar 50bps,” ungkap PIER.

"Meskipun demikian, kami masih mengharapkan penurunan sebesar 25bps pada bulan Desember 2024, sehingga menutup tahun ini pada angka 4,50% di tengah meningkatnya kekhawatiran atas melemahnya ekonomi AS, khususnya di bidang manufaktur dan investasi swasta," ia menambahkan.

 

2 dari 4 halaman

BI Diminta Tahan Suku Bunga Acuan di 6%, Simak Alasannya

Sebelumnya, Teuku Riefky, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, menyarankan agar Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,00% pada November 2024. Saran tersebut didasarkan pada depresiasi Rupiah belakangan ini dan tidak adanya risiko inflasi yang mendesak.

"Kami melihat bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan BI Rate pada level 6,00% pada pertemuan mendatang untuk memastikan bahwa penyesuaian di masa mendatang dilakukan secara strategis dan tepat waktu guna mengatasi inflasi dan menjaga stabilitas harga," ujar Teuku Riefky dalam laporan Analisis Makroekonomi Rapat Dewan Gubernur BI November 2024, Rabu (20/11/2024).

Inflasi dan Dinamika Kebijakan Domestik

Teuku menjelaskan bahwa pemotongan suku bunga saat ini belum mendesak. Menahan suku bunga di level sekarang akan memberikan ruang lebih untuk menurunkan suku bunga di masa mendatang jika diperlukan.

Inflasi umum tercatat turun menjadi 1,71% yoy pada Oktober 2024, level terendah sejak November 2021. Penurunan ini sebagian besar dipengaruhi oleh:

  • Kelompok harga yang diatur pemerintah.Harga pangan bergejolak, yang mencerminkan dampak langkah kebijakan pemerintah seperti distribusi pangan, penyesuaian harga bahan bakar, dan transportasi udara.
  • Naiknya pasokan pangan serta musim rendah permintaan transportasi yang menekan tarif angkutan.
  • Kelompok makanan, minuman, dan tembakau melanjutkan tren penurunan harga sejak Maret 2024, mencapai 2,35% yoy pada Oktober 2024, dibandingkan 2,57% yoy pada September 2024.

Sektor transportasi mencatat sedikit deflasi sebesar 0,08% yoy di Oktober 2024, pertama kalinya sejak Januari 2021, turun dari 0,92% yoy pada September 2024. Sektor informasi, komunikasi, dan jasa keuangan tetap pada tingkat deflasi 0,28% yoy untuk Oktober dan September 2024.

 

3 dari 4 halaman

Tekanan Eksternal dan Stabilitas Rupiah

Rupiah melemah menjadi 15.770 per USD pada pertengahan November 2024 akibat arus modal keluar, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan ketidakpastian terkait Pemilu AS.

Teuku menambahkan bahwa perekonomian November dipengaruhi oleh kombinasi faktor domestik dan global. Di dalam negeri, inflasi tetap dalam kisaran target Bank Indonesia, meskipun terdapat tren deflasi pada beberapa komponen. Dinamika perdagangan juga menunjukkan ketahanan meskipun surplus perdagangan menyempit.

Di sisi global, ketidakpastian akibat Pemilu AS dan meningkatnya tensi geopolitik terus memberikan tekanan pada arus modal, memengaruhi stabilitas nilai tukar Rupiah.

 

4 dari 4 halaman

BI Tahan Suku Bunga 6% pada November 2024

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) 6,00%, suku bunga Deposit Facility  5,25%, dan suku bunga Lending Facility  6,75% pada November 2024.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19-20 November memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6 persen, Deposit Facility  tetap 5,25%, dan suku bunga Lending Facility tetap 6,75%," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (20/11 /2024).

Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi pada sasaran 2,5±1% pada tahun 2024 dan 2025 serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Perry menegaskan, fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek ini diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpasian pasar keuangan global dan perkembangan politik di Amerika Serikat.

"Ke depan Bank Indonesia terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Dengan demikian, kebijakan sistem pembayaran diarahkan juga untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan baik besar maupun ritel maupun UMKM, memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.