Sukses

OECD: Perang Dagang dan Proteksionisme Jadi Pemberat Ekonomi Dunia

OECD mengatakan, ketegangan perdagangan dan proteksionisme dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga konsumen, dan berdampak negatif pada pertumbuhan.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menilai kinerja ekonomi global bervariasi di berbagai negara dan kawasan.

Namun, beberapa negara menghadapi peningkatan risiko terkait dengan meningkatnya ketegangan perdagangan dan proteksionisme.

Mengutip Investing.com, Kamis (5/12/2024) OECD memproyeksi tingkat pertumbuhan PDB global akan mencapai 3,3% pada tahun 2025 dan 2026 mendatang, dan inflasi yang menurun ke target bank sentral.

"Meskipun ada beberapa pelonggaran di pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran masih mendekati titik terendah dalam sejarah di banyak negara. Perdagangan global juga telah pulih," kata OECD dalam laporan terbarunya.

Namun, kelompok tersebut memperingatkan tentang kinerja ekonomi yang bervariasi di berbagai kawasan dan negara. Meskipun kinerja global yang kuat menutupi kesenjangan ini, kinerja tersebut masih dihantui oleh risiko penurunan dan ketidakpastian yang penting, OECD mengingatkan.

"Lebih khusus lagi, ada peningkatan risiko terkait dengan meningkatnya ketegangan perdagangan dan proteksionisme, kemungkinan eskalasi konflik geopolitik, dan kebijakan fiskal yang menantang di beberapa negara," tambahnya.

OECD mengatakan, ketegangan perdagangan dan proteksionisme dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga konsumen, dan berdampak negatif pada pertumbuhan.

Demikian pula, konflik geopolitik menimbulkan ancaman bagi perdagangan dan pasar energi, yang berpotensi menyebabkan lonjakan harga energi.

Risiko signifikan lainnya datang dari sektor keuangan publik, di mana utang publik tetap tinggi.

OECD menyoroti ekonomi pasar berkembang dan negara-negara berpenghasilan rendah sangat rentan, dengan beberapa di antaranya sudah mengalami kesulitan utang atau berisiko tinggi.

“Banyak negara lain menghadapi tantangan fiskal yang meningkat dan utang yang tinggi. Meningkatnya tekanan dari meningkatnya pengeluaran untuk pertahanan, populasi yang menua, dan transisi hijau dan energi memperkuat tantangan ini,” jelad OECD.

“Akibatnya, posisi fiskal menjadi tegang dan dapat membahayakan kemampuan pemerintah untuk menanggapi krisis di masa mendatang,” jelasnya.

2 dari 3 halaman

Ekonomi Negara ASEAN Paling Cuan dari Geopolitik dan Perang Dagang AS-Tiongkok

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa Asia Tenggara (ASEAN) kini menjadi pemenang ekonomi dari meningkatnya ketegangan geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat, meskipun adanya risiko dari fragmentasi.

Melansir CNBC International, Selasa (5/11/2024) IMF dalam laporan Prospek Ekonomi Asia-Pasifik menilai kawasan tersebut telah lama diuntungkan oleh globalisasi selama beberapa dekade, membangun hubungan dagang yang kuat dengan Tiongkok dan Amerika Serikat, dua negara ekonomi terbesar di dunia.

Meskipun ketegangan AS-Tiongkok telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, menurut IMF, negara ASEAN telah beradaptasi dan terus berintegrasi dengan ekonomi global.

"Meskipun ada ketegangan geopolitik, ASEAN terus memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan Tiongkok dan AS," kata laporan itu.

Data dari IMF menunjukkan bahwa sejak tahun 2018, ekonomi ASEAN telah meningkatkan pangsa pasar mereka atas impor Tiongkok dan AS, dengan negara-negara adikuasa tersebut menyerap bagian yang lebih besar dari nilai tambah kawasan tersebut.

Investasi langsung asing dari kedua negara juga meningkat di ASEAN.

"Kawasan ini bahkan mampu memanfaatkan peluang pengalihan perdagangan yang disebabkan oleh ketegangan perdagangan AS-Tiongkok," tambah IMF dalam laporannya.

Analisis empiris IMF juga menunjukkan bahwa beberapa negara ASEAN telah melihat ekspor produk yang menjadi sasaran tarif Tiongkok atau AS tumbuh lebih cepat daripada ekspor lainnya.

Ditambahkannya, bahwa ASEAN telah melihat peningkatan ekspor barang-barang yang dikenakan tarif ini ke negara-negara di luar Tiongkok dan AS, yang menunjukkan bahwa ASEAN tidak hanya diuntungkan dari pengalihan perdagangan tetapi juga mewujudkan skala ekonomi.

Perdagangan antara anggota serikat politik dan ekonomi juga meningkat, menurut laporan tersebut.

3 dari 3 halaman

Jadi Peningkatan Pasar ASEAN

Secara keseluruhan, IMF mengatakan tren ini telah berkontribusi pada peningkatan pangsa ASEAN dalam investasi langsung asing masuk, ekspor dunia, dan nilai tambah global.

Namun, lembaga keuangan tersebut mencatat bahwa keuntungan dari tarif Tiongkok-AS belum menghasilkan ekspor keseluruhan yang lebih kuat untuk semua anggota ASEAN.

Sementara beberapa anggota, seperti Vietnam, mengalami pertumbuhan ekspor yang kuat dibandingkan dengan rata-rata global sejak 2018, pertumbuhan ekspor melambat di negara lain, seperti Thailand, atau mandek, seperti dalam kasus Filipina dan Singapura.