Sukses

Permintaan Lesu, OPEC+ Tunda Peningkatan Produksi Minyak

Keputusan menunda kenaikan produksi oleh OPEC datang di tengah prospek permintaan minyak global yang suram, menurut sumber delegasi dan dokumen internal.

Liputan6.com, Jakarta - Aliansi produsen minyak OPEC+, telah menunda rencana untuk mengakhiri beberapa pemangkasan produksi minyak mentah formal dan sukarela hingga 2026.

Keputusan ini datang di tengah prospek permintaan minyak global yang suram, menurut sumber delegasi dan dokumen internal.

Dikutip dari CNBC International, Jumat (6/12/2024) berdasarkan strategi produksi formalnya, koalisi OPEC+  kini membatasi produksi gabungannya menjadi 39,725 juta barel per hari (bph) hingga 31 Desember 2026, setelah sebelumnya hanya menerapkan kuota ini sepanjang tahun 2025.

Delapan anggota OPEC+ kini akan memperpanjang penurunan produksi sukarela 2,2 juta barel per hari hingga kuartal pertama, dan akan mulai menaikkan produksi secara bertahap antara April dan September 2026. 

Beberapa anggota OPEC+ mengungkapkan akan menunda penghentian pemangkasan kedua sebesar 1,7 juta barel per hari, hingga akhir 2025 mendatang. 

Penurunan produksi terakhir ini sebelumnya hanya akan berlangsung hingga 2025.Meskipun serangkaian pemangkasan produksi dan konflik yang sedang berlangsung mengancam kawasan Timur Tengah yang kaya hidrokarbon, harga minyak global tetap rendah selama 2024i, di bawah tekanan dari prospek permintaan yang lesu. 

"Meskipun keputusan OPEC+ hari ini untuk menunda penghentian beberapa pemangkasan produksi minyak hingga April 2025 memberi kelompok itu waktu, latar belakang permintaan minyak global yang lemah berarti bahwa mereka dapat dengan mudah menemukan dirinya kembali dalam posisi yang sama dalam waktu tiga bulan,” kata analis di Capital Economics, dalam sebuah catatan.

"Menurut pandangan kami, fundamental harga minyak masih lemah, dan risiko terhadap harga cenderung menurun,” ungkap analis tersebut.

2 dari 4 halaman

Harga Minyak Melemah

Sebelumnya, harga minyak melemah pada perdagangan Kamis, 5 Desember 2024. Harga minyak merosot usai anggota OPEC+ sepakat menunda peningkatan produksi minyak mentah.

Mengutip CNBC, Jumat (6/12/2024), harga minyak mentah AS turun 24 sen atau 0,35 persen menjadi USD 68,30 per barel. Harga minyak mentah Brent merosot 22 sen atau 0,3 persen menjadi USD 72,09 per barel.

Delapan anggota OPEC+ yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia akan mempertahankan pemangkasan produksi sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari hingga akhir Maret 2025.

Pemotongan tersebut kemudian akan dihapuskan secara bertahap setiap bulan hingga akhir September 2026 untuk "mendukung stabilitas pasar," menurut pernyataan dari negara-negara tersebut. Para anggota juga akan mempertahankan pemangkasan produksi terpisah sebesar 1,65 juta barel per hari hingga Desember 2026.

Anggota OPEC+, yang terdiri dari negara-negara OPEC asli ditambah 10 negara yang berafiliasi secara longgar, termasuk Rusia, Meksiko, dan Kazakhstan, tengah berjuang untuk membawa kembali minyak mentah ke pasar global. Sasaran tersebut adalah harga yang terhambat yang sudah tertekan oleh permintaan yang lemah di Tiongkok dan produksi yang kuat di AS.

“Keputusan tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kelompok tersebut khawatir tentang potensi kelebihan pasokan dan kurangnya kepatuhan terhadap target produksi di antara negara-negara anggota," kata Kepala Pasar Komoditas Global di Rystad Energy, Mukesh Sahdev.

Badan Energi Internasional yang berpusat di Paris telah memperingatkan pasokan global akan melebihi permintaan sebesar 1 juta barel per hari tahun depan, bahkan jika pemangkasan OPEC+ saat ini tetap berlaku.

3 dari 4 halaman

Harga Minyak Tertekan, Pasar Tunggu Keputusan OPEC

Sebelumnya, harga minyak mentah turun pada Rabu di tengah antisipasi keputusan OPEC+ terkait pasokan, meskipun penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu memberikan dukungan terhadap harga.

Dikutip dari CNBC, Kamis (5/12/2024), harga minyak mentah Brent turun USD 1,18 atau 1,6%, menjadi USD 72,44 per barel pada pukul 14:24 ET. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 1,23 atau 1,76%, menjadi USD 68,71 per barel.

Sehari sebelumnya, Brent mencatat kenaikan terbesar dalam dua pekan, dengan lonjakan sebesar 2,5%.

Pasar Tunggu Keputusan OPEC+

Investor terus memantau pertemuan mendatang Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya dalam OPEC+, yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis. Menurut sumber industri yang dikutip Reuters, kelompok tersebut kemungkinan akan memperpanjang pemangkasan produksi hingga akhir kuartal pertama tahun depan.

"Meski penundaan penghentian pemangkasan produksi sudah diperkirakan, retorika yang muncul dari pertemuan ini akan memiliki dampak paling besar," kata Matt Smith, analis utama minyak untuk wilayah Amerika di Kpler.

OPEC+ diketahui sedang merencanakan penghapusan pemangkasan pasokan secara bertahap sepanjang tahun depan.

Stok Minyak Mentah AS Menurun

Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS mengalami penurunan yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu, akibat peningkatan aktivitas kilang. Namun, stok bensin dan distilat justru meningkat lebih dari yang diperkirakan.

"Lonjakan aktivitas kilang, dengan tingkat operasi mencapai level tertinggi sejak musim panas, mengakibatkan inventori minyak mentah menurun sementara stok produk olahan meningkat," ujar Matt Smith.

Meskipun demikian, momentum bullish hanya memberikan dukungan terbatas pada harga minyak.

4 dari 4 halaman

Ketidakstabilan Geopolitik Dukung Harga Minyak

Ketegangan geopolitik juga memberikan dukungan pada harga minyak. Situasi termasuk gencatan senjata rapuh antara Israel dan Hezbollah, deklarasi darurat militer yang dibatalkan di Korea Selatan, serta ofensif pemberontak di Suriah yang berpotensi melibatkan negara-negara produsen minyak, turut memengaruhi pasar.

Di Timur Tengah, Israel menyatakan pada Selasa bahwa mereka akan melanjutkan perang dengan Hezbollah jika gencatan senjata gagal. Israel juga mengancam akan memperluas serangan ke wilayah Lebanon, termasuk target negara tersebut.

Sementara itu, di Korea Selatan, para legislator mengajukan mosi untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol setelah deklarasi darurat militer yang diumumkan pada Selasa, tetapi segera dicabut dalam hitungan jam, memicu krisis politik di ekonomi terbesar keempat di Asia.

Video Terkini