Liputan6.com, Jakarta - Lembaga National Single Window (LNSW) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan capaiannya dalam membuat sistem dwelling time lebih efisien di sektor logistik melalui teknologi digital.
Sebagai catatan, dwelling time merupakan waktu tempuh ketika sebuah barang tiba di pelabuhan (baik melalui kapal atau moda transportasi lainnya) hingga barang tersebut keluar dari pelabuhan melalui proses bongkar muat, pemeriksaan bea cukai, serta pengurusan dokumen.
Prosedur ini berperan penting mengingat durasi bongkar muat kontainer yang terlalu lama, berpotensi menambah biaya logistik. Sementara itu, biaya logistik yang tinggi berisiko mengganggu perekonomian melalui sektor Industri yang terganggu pasokan bahan baku atau bahan penolongnya.
Advertisement
"Angka dwelling time dulu cukup tinggi, bisa sampai 7 hari. Dengan adanya pengelolaan yang baik dari kementerian/lembaga (K/L), di tahun 2023 angkanya sudah 2,6 hari," kata Kepala LNSW, Oza Olavia dalam kegiatan Media Gathering di Ancol, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
LNSW mencatat, capaian dwelling time pada periode Januari hingga Oktober 2024 adalah 2,85 hari. Angka ini menandai pemenuhan target dwelling time nasional 2,9 hari.
Selain efisiensi dwelling time, LNSW juga terlibat dalam penataan ekosistem logistik nasional (national logistics ecosystem/NLE).
Beberapa layanan yang dikembangkan LNSW untuk mendukung penataan ekosistem logistik nasional adalah Delivery Order Online, Surat Penyerahan Petikemas (SP2) Online, Single Submission (SSm) Quarantine Customs, SSm Pengangkut, dan SSm Perizinan.
Ekosistem logistik nasional (national logistics ecosystem/NLE) yang terus dikembangkan sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional telah diimplementasikan di 52 pelabuhan dan 7 bandara.
Sebaran pelabuhan dan bandara yang sudah mengimplementasikan program tersebut telah mendekati 100 persen dokumen ekspor impor nasional.
LNSW merupakan lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki tugas melaksanakan pengelolaan Indonesia National Single Window (INSW) dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dalam ekspor, impor, dan logistik, mengubah pola kerja manual/hardcopy/inhouse menjadi berbasis digital untuk setiap layanan pemerintah.
LNSW Bikin Ekspor-Impor RI Lebih Efisien, Ini Buktinya
Sebelumnya, Lembaga National Single Window (LNSW) mengungkapkan bahwa perbaikan kinerja dwelling time (DW) yang positif mendukung efisiensi waktu perizinan ekspor dan impor Indonesia.
"Kinerja Dwelling Time menunjukkan perbaikan Pada tahun 2023, dengan rata-rata capaiannya 2,62 hari. Capaian sampai bulan Oktober sebesar 2,85 hari," ungkap Kepala LNSW Oza Olavia, dalam kegiatan Media Gathering Kementerian Keuangan di Ancol, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
Oza menjelaskan, perbaikan kinerja dwelling time ini seiring dengan penerapan Ekosistem Logistik Nasional (NLE) di 52 pelabuhan dan 7 bandara di seluruh Indonesia.
Oza melihat, hadirnya NLE tersebut mendorong efisiensi waktu dan biaya.
"Efisiensi waktu range antara 21,0%-71,4%, efisiensi biaya range antara 25,7%-97.8%," bebernya.
Bukti Efisiensi
Oza memaparkan survei Prospera tahun 2023, yang menunjukkan hasil dari efisiensi oleh LNSW dalam mengoptimalkan logistik melalui transformasi digital di sektor ekspor dan impor.
Salah satunya pada layanan do online, dengan efisiensi yang berhasil dilakukan terhadap waktu sebesar 40,3% dan biaya 25,7%.
Adapun SSm QC terefisiensi waktu hingga 73,4% dan biaya 46,1%.
Kemudian SSm Pengangkut efisiensi waktu dan biaya masing-masing 21,6% dan 45%. Sedangkan SSm Perizinan, terefisien waktu 56,4% dan biaya 97,8%.
"LNSW mendorong transformasi digital pada layanan pemerintah. Baik di bidang ekspor, impor maupun bidang logistik. Jadi artinya bagaimana ini secara berkesinambungan memberikan suatu ekosistem,” pungkas Oza.
Advertisement
Kinerja Ekspor Indonesia ke Dunia Naik Kecuali dengan Palestina
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi, mengatakan tren ekspor Indonesia ke negara-negara mitra perjanjian perdagangan bebas (FTA) menunjukkan hasil yang positif, dengan hampir semua negara mengalami peningkatan ekspor, kecuali dengan Palestina.
Pasalnya situasi di Palestina memang tengah dilanda ketegangan dan konflik berkepanjangan, yang tentu saja berdampak pada banyak aspek, termasuk hubungan perdagangan internasional.
Dalam konteks ini, meskipun Indonesia telah menjalin kerja sama ekonomi dengan Palestina melalui berbagai inisiatif, dampak konflik tersebut membuat perdagangan antara kedua negara belum berkembang secara signifikan seperti dengan negara-negara mitra FTA lainnya.
Fajarini menyampaikan bahwa hingga saat ini, Indonesia telah memiliki 11 perjanjian perdagangan bebas bilateral dengan berbagai negara. Data menunjukkan bahwa lebih dari 85 atau hampir 87 persen ekspor Indonesia berasal dari negara-negara mitra yang terikat dalam perjanjian ini.
"Nah kalau dilihat dari data statistik maka sekitar lebih dari 85 persen ya hampir 87 persen ekspor kita itu berasal dari negara-negara mitra yang memiliki perjanjian perdagangan bebas ini. Kemudian tren ekspor dengan negara-negara ini juga meningkat ya. Ada 11 negara semuanya meningkat kecuali dengan Palestina," kata Fajarini dalam Gambir Trade Talk, di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Perdagangan Bebas
Fajarini menegaskan, perjanjian perdagangan bebas menjadi salah satu strategi utama Indonesia untuk membuka akses pasar yang lebih luas. Keuntungan dari FTA adalah mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Menurut dia, dengan adanya FTA, tarif bea cukai yang lebih rendah dan akses pasar yang lebih terbuka menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor lebih banyak produk unggulannya.