Liputan6.com, Jakarta Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dimulai pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipastikan terus berlanjut pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Kabar teranyar, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) meminta tambahan anggaran senilai Rp 8,1 triliun untuk kelanjutan pembangunan IKN di 2025.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Basuki Hadimuljono mengatakan, Otorita IKN saat ini sudah memiliki Rp 6,3 triliun di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Adapun tambahan suntikan dana diperlukan untuk mulai membangun infrastruktur di bidang yudikatif dan legislatif, plus sektor perumahan.
Baca Juga
"Karena perintahnya Pak Presiden untuk mulai melaksanakan yudikatif, legislatif, dan huniannya, kami sedang mengajukan tambahan ke Bappenas dan Menteri Keuangan Rp 8,1 triliun," ujar Basuki di Jakarta,
Advertisement
Selaras, proses lelang pembangunan proyek yudikatif dan legislatif untuk lembaga hukum tertinggi dan perwakilan rakyat itu akan segera dimulai pada tahun depan.
"Kami sudah punya di LPSE (terpampang di Layanan Pengadaan Secara Elektronik)," kata Basuki.
Basuki Hadimuljono mengatakan pembangunan gedung-gedung lembaga yudikatif dan legislatif di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur akan dimulai pada tahun 2025.
Dia menargetkan pembangunan gedung lembaga yudikatif dan legislatif rampung pada 2027.
"Kalau yang yudikatif dan legislatif baru akan dimulai 2025 ini. Kalau dimulai dari 2025 ini paling 2027 selesai," kata Basuki kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Sementara itu, kata dia, gedung-gedung eksekutif atau pemerintahan akan rampung pada Desember 2024. Hanya saja, saat ini baru ada empat kementerian koordinator yang terbangun di IKN, sedangkan jumlah kementerian di era Presiden Prabowo Subianto bertambah.
"Yang sekarang eksekutif selesai Desember ini, tapi fitur yang dulu ya kemenko-nya 4, sekarang kan 7, nanti kita akan bicarakan," ujarnya.
Basuki menyampaikan perabotan sudah mulai dimasukkan di kantor kementerian koordinator, Bank Indonesia, dan Kementerian PUPR pada Desember 2024.
Dia menjelaskan pendanaan pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP), lembaga yudikatif, dan legislatif berasal dari APBN.
"Iya kan kantor pemerintah," ucap Basuki.
Pembangunan IKN Dipastikan Tak Melambat
Selain itu, Pak Bas, sapaan akrab Basuki Hadimuljono juga menangkis isu bahwa pembangunan IKN ke depan akan ada potensi perlambatan, akibat program strategis milik Prabowo.
Pernyataan itu ditimpali langsung oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti. Berdasarkan arahan Prabowo, ia menyebut pembangunan IKN akan terus dilanjutkan.
"Tetap melanjutkan kan. Pak Prabowo kan menyampaikan tetap melanjutkan ini ya kan. Ya kita tetap melaksanakan," ucap Diana.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan Presiden Prabowo Subianto akan melakukan pembagian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) terkait usulan tambahan anggaran kelanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebesar Rp8,1 triliun di tahun 2025.
"Nanti di istana ada pembagian Dipa," kata Airlangga saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Progres Pembangunan IKN
Mantan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini menargetkan, ekosistem IKN untuk kegiatan pemerintahan pusat bisa rampung pada Desember 2024 mendatang. Mulai dari perkantoran hingga restoran dan tempat hiburan.
"Kalau itu emang jadi, apa yang harus dilakukan, ekosistem pada 2025. Semua perkantoran sudah akan selesai mulai Desember, hunian 47 tower sudah akan selesai, sudah siap semua," ujarnya.
"Ekosistem kotanya di bawah Kemenko sudah banyak gerai-gerai yang buka, selain Excelso yang sekarang, itu sudah ada beberapa, rumah makan juga," Basuki menambahkan.
Namun, Basuki masih menunggu keputusan resmi dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), terkait jadwal pasti kapan ASN bisa mulai berpindah ke IKN di tahun depan.
"Bertahap kan. Saya harus melaporkan apa saja yang sudah siap, atau kantor-kantor. Semua sudah siap, tapi juga eselon I berapa saja, eselon II berapa saja, staf berapa, termasuk huniannya," ungkap dia.
Sementara untuk tahap kedua di 2028, pembangunan IKN akan difokuskan untuk pembangunan ekosistem bagi lembaga yudikatif dan legislatif. Semisal Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), hingga DPR dan MPR.
"Saya minta arahan beliau (Menteri PPN/Kepala Bappenas), sampai dengan 2028 untuk menyelesaikan ekosistem yudikatif, legislatif, termasuk huniannya sesuai perintah bapak Presiden yang saya harus selesaikan," tutur Basuki.
Pemindahan Pemerintah ke IKN
Kepala Komunikasi Presiden Hasan Nasbi mengatakan pemindahan pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN) dilakukan setelah IKN bisa berfungsi sebagai ibu kota politik. Sehingga, pemerintahan akan pindah ke IKN apabila kantor eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah selesai.
"Presiden mengatakan bahwa kepindahan pemerintahan ke IKN setelah IKN bisa memerankan fungsi sebagai ibu kota politik. Artinya ada kantor eksekutif, kantor legislatif, dan kantor yudikatif di sana," kata Hasan.
Dia memastikan pembangunan IKN akan tetap dilanjutkan. Hasan menyebut pemindahan IKN dilakukan pada 2029, setelah gedung eksekutif, yudikatif, dan legislatif rampung.
"Pembangunan IKN akan terus dilanjutkan. Jika tidak ada kendala, maka tahun 2028, atau paling lambat 2029 IKN sudah bisa menjadi ibu kota politik," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan untuk bisa berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 17 Agustus 2028. Selain RI 1, para aparatur sipil negara (ASN) atau PNS di pemerintah pusat pun diproyeksikan bakal pindah ke IKN di waktu yang sama.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo saat dijumpai di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
"Targetnya pak Prabowo, 17 Agustus 2028 itu sudah berkantor di sana. Selambatnya 17 Agustus 2029. Eksekutif, Legislatif sama Yudikatif, beserta seluruh ASN penunjangnya," ujar Dody.
Tak hanya pemerintahan, lembaga kehakiman hingga MPR/DPR juga akan turut berpindah secepatnya di IKN. "Kesiapan infrastruktur agar eksekutif, yudikatif, legislatif bisa secepatnya berkantor di ibu kota negara Nusantara," imbuh Dody.
Advertisement
Prabowo Berkantor di IKN pada 2028
Di sisi lain, Basuki menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto ditargetkan dapat berkantor di IKN pada 2028.
Sehingga, dirinya diminta Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyelesaikan pembangunan gedung yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
"Jadi waktu perintah ke saya harus menyelesaikan ekosistem yudikatif, legislatif, dan sekarang baru eksekutif. Jadi baru tahun ini kita siapkan ekosistem untuk kantor dan hunian yudikatif dan legislatif. Yudikatif kan MA, MK, legislatif DPR, MPR, DPD," tutur Basuki.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto target untuk bisa berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 17 Agustus 2028. Selain RI 1, para aparatur sipil negara (ASN) atau PNS di pemerintah pusat pun diproyeksikan bakal pindah ke IKN di waktu yang sama.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo saat dijumpai di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Jumat (6/12/2024).
"Targetnya pak Prabowo, 17 Agustus 2028 itu sudah berkantor di sana. Selambatnya 17 Agustus 2029. Eksekutif, Legislatif sama Yudikatif, beserta seluruh ASN penunjangnya," ujar Dody.
Tak hanya pemerintahan, lembaga kehakiman hingga MPR/DPR juga akan turut berpindah secepatnya di IKN. "Kesiapan infrastruktur agar eksekutif, yudikatif, legislatif bisa secepatnya berkantor di ibu kota negara Nusantara," imbuh Dody.
Investor Antre Groundbreaking di 2025
Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) sendiri telah melaporkan, sejumlah investor saat ini tengah mengantre untuk melaksanakan groundbreaking di proyek IKN pada 2025 mendatang.
Terbaru, Otorita IKN telah mengusulkan 5 proses peletakan batu pertama proyek di calon ibu kota baru, salah satu investornya berasal dari Jepang, yakni Sojitz. Namun, kepastian groundbreaking-nya masih menunggu respons dari Sekretariat Kabinet (Setkab).
Padahal, Plt Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Otorita IKN, Danis Hidayat Sumadilaga mengutarakan, ada beberapa investor lain yang siap memulai proyek di IKN. Meskipun, ia belum merincikan secara detil itu berasal dari mana saja.
"Ini sedang disiapkan groundbreaking selanjutnya. Nanti groundbreaking tahap selanjutnya banyak," ujar Danis kepada Liputan6.com.
Proses groundbreaking dengan melibatkan investor swasta maupun asing ini sejalan dengan rencana eks Presiden Joko Widodo, alias Jokowi dalam membangun IKN. Menurut perhitungan Jokowi, pembangunan calon ibu kota baru tersebut membutuhkan dana sekitar Rp 466,9 triliun.
Namun, kemampuan pemerintah dalam membiayai proyek IKN dari sumber dana APBN hanya 20 persen dari total Rp 466,9 triliun, atau sekitar Rp 90,4 triliun.
Oleh karenanya, Otorita IKN usul mendapat anggaran tambahan senilai Rp 8,1 triliun untuk kelanjutan pembangunan IKN di 2025. Guna menambal Rp 6,4 triliun yang sudah berada di dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Danis mengatakan, tambahan suntikan anggaran itu dibutuhkan untuk membangun gedung legislatif dan yudikatif, beserta ekosistem pendukungnya. Seluruh proyek itu ditargetkan bisa selesai pada 2028.
"Itu untuk pembangunan gedung legislatif, yudikatif, serta ekosistem pendukungnya seperti infrastruktur jalan, dan lain-lain," jelas Danis.
Perlu Dikaji Secara Cermat
Permintaan tambahan dana untuk proyek IKN ini pun mendapatkan perhatian dari pengusaha. Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira mengatakan HIPMI melihat pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) adalah proyek strategis yang membutuhkan komitmen besar, baik dari sisi pendanaan maupun pelaksanaan.
“Namun, permintaan tambahan dana sebesar Rp 8,1 triliun ini perlu dikaji secara cermat, khususnya terkait prioritas dan dampak nyata bagi percepatan pembangunan,” kata Anggawira kepada Liputan6.com.
Anggawira menambahkan transparansi penggunaan anggaran dan kejelasan tujuan dana tersebut menjadi sangat penting. Selain itu menurutnya, para pengusaha juga berharap pemerintah dapat memprioritaskan kolaborasi dengan sektor swasta untuk mengurangi beban pada APBN, sehingga tidak terlalu membebani anggaran negara.
Regulasi yang Jelas untuk Menarik Sektor Swasta
Adapun HIPMI menilai IKN Nusantara memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Menurutnya, dengan visi jangka panjang, IKN dapat membuka banyak peluang investasi bagi pengusaha swasta, terutama di sektor infrastruktur, teknologi, properti, dan energi hijau.
“Namun, untuk menarik lebih banyak pengusaha swasta, pemerintah perlu memastikan regulasi yang jelas, insentif yang menarik, dan pengelolaan risiko yang baik. Kepastian hukum dan stabilitas politik juga menjadi faktor kunci yang akan menentukan minat investor,” jelas Anggawira.
Anggawira menuturkan HIPMI siap mendukung pemerintah dengan mendorong pengusaha muda untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan IKN, sambil memastikan investasi ini tidak hanya menguntungkan pengusaha besar tetapi juga memberdayakan UMKM lokal di sekitar IKN.
Advertisement
Jadi Awal Pemerataan Pembangunan
Ekonom dan Executive Director Segara Institute, Piter Abdullah menilai, IKN adalah program yang dapat menjadi titik awal pemerataan pembangunan. Dengan adanya IKN di Kalimantan, orientasi pembangunan diharapkan dapat bergeser ke luar Jawa.
“Pembangunan IKN seharusnya tidak perlu menjadi beban berat bagi APBN karena dilakukan secara bertahap. Dengan demikian, pemerintah masih dapat menjalankan program-program strategis lainnya,” kata dia kepada Liputan6.com.
Selain itu, pemerintah juga perlu mencari cara untuk mengatasi keterbatasan fiskal dan meningkatkan penerimaan pajak. Dengan biaya pembangunan yang sangat besar, proyek ini dinilai berisiko membebani keuangan negara, terutama di tengah tantangan ekonomi global yang masih tidak menentu.
Menurut sejumlah pengamat, langkah realistis yang harus diambil adalah melaksanakan pembangunan IKN secara bertahap. Dengan pendekatan ini, pemerintah dapat mengelola anggaran lebih efisien tanpa mengorbankan program strategis lainnya yang juga membutuhkan prioritas.
Selain itu, pemerintah diharapkan dapat memperkuat penerimaan negara, terutama melalui optimalisasi pajak dan efisiensi belanja. Dengan pengelolaan yang hati-hati, IKN bisa tetap menjadi solusi strategis tanpa memberikan beban berlebihan pada keuangan negara.
Tak Layak Secara Ekonomis
Mempertimbangkan berbagai hal, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Jakarta, Indonesia menegaskan pembangunan Ibu Kota Negara baru tidak layak secara ekonomis dan tidak sehat secara fiskal. Pertama dan mendasar, pengesahan Undang-Undang Ibu Kota Negara terjadi di tengah penurunan pendapatan negara akibat Pandemi COVID-19. Rasio pajak menurun, sedangkan rasio utang meningkat.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami stagnasi, tidak pernah lebih dari 5,5%. Pertumbuhan tertinggi pada 2022 sebesar 5,3% dan terendah pada 2020 sebesar -2,1%. Ini menunjukkan negara belum memiliki dasar ekonomi kuat untuk mengakselerasi pertumbuhan.
Ketiga, pembangunan fisik IKN diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp 466 triliun yang ditanggung ke dalam tiga skema. Antara lain melalui APBN sebesar Rp 89,4 triliun (19,2%), Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha alias KPBU dan swasta sebesar Rp 253,4 triliun (54,4%), dan anggaran dari BUMN serta Badan Usaha Milik Daerah sebesar Rp 123,2 triliun (25,4%).
"Mulanya skema kedua direncanakan sebagai penopang terbesar, tetapi laporan mengungkap bahwa SoftBank, perusahaan multinasional asal Jepang sebagai investor utama proyek Ibu Kota Negara, mengundurkan diri pada Maret 2022," jelas Direktur Eksekutif Celios, BhimaYudhistira.
Sampai saat ini, pemerintah tampaknya belum menemukan investor utama lain sehingga besar kemungkinan proyek ini akan semakin membebani anggaran negara. Di sisi lain, partisipasi swasta untuk pembiayaan pembangunan proyek umumnya akan meningkat apabila kondisi perekonomian menunjukkan tren membaik dan iklim investasi kondusif.
Menurut Bhima, pembangunan IKN berisiko gagal jika tidak ada perubahan mendasar dalam berbagai aspek. Selain dari sisi kebijakan, tantangan ekonomi makro, seperti inflasi dan ketidakstabilan global, mengancam ketersediaan modal dan minat investor.
Selain itu, teknologi yang digunakan belum mutakhir dan ramah lingkungan, terlebih sejumlah infrastruktur tidak sepenuhnya inovatif. Keterlibatan investor global juga masih minim, dengan sebagian besar pembiayaan berasal dari anggaran negara.
"Manajemen proyek juga menunjukkan kelemahan, termasuk kontrol biaya dan waktu yang buruk. Publik turut menyaksikan pergantian pejabat otorita, yang mencerminkan manajemen yang tidak optimal dan profesional, serta risiko kegagalan yang besar," pungkas Bhima.