Sukses

Beras-Listrik Tak Kena PPN 12%, Negara Tekor Rp 265,6 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan negara tidak akan menerima sekitar Rp 265,6 triliun dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan negara tidak akan menerima sekitar Rp 265,6 triliun dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025.

Angka ini berasal dari pembebasan PPN untuk berbagai barang kebutuhan pokok dan layanan esensial, meskipun tarif PPN akan naik menjadi 12 persen tahun depan.

Sri Mulyani menjelaskan, sejumlah barang dan jasa akan tetap bebas dari pengenaan PPN meski aturan baru diberlakukan. Berdasarkan kalkulasinya, pembebasan tersebut diperkirakan berdampak pada penerimaan negara sebesar Rp 265,6 triliun.

"Jika kita perkirakan, tahun depan pembebasan PPN akan mencapai Rp 265,6 triliun," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA, Rabu (11/12/2024).

Barang dan Jasa Bebas PPN

Sri Mulyani memaparkan bahwa barang dan jasa tertentu yang tidak dikenakan PPN sudah berlaku sejak lama. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Barang kebutuhan pokok: beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, dan gula konsumsi.
  • Jasa esensial: pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, keuangan, asuransi, dan vaksinasi.
  • Lainnya: buku, rumah sederhana, serta pemakaian listrik dan air minum.

Dampak Pembebasan PPN 2024

Saat ini, dengan tarif PPN sebesar 11 persen, nilai total pembebasan pajak terhadap barang dan jasa mencapai Rp 231 triliun. Hal ini disebut sebagai fasilitas pajak yang diberikan pemerintah untuk mendukung kebutuhan dasar masyarakat.

"Nilai barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN mencapai Rp 231 triliun tahun ini. PPN-nya dinolkan meskipun undang-undang menetapkan tarif 11 persen," jelas Sri Mulyani.

 

2 dari 2 halaman

Peningkatan Tarif PPN dan Kebijakan Pengecualian

Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam memperkuat penerimaan negara.

Namun, pengecualian terhadap barang dan jasa tertentu tetap dipertahankan untuk memastikan kebutuhan dasar masyarakat tidak terganggu.

Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara peningkatan pendapatan negara dan keberlanjutan ekonomi rakyat kecil.