Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Kamis, 12 Desember 2024. Harga minyak tergelincir seiring perkiraan pasokan yang melimpah di pasar minyak tetapi didukung oleh meningkatnya harapan pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed).
Mengutip CNBC, Jumat (13/12/2024), harga minyak mentah Brent berjangka merosot 11 sen atau 0,15 persen menjadi USD 73,41 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 27 sen atau 0,38 persen menjadi USD 70,02.
Baca Juga
Badan Energi Internasional atau the International Energy Agency (IEA) membuat sedikit revisi ke atas pada prospek permintaannya untuk tahun depan, tetapi masih mengharapkan pasar minyak akan dipasok dengan nyaman.
Advertisement
Pada Rabu, OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaannya pada 2024 untuk bulan kelima berturut-turut.
"Jika Anda melihat data aktual, IEA mengatakan kelebihan pasokan yang mereka prediksi akan terjadi saat ini juga,” ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Berdasarkan data dari IEA menunjukkan, persediaan minyak global turun 39,3 juta barel pada Oktober karena aktivitas kilang yang rendah bertepatan dengan peningkatan permintaan minyak global.
Di Amerika Serikat (AS), inflasi sedikit naik pada November, sesuai dengan harapan ekonom. Investor prediksi the Fed akan kembali memangkas suku bunga yang memicu optimisme tentang pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.
"Laporan inflasi memberikan banyak kenyamanan. Bisa saja lebih baik, tetapi tampaknya cukup rendah bagi the Fed untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan berikutnya,” ujar Analis SEB, Bjarne Schieldrop.
Permintaan Minyak Global Meningkat
Di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar di dunia, persediaan bensin dan sulingan meningkat lebih dari yang diharapkan pekan lalu.
Permintaan minyak global naik pada tingkat yang lebih lambat dari yang diharapkan bulan ini tetapi tetap tangguh, berdasarkan catatan analis JPMorgan.
Impor minyak mentah China tumbuh setiap tahun untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan pada November, naik lebih dari 14 persen dari tahun sebelumnya.
Di Timur Tengah, Iran setuju untuk diawasi lebih ketat oleh pengawas nuklir PBB, setelah negara itu mempercepat pengayaan uranium hingga mendekati tingkat senjata di sana yang menekan harga.
Advertisement
Harga Minyak Dunia Melonjak, Rusia Kena Sanksi Eropa Lagi
Sebelumnya, harga minyak naik pada Rabu setelah Uni Eropa menyepakati putaran tambahan sanksi yang mengancam aliran minyak Rusia. Namun, lonjakan harga minyak dunia ini dibatasi oleh kenaikan stok bahan bakar AS yang lebih besar dari perkiraan pekan lalu.
Dikutip dari CNBC, Kamis (12/12/2024), harga minyak mentah Brent naik USD 1,33 atau 1,84%, ditutup pada USD 73,52 per barel.
Sementara itu, minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) naik USD 1,70 atau 2,48%, menjadi USD 70,29 per barel.
Sanksi ke Rusia
Para duta besar Uni Eropa pada Rabu menyetujui paket sanksi ke-15 terhadap Rusia terkait perang di Ukraina, menurut kepresidenan UE Hungaria.
"Saya menyambut baik pengesahan paket sanksi ke-15 kami, yang khususnya menargetkan 'armada bayangan' Rusia," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di media sosial X.
Ini membantu Rusia menghindari batas harga USD 60 per barel yang diberlakukan oleh negara-negara G7 pada minyak mentah laut Rusia sejak 2022, sekaligus menjaga aliran minyak Rusia tetap berjalan.
Harga minyak mentah AS naik lebih dari $1 per barel setelah pengumuman sanksi tersebut.
"Keseriusan baru dalam menindak aliran minyak ini berpotensi mendukung pasar dan mengimbangi metrik permintaan tradisional yang sebelumnya menjadi fokus utama," ujar John Kilduff, mitra di Again Capital, New York.
Namun, kenaikan harga minyak pada Rabu dibatasi oleh laporan Administrasi Informasi Energi (EIA) yang menunjukkan bahwa stok bensin dan distilat AS naik lebih besar dari perkiraan pekan lalu, menekan harga minyak mentah.
Prediksi Permintaan Minyak
Sementara itu, kelompok produsen OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk 2024 dan 2025, keputusan ini adalah revisi penurunan kelima berturut-turut sepanjang tahun, sekaligus yang terbesar.
"OPEC sedang menghadapi kenyataan tentang tantangan yang ada. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan permintaan menunjukkan mereka harus bekerja keras untuk menyeimbangkan pasar menjelang 2025," tambah Kilduff.
OPEC+, yang menggabungkan anggota OPEC dengan produsen lain seperti Rusia, sebelumnya menunda rencana peningkatan produksi bulan ini.
Permintaan yang lemah, terutama di negara pengimpor terbesar, China, serta pertumbuhan pasokan dari produsen non-OPEC+, menjadi alasan di balik keputusan tersebut.
Harapan Pemulihan Permintaan dari China
Meski demikian, investor optimis terhadap peningkatan permintaan minyak dari China setelah Beijing mengumumkan rencana terbaru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada Senin, China mengumumkan akan menerapkan kebijakan moneter yang "relatif longgar" pada 2025, langkah ini menjadi pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir.
"Jika sebelumnya fokus pada sektor seperti kendaraan listrik dan infrastruktur, kini ada harapan bahwa China akan beralih ke kebijakan yang mendorong pengeluaran konsumen. Ini memicu optimisme di pasar minyak," kata Li Xing Gan, konsultan strategi pasar keuangan di Exness.
Advertisement
Respons Rusia dan AS
Impor minyak mentah China juga meningkat secara tahunan untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan pada November, naik lebih dari 14% dibandingkan tahun sebelumnya.
Respons Rusia dan AS
Sementara itu, Kremlin menyatakan bahwa laporan terkait potensi pengetatan sanksi AS terhadap minyak Rusia menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden ingin meninggalkan "warisan sulit" bagi hubungan AS-Rusia.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Rabu mengatakan bahwa pemerintah AS terus mencari cara kreatif untuk mengurangi pendapatan minyak Rusia, memanfaatkan permintaan minyak global yang melemah sebagai peluang untuk memberlakukan lebih banyak sanksi.