Liputan6.com, Jakarta - Dari China hingga Denmark, setiap negara memiliki tradisi unik dalam menunjukkan apresiasi. Berikut lima lokasi dengan karakteristik pemberian tip yang khas, serta panduan berapa banyak yang sebaiknya diberikan.
Mengutip dari BBC, Minggu (15/12/2024) Budaya pemberian tip di Amerika Serikat (AS) sedang menjadi topik perdebatan panas, terutama setelah muncul kabar bahwa karyawan di Apple Store pertama yang berserikat mengusulkan sistem tip.
Baca Juga
Fenomena ini memicu diskusi tentang budaya tip yang dianggap semakin tidak terkendali.
Advertisement
Istilah-istilah seperti 'guilt tipping' (tip karena merasa bersalah), 'tipping fatigue' (kelelahan memberi tip), 'tip creep' (peningkatan jumlah tip), dan 'tipflation' (inflasi tip) kini lebih sering terdengar.
Praktik ini pun menyebar ke berbagai negara, termasuk Spanyol yang baru-baru ini juga tengah memperdebatkannya. Namun, tidak semua negara memiliki semangat yang sama dalam budaya tip seperti di AS.
Di Prancis, misalnya, istilah service compris menunjukkan bahwa biaya layanan sudah termasuk dalam tagihan. Di Asia Timur, tidak adanya tradisi memberi tip justru menjadi kebanggaan.
Untuk menyoroti perbedaan budaya tip, berikut adalah beberapa negara dengan tradisi unik dalam pemberian tip yang mencerminkan aspek sosial dan budaya mereka:
1. Jepang
Di Jepang, memberi tip bukan hanya tidak umum tetapi juga dianggap memalukan dan canggung. Budaya layanan bebas tip sangat kuat, sehingga wisatawan asing sering diingatkan untuk berhati-hati.
"Meski diberitahu bahwa Jepang tidak menerima tip, banyak wisatawan yang tetap ingin menunjukkan apresiasi dengan uang – tetapi itu tidak berlaku di sini," kata James Mundy dari InsideJapan Tours.Â
"Orang sering meninggalkan uang di restoran, lalu dikejar pelayan yang mengembalikan uang tersebut. Orang Jepang bekerja dengan kebanggaan, dan ucapan seperti oishikatta (makanan ini lezat) atau gochiso sama (terima kasih telah menyiapkan makanan) jauh lebih dihargai."
Namun, ada pengecualian di ryokan (penginapan tradisional Jepang). Wisatawan dapat memberi uang kepada naka-san (pelayan yang menyiapkan makanan dan futon), tetapi harus dilakukan dengan cara yang benar. Jangan menyerahkan uang langsung; masukkan uang ke dalam amplop yang dihias khusus.
2. Mesir
Di Mesir, konsep baksheesh (tip atau sedekah) sangat melekat. Ini bisa diminta langsung oleh sopir taksi atau pemandu wisata, atau disampaikan secara halus, tetapi pada intinya, pemberian ini sudah menjadi kebiasaan.
Baksheesh sering salah dipahami sebagai pengemis. Namun, dalam Islam, memberi sedekah kepada yang membutuhkan adalah salah satu dari lima rukun agama, dan memahami hal ini akan memperdalam pemahaman wisatawan tentang budaya setempat.
Di restoran, hotel, dan bahkan pasar, pemberian tip sebesar USD 1-2 (atau EUR 30-40) dianggap cukup. Dalam beberapa kasus, memberikan tip sebelumnya dapat membuka peluang istimewa, seperti akses ke area terbatas.
3. Tiongkok
Meskipun modernisasi telah membawa banyak perubahan, budaya tidak memberi tip tetap kuat di Tiongkok. Sebelumnya, pemberian tip dianggap tidak sopan karena bertentangan dengan prinsip kesetaraan.
Namun, perubahan perlahan terjadi, terutama di kota besar seperti Beijing dan Shanghai, menurut Maggie Tian dari Intrepid Travel. "Di kota besar, pemberian tip untuk porter, pemandu wisata, atau bartender semakin diterima, meskipun tetap bukan kebiasaan."
Advertisement
4. Amerika Serikat
Tidak ada negara yang begitu serius dengan budaya tip seperti Amerika Serikat. Biasanya, 20-25% ditambahkan ke tagihan sebagai tip. Sistem digital juga membuat pemberian tip lebih kompleks, bahkan untuk pembelian sederhana seperti air mineral.
Di Amerika Serikat, pekerja layanan sering mengandalkan tip harian untuk menambah penghasilan mereka yang rendah. Praktisnya, hampir semua hal dengan atau tanpa layanan tambahan kini bisa memiliki biaya ekstra. Memahami sistem ini tidak selalu mudah: misalnya, tidak memberi tip per minuman di bar bisa berarti layanan yang lebih lambat atau bahkan diabaikan.
Meski beberapa kelompok mulai mendorong upah yang lebih adil tanpa bergantung pada tip, perubahan berjalan lambat. Wisatawan sebaiknya memahami bahwa meskipun tip secara hukum bersifat sukarela, banyak pekerja layanan bergantung pada tip untuk memenuhi kebutuhan.
5. Denmark
Sebagai salah satu negara dengan tingkat kebahagiaan tertinggi di dunia, Denmark tidak memiliki budaya tip yang kuat. Hal ini karena sistem kesejahteraan yang baik dan gaji yang lebih tinggi.
Ada dua alasan utama untuk ini: warga Denmark menikmati tingkat GDP per kapita yang tinggi dan sistem kesejahteraan sosial yang lebih baik dibandingkan banyak negara lain di dunia. Hal ini membuat pekerja layanan, sopir taksi, dan pekerja garis depan tidak bergantung pada tip seperti di negara lain. Selain itu, biaya layanan biasanya sudah termasuk dalam tagihan di restoran dan hotel.
Namun, di restoran, kebiasaan round up (membulatkan tagihan) sebagai tanda terima kasih masih umum dilakukan. Pelayanan yang luar biasa biasanya dihargai dengan kunjungan ulang daripada uang.
Â