Sukses

RI dan Malaysia Kehabisan Lahan untuk Tanam Kelapa Sawit

Di tengah meningkatnya konsumsi minyak sawit dunia, negara penghasil minyak sawit seperti Indonesia dan Malaysia justru kehabisan lahan untuk penanaman kelapa sawit.

Saat ini dunia sedang kehausan minyak sawit. Namun, banyak negara penghasil minyak sawit seperti Indonesia dan Malaysia justru kehabisan lahan untuk penanaman kelapa sawit akibat bergesernya fungsi lahan produksi.

Padahal wilayah yang berada di garis Khatulistiwa merupakan lokasi terbaik untuk menanam kelapa sawit. "Kondisi ini membuat tempat untuk menanam kelapa sawit berkualitas semakin terbatas," ungkap Kepala Riset Credit Suisse Tan Ting Min seperti dikutip dari Business Insider, Sabtu (11/5/2013).

Dalam laporan terakhirnya berjudul 'Asia Palm Oil Sector: A Year of Two Halves',  Tan menjelaskan, walaupun hampir 5 juta hektare pohon kelapa sawit sudah ditanam di Malaysia, tapi hanya sekitar 200 ribu-300 ribu pohon yang bertahan tumbuh. Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, menanam kurang dari setengah lahan yang tersedia pada 2003. Kedua negara ini tercatat memasok 85% kebutuhan minyak sawit dunia.

Sementara pada saat yang sama, kebutuhan minyak sawit murah terus meningkat. Permintaan minyak sayur global naik sekitar 3%-4% per tahun selama 30 tahun terakhir. Baru-baru ini, lanjut Tan, Malaysia menyumbang 30% dari produksi minyak sawit dan 44% dari total ekspor dunia.

Kebutuhan minyak sawit meningkat 8% per tahun. Minyak sawit telah merebut pangsa pasar dari jenis minyak sayur lainnya. Sebagian besar minyak sawit digunakan untuk makanan, khususnya minyak goreng.

"Terlepas dari adanya resesi atau ancaman perekonomian, permintaan pasti terus meningkat mengingat pertumbuhan populasi dan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang," ujar Tan.

"China, India dan Indonesia adalah tiga negara berpopulasi paling tinggi di dunia yang menjadi tiga konsumen terbesar minyak sawit," lanjut Tan.

Belum lagi, minat konsumen terhadap biodiesel berbahan kelapa sawit juga meningkat. Sebelum harga minyak mentah dunia turun di awal Mei, penjualan biodiesel dari kelapa sawit lebih rendah dari minyak mentah. Menurut Tan, hal itu menjadi alasan produk ini laku terjual tanpa subsidi untuk pertama kalinya sejak 2007. Kebanyakan biodiesel berbahan kelapa sawit ini dikirim ke pasar Eropa dan Amerika Serikat. Para pemasok BBM mencampur biodiesel dengan bensin yang dilakukan di awal tahun.

Sebelum 2007, penggunaan biodiesel nyaris berada di titik nol. Saat ini di sejumlah negara-negara, 10% minyak sawit diolah menjadi biodiesel sehingga penjualannya meningkat signifikan, dan hal ini didukung kebijakan pemerintah.

Situasi saat ini

Dengan banyaknya permintaan, harga minyak sawit kembali pulih. Indonesia, pemasok minyak sawit terbesar di dunia, tidak merilis laporan produksi minyak sawitnya. Tapi Malaysia, yang menempati posisi kedua melaporkan jumlah ekspor meningkat 5,5%  pada Maret naik 13% dari jumlah tahun sebelumnya.

Peningkatan tersebut merupakan dampak dari kebijakan pajak yang diterapkan pemerintah Malaysia di awal tahun agar mampu berkompetisi dengan para pemasok minyak sawit lainnya. Namun sekalipun dengan kenaikan harga, minyak sawit masih lebih murah daripada minyak kedelai atau minyak mentah.

Namun, para aktivis lingkungan semakin gencar memprotes. Hal itu membuat perusahaan-perusahaan perkebunan sulit perluasan lahan mereka seperti yang pernah terjadi di Malaysia dan Indonesia. Akhirnya, produsen sawit berekspansi. Mereka melirik lahan di Afrika untuk menanam kelapa sawit. Hal itu sudah dilakukan produsen sawit Malaysia di Liberia.  (Ndw)

    Video Terkini