Liputan6.com, Jakarta Setelah menguji level resistensi di USD 2.700 pada awal pekan, harga emas kembali tertekan akibat inflasi yang terus bertahan tinggi, memengaruhi ekspektasi terhadap siklus pelonggaran Federal Reserve. Hal ini yang mempengaruhi harga emas.
Dikutip dari Kitco, Senin (16/12/2024), logam mulia ini sempat mendapat dorongan awal pekan ini setelah berita bahwa bank sentral China kembali membeli emas.
Baca Juga
Setelah enam bulan jeda, data dari People's Bank of China menunjukkan pembelian lima ton emas pada November. Menurut para analis, hal ini menegaskan peran signifikan China dalam pasar emas dan menunjukkan permintaan yang sehat dari bank sentral menjelang 2025.
Advertisement
Namun, volatilitas jangka pendek tetap menghantui emas karena perhatian kini beralih ke pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve pekan depan.
Berdasarkan alat CME FedWatch, pasar telah sepenuhnya memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin setelah pertemuan akhir Fed tahun ini.
Harga emas spot terakhir diperdagangkan di USD 2.656,90 per ounce, naik 0,88% sepanjang minggu.
Tekanan dari Inflasi Wholesale
Pasar emas mulai melemah pekan ini setelah laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan Indeks Harga Produsen (PPI) utama naik 0,4% pada November, lebih tinggi dari angka 0,3% di bulan sebelumnya.
Selama 12 bulan terakhir, inflasi wholesale melonjak 3,0%, jauh di atas konsensus 2,5%. Kenaikan ini mengindikasikan ancaman terhadap harga konsumen masih tinggi, yang menurut beberapa ekonom dapat mencegah Federal Reserve untuk melonggarkan suku bunga lebih agresif.
Proyeksi Pemotongan Suku Bunga Minim
Analis dari Wells Fargo memperkirakan hanya ada satu pemotongan suku bunga tahun depan, sementara Bank of America memproyeksikan dua kali pemotongan pada 2025.
Naeem Aslam, Chief Investment Officer di Zaye Capital Markets, memperingatkan bahwa emas kemungkinan melemah pekan depan karena ekspektasi terhadap pemotongan suku bunga semakin terkikis.
“Kita mungkin akan melihat pemotongan yang cenderung hawkish karena data inflasi terbaru. Ini berarti harga emas kemungkinan akan terus tertekan,” ujar Aslam.
Namun, ia mencatat volume perdagangan mungkin menurun karena mendekati libur akhir tahun.
Pandangan Beragam terhadap Prospek Emas
Lukman Otunuga, Manajer Analisis Pasar di FXTM, menilai emas sedang berada di tengah tarik-menarik kekuatan. Meskipun sikap hawkish Fed menjadi hambatan, tren jangka panjang emas tetap bullish dengan kenaikan hampir 30% sejak awal tahun.
“Emas tertekan oleh kenaikan imbal hasil Treasury menjelang pertemuan Fed. Namun, jika Fed memberikan sinyal pelonggaran lebih lanjut tahun depan, harga emas berpotensi kembali ke level $2.700 atau lebih,” katanya.
Carley Garner, salah satu pendiri DeCarley Trading, menyebut bahwa kegagalan emas mempertahankan level $2.700 menunjukkan kelemahan. “Saat ini, saya melihat peluang untuk menjual pada saat terjadi reli,” ujarnya.
Di sisi lain, Michele Schneider, Chief Strategist di Marketgauge, memandang emas berada dalam pola bertahan di antara USD 2.600 hingga USD 2.800.
Ia juga mencatat, pelonggaran suku bunga global dan meningkatnya utang dunia menjadi faktor bullish jangka panjang bagi emas.
Advertisement
Fokus pada Data Ekonomi AS
Selain keputusan kebijakan Fed, pasar juga akan mencermati data ekonomi penting yang dapat memengaruhi siklus pelonggaran.
Angka penjualan ritel November akan memberikan wawasan tentang kondisi konsumen Amerika di awal musim liburan. Selain itu, data manufaktur dan pembacaan akhir PDB kuartal ketiga juga akan menjadi perhatian utama pasar.
Dengan berbagai faktor ini, harga emas diprediksi tetap berada dalam volatilitas tinggi seiring mendekatnya akhir tahun.