Liputan6.com, Jakarta PT Krakatau Tirta Industri (KTI), perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan air bersih dan air industri, telah menandatangani Perjanjian Konsorsium untuk Rencana Kerjasama Penyediaan & Pengelolaan Jaringan Air Bersih dan Air Limbah di Patimban Industrial Estate bersama PT Griya Idola (GI), perusahaan yang bergerak di sektor properti dan pengembangan real estate di Indonesia.
Kolaborasi ini merupakan bagian dari inisiatif kedua perusahaan dalam menyediakan kebutuhan air bersih dan pengolahan air limbah di Patimban Industrial Estate yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dengan penandatanganan ini, KTI dan GI berkomitmen dalam penyediaan kebutuhan air bersih dengan membangun Water Treatment Plant (WTP) dengan kapasitas 300 Liter per detik (L/s) serta pengolahan air limbah kawasan dengan membangun Wastewater Treatment Plant (WWTP) dengan kapasitas 240 L/s.
Advertisement
“Perjanjian ini menjadi langkah nyata perusahaan menapaki masa depan yang berkelanjutan dengan hadir dan berkontribusi mendukung percepatan PSN. Kami berharap kerja sama kedua belah pihak tidak berhenti hanya di pemenuhan kebutuhan air untuk Kawasan Patimban namun juga dapat terus berlangsung dengan pengembangan-pengembangan lainnya,” ujar Direktur Utama KTI, Pria Utama dalam keterangan tertulis, Selasa (17/12/2024).
Direktur Utama GI, Hengky Sidartawan mengatakan, dengan adanya Kerjasama ini maka diharapkan dapat memberikan percepatan fasilitas penyediaan air untuk kebutuhan di Patimban Industrial Estate dalam memenuhi kebutuhan air industri yang akan beroperasi nantinya.
"Kegiatan tersebut tentu dapat menciptakan multiplier effect pada kebangkitan ekonomi di wilayah Kabupaten Subang khususnya dan Provinsi Jawa Barat," tutur dia.
Sistem penyediaan air untuk Patimban Industrial Estate ini dirancang untuk diselesaikan secara bertahap (staging) hingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan kawasan. Proyek ini dijadwalkan dimulai dengan tahap konstruksi perdana pada tahun 2025 dan akan mulai beroperasi pada awal tahun 2026. Konsorsium menegaskan terkait komitmen Perusahaan untuk memprioritaskan kepedulian lingkungan.
Pelabuhan Patimban Belum Bisa Berfungsi untuk Kapal Kontainer, Kenapa?
Sebelumnya, belum beroperasinya Pelabuhan Patimban Subang untuk operasional kapal kontainer, disebut karena pelabuhan tersebut belum memiliki crane untuk bongkar muat kontainer, dan jaraknya jauh dengan kawasan industri. Hal ini tentunya membuat para pelaku industri tidak ingin beralih dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Pelabuhan Patimban.
Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoroti Pelabuhan Patimban yang hingga kini belum bisa menerima kapal logistik pengangkut kontainer. Padahal, jika disesuaikan dengan target yang disampaikan, seharusnya pada tahun 2023, Pelabuhan Patimban seharusnya sudah bisa menerima 3,5 juta teus per tahun.
"Masalahnya adalah pertama, Pelabuhan Patimban itu belum memiliki crane, yang digunakan untuk mengangkat peti kemas dari kapal ke dermaga penumpukan peti kemas di pelabuhan," kata Bambang Haryo, yang juga sebagai Anggota DPR - RI Komisi VII Kamis (5/12/2024).
Ia menyatakan dengan biaya pembangunan Pelabuhan Patimban sebesar Rp43,22 triliun, seharusnya Pelabuhan Patimban sudah memiliki fasilitas crane dan kelengkapan pelabuhan lainnya. Sebagai bahan perbandingan, Pelabuhan Kuala Tanjung Medan di Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT), yang dibangun hanya dengan nilai investasi sekitar Rp4 triliun saja, saat ini sudah bisa menerima 80.000 teus per tahun, dengan target adalah 800.000 teus.
Karena pelabuhan tersebut juga dilengkapi dengan crane yang memadai. Demikian juga Pelabuhan Makassar New Port, dibangun dengan biaya Rp 5.4 Trilliun, dengan kapasitas 2.5 juta teus per tahun, dan saat ini sudah menampung 257.981 Teus per tahun.
"Pelabuhan patimban dibangun dalam tiga tahap, tahap pertama di 2019 harusnya bisa menampung sekitar 350.000 Teus. Tahap kedua di tahun 2023, bisa menampung 3.75 juta Teus. Sedangkan target penyelesaian di Triwulan III 2024, bisa menampung 7.5 juta Teus, tetapi sampai dengan saat ini, tidak ada satu peti kemas (Teus) pun ada di pelabuhan tersebut, Ya karena crane nya belum ada. Lalu bagaimana kapal bisa memindahkan muatannya kalo tidak ada crane nya di pelabuhan tersebut?" Tanya nya.
Apalagi pelabuhan tersebut juga jauh dari kawasan industri. Dimana project strategis nasional, Kawasan Industri Subang Smartpolitan, yang direncakan terintegrasi dengan pelabuhan Patimban yang juga masuk ke dalam proyek strategis nasional.
Advertisement
Dermaga Pelabuhan Patimban
Ditambah pula, panjang dermaga Pelabuhan Patimban yang hanya 840 meter, tidak mencukupi untuk menampung kapal dengan target muatan 7,5 juta teus. Karena untuk menampung muatan 21.000 teus per hari, dibutuhkan panjang dermaga sekitar 4 kilometer.
"Kapasitas dermaga saja sudah tidak sesuai dengan target teus yang diinginkan," ujarnya tegas.
Masalah kedua, adalah tidak terkoneksinya jalur logistik, antara kawasan industri dengan pelabuhan atau bandara. Bambang Haryo menyatakan jarak antara Kawasan Industri Subang Smartpolitan dengan Pelabuhan Patimban sekitar 50 kilometer dan dengan Pelabuhan Internasional Kertajati juga juga berjarak sekitar sekitar 50 kilometer.
"Kawasan industri itu dibangun kan untuk terintegrasi dengan Pelabuhan Patimban. Tapi ternyata, jaraknya 54,3 kilometer dengan Pelabuhan Patimban. Seharusnya, kalau kawasan industri yang dibangun untuk terintegrasi dengan pelabuhan, jaraknya tidak sejauh itu. Maksimal dalam radius 5-10 kilometer. Seperti Kuala Tanjung itu, jarak pelabuhan dengan industri kurang dari 2 kilometer. Sehingga, biaya logistiknya menjadi murah," kata legislator Gerindra ini.