Sukses

Konsumsi Rumah Tangga Makin Loyo Imbas PPN 12%

Bantuan stimulus yang disasarkan pada masyarakat hanya melanjutkan yang sudah pernah diberikan. Hal ini tidak bisa menjadi kompensasi kenaikan PPN menjadi 12%.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan PPN 12 persen ini merupakan bagian dari amanat yang terdapat dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021.

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda mengingatkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% berisiko menurunkan daya beli rumah tangga yang dapat berpengaruh ke konsumsi.

Hal ini berkaca dengan penurunan konsumsi rumah tangga yang terjadi pada kenaikan PPN sebelumnya.

“Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persen-an. Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat,” ungkap Nailul Huda kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Ia juga melihat, bantuan stimulus yang disasarkan pada masyarakat juga hanya melanjutkan yang sudah pernah diberikan.

Huda menyebut, beberapa menghasilkan dampak kepada perekonomian, namun tidak memberikan multiplier effect kepada penyerapan tenaga kerja formal.

“Seperti contohnya insentif pembelian rumah yang hanya memberikan dampak ke PDB namun kecil kepada pekerjaan sektor formal,” jelas dia.

Adapun insentif yang diberikan ke masyarakat kaya dengan insentif otomotif (EV dan Hybrid) serta properti maksimal seharga Rp 5 miliar.

Sebagai informasi, Pemerintah melanjutkan pemberian sejumlah insentif yang telah berlaku sebelumnya seperti PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp 5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar

Selain itu juga PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.

“Siapa yang mampu membeli properti hingga Rp 5 miliar jika tidak orang kaya,” ujar dia.

2 dari 3 halaman

PPN 12 Persen pada 2025, Sri Mulyani: Masih Relatif Rendah Ketimbang Negara Lain

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, tarif PPN Indonesia yang saat ini sebesar 12 persen masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, baik di kawasan emerging market maupun negara-negara anggota G20.

Sebagai contoh, Brasil mengenakan tarif PPN sebesar 17 persen, Afrika Selatan 15 persen, India 18 persen, dan Turki bahkan mencapai 20 persen.

"(PPN) 11 persen atau ke-12 persen dibandingkan banyak negara dan kalau kita beberapa negara emerging," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

Walaupun demikian, meskipun tarif PPN Indonesia terbilang rendah, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan rasio pajak atau tax ratio yang saat ini berada di angka 10,4 persen.

Rasio pajak yang relatif rendah ini mencerminkan tantangan yang harus dihadapi dalam memperbaiki sistem perpajakan agar dapat mendukung pembiayaan APBN yang berkelanjutan.

"Jadi, Indonesia saat ini dengan 11 persen (PPN), tax ratio kita masih di 10,4 persen bisa memberikan gambaran pekerjaan rumah dan perbaikan yang harus kita lakukan. Tidak selalu bahwa kita harus naik setinggi yang lain, tapi ini juga menggambarkan di mana posisi Indonesia," ujar dia.

Meskipun demikian, pemerintah tetap berhati-hati dalam merancang kebijakan pajak agar tidak membebani masyarakat terlalu besar, terutama di tengah proses pemulihan pasca-pandemi.

"Di dalam menjalankan polisi ini kita sungguh berhati-hati," ujarnya. Disisi lain, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pasca kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda stabilitas yang terjaga.

3 dari 3 halaman

Indikator Ekonomi

Berbagai indikator ekonomi, antara lain inflasi yang relatif rendah sebesar 1,5 persen, penurunan harga pangan, serta meningkatnya kepercayaan konsumen, menunjukkan perekonomian Indonesia dapat bertahan dengan baik. Konsumsi domestik juga tetap tumbuh, yang tercermin dalam peningkatan penjualan ritel dan jumlah pekerja formal yang semakin meningkat.

"Kami memahami pandangan berbagai pihak. Kami juga melihat data konsumsi rumah tetangga yang tetap terjaga stabil. Kemudian inflasi yang mengalami penurunan bahkan relatif rendah di 1,5 persen," ujarnya.

Intinya, kata Sri Mulyani, pemerintah sangat berhati-hati dalam menaikkan PPN dari sebelumnya 10 persen ke 11 persen, lalu dari 11 persen ke 12 persen, serta berhati-hati dalam penerapan berbagai stimulus fiskal melalui APBN.

"Kami sangat hati-hati melihat bagaimana pengalaman kenaikan PPN 11 persen pada saat post-Covid. 2021 ke 2022 waktu itu undang-undang HPP diperlakukan tanggal 1 April 2022. PPN naik dari 10 ke 11 persen. Kita lihat berbagai data, lesson learned," pungkasnya.

 

Video Terkini