Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diharapkan segera memulai penerapan Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia berstandar Euro 4 di Indonesia. Langkah ini demi menekan polusi udara di berbagai kota, terutama Jabodetabek.
Berdasarkan kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), dan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia melakukan Analisis Dampak Kebijakan Peningkatan Kualitas BBM terhadap Aspek Lingkungan, Kesehatan dan Ekonomi.
Baca Juga
Kajian ini menunjukan bahwa penerapan BBM Euro IV mulai dari 2025 hingga 2030 dapat mengurangi polusi udara di Jabodetabek, termasuk menurunkan polutan particulate matter (PM) 2.5 hingga 96 persen serta SOx, NOx hingga 82-98 persen.
Advertisement
Sedangkan tanpa perubahan, beban polusi dari kendaraan diestimasi akan meningkat sekitar 30-40 persen pada 2030 nanti, dikarenakan peningkatan jumlah kendaraan dan jumlah aktivitas transportasi.
BBM Euro IV memiliki kandungan sulfur setara 50 ppm. Sebaliknya, lebih dari 90 persen BBM yang beredar di pasar Indonesia berkualitas rendah dengan kandungan sulfur tinggi, mencapai 150-2.000 ppm, tergantung jenis bahan bakarnya.
Tingginya kandungan sulfur dalam BBM menyebabkan rendahnya kualitas udara, meningkatnya masalah kesehatan, dan menambah biaya pengobatan.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengungkapkan polusi udara di Jakarta telah menambah beban biaya kesehatan terkait polusi seperti pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan penyakit jantung iskemik.
Data BPJS menunjukkan klaim pengobatan terkait polusi udara di Jakarta hampir mencapai Rp1,2 triliun pada 2023, dengan penyakit jantung iskemik berkontribusi sebesar Rp471 miliar dan penyakit influenza, serta pneumonia sebesar Rp409 miliar.
“Indonesia perlu segera menerapkan Euro IV dengan didukung kebijakan yang terintegrasi, disertai dengan pengawasan dan penegakan aturan yang ketat. Pemerintah perlu memastikan kesiapan kilang domestik untuk memenuhi BBM Euro IV.
Meski membutuhkan investasi signifikan, kolaborasi pemerintah dan swasta dalam teknologi serta infrastruktur kilang akan membawa manfaat yang jauh lebih besar bagi lingkungan, kesehatan, dan ekonomi,” ungkap Fabby.
Pemerintah Harus Ambil Langkah Ini
Ilham R. F. Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR, dalam pemaparannya menyebut penerapan Euro IV akan berimplikasi pada peningkatan biaya produksi BBM sekitar Rp200 - Rp500 per liter.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mempersiapkan ruang fiskal untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari penerapan peta jalan Euro IV tersebut.
Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan skema pembiayaan peningkatan biaya produksi BBM dengan berbagai skenario seperti tambahan biaya jika ditanggung oleh pemerintah, dibebankan kepada konsumen atau dengan membatasi akses BBM bersubsidi bagi kelompok masyarakat tertentu.
Advertisement
Sesuai Peta Jalan
“Kajian ini secara khusus menilai dampak peningkatan kualitas udara terhadap tiga penyakit dari 12 daftar penyakit akibat polusi di Jakarta, yaitu pneumonia, jantung iskemik, dan PPOK. Total penurunan beban biaya dari pengurangan klaim BPJS untuk pengobatan ketiga penyakit ini pada 2030 diperkirakan mencapai Rp550 miliar dengan rincian pneumonia sebesar Rp246 miliar, jantung iskemik sebesar Rp268 miliar, dan PPOK Rp36 miliar,” jelas Ilham.
Kajian ini mendorong pemerintah untuk menerapkan Euro IV dengan memastikan ketersediaan BBM EURO IV sesuai peta jalan, serta kesiapan kilang domestik untuk menyediakannya.
Selain itu, meskipun peningkatan kualitas BBM ini merupakan langkah yang krusial, langkah tersebut perlu didukung dengan berbagai kebijakan transportasi berkelanjutan lainnya, termasuk penyediaan transportasi publik yang nyaman, pengetatan baku mutu emisi dan efisiensi bahan bakar (fuel economy) kendaraan bermotor, pengalihan ke kendaraan listrik, serta penerapan manajemen lalu lintas yang ramah lingkungan (eco-sensitive traffic management).