Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir menyebut beberapa produk dari perusahaan pelat merah akan terdampak oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Pemerintah memastikan tarif PPN naik mulai 1 Januari 2025. Meski aturan itu berlaku untuk barang dengan kategori mewah atau bagi masyarakat mampu.
Baca Juga
"Pasti (BUMN terdampak)," ujar Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Advertisement
Dia menerangkan, pemerintah memutuskan penerapan PPN 12 persen untuk barang kategori mewah. Ini jadi arahan Presiden Prabowo Subianto.
"Bapak Presiden sudah memutuskan untuk yang mampu dikenakan, untuk yang kurang mampu tidak dikenakan," ujarnya.
Erick menilai, kebijakan itu jadi langkah bijak untuk menjaga keseimbangan ekonomi. Upaya itu bisa meningkatkan serapan pajak dari masyarakat mampu sambil melindungi masyarakat tidak mampu.
"Saya rasa sangat bijak, karena memang keseimbangan pemeratan ekonomi itu kan harus ada keberlanjutan,” ucapnya.
"Salah satunya ya bagaimana peran pajak itu ditingkatkan, sehingga pemerintah punya program yang baik untuk masyarakat secara menyeluruh. Untuk yang kurang mampu diproteksi, yang mampu ya bayar lebih," Erick Thohir menambahkan.
Jenis Barang Kena PPN
Adapun beberapa barang yang terkena PPN cukup banyak. Seluruhnya dinilai masuk dalam kategori premium yang dipakai oleh masyarakat mampu.
Misalnya, Beras Premium, Daging Premium, Ikan dan Seafood Premium, Buah-Buahan Premium, Layanan Pendidikan Premium, Pelayanan Kesehatan VIP, Listrik Daya Besar: Rumah tangga dengan daya listrik 3500 hingga 6600 VA.
Beberapa produk itu turut ditawarkan oleh BUMN. Beras premium misalnya ada yang dijual oleh Perum Bulog. Layanan rumah sakit juga ditawarkan oleh PT Pertamina Bina Medika serta listrik dilayani oleh PT PLN.
Alasan Sri Mulyani Tetap Naikkan PPN 12 Persen per 1 Januari 2025
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal 2025 telah dipertimbangkan secara bertahap dan matang. Kebijakan PPN 12 persen sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021.
Sri Mulyani menjelaskan, Undang-Undang HPP, yang disahkan pada 29 September 2021, tidak hanya mengatur peraturan perpajakan, tetapi juga mencakup kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Salah satunya adalah melalui penyesuaian tarif PPN secara bertahap.
Kenaikan tarif PPN sebelumnya, dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dirancang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi. Begitu pula dengan kenaikan berikutnya dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
“Waktu itu, bahkan setelah pandemi, kita menaikkan tarif dari 10 persen ke 11 persen pada 1 April 2022. Kemudian DPR memutuskan penundaan kenaikan berikutnya hingga 1 Januari 2025. Hal ini memberi masyarakat waktu untuk pulih dengan memadai,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Advertisement
Kebijakan Pro Rakyat dalam Undang-Undang HPP
Menkeu menegaskan, dalam pembahasan Undang-Undang HPP, pemerintah tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Melalui undang-undang ini, pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat. Hal ini meliputi sektor pangan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan jasa sosial lainnya. Tujuannya adalah untuk meringankan beban masyarakat dan memastikan akses yang lebih adil terhadap barang dan jasa esensial.
“Hampir seluruh fraksi setuju bahwa negara harus menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Keberpihakan ini diwujudkan melalui fasilitas PPN untuk barang kebutuhan pokok, baik berupa barang maupun jasa yang dikonsumsi masyarakat luas,” kata Sri Mulyani.
Detail dan Pertimbangan Matang
Sri Mulyani menambahkan bahwa selama proses pembahasan Undang-Undang HPP, semua kebutuhan masyarakat telah dipertimbangkan secara rinci dan mendalam.
“Jadi, saat membahas Undang-Undang HPP, kami benar-benar memikirkan secara detail kebutuhan masyarakat dan situasi yang ada,” tutupnya.
Advertisement