Liputan6.com, Jakarta Polemik mengenai penyusunan aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek terus bergulir. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, menyatakan bahwa sudah sepatutnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mempertimbangkan dampak ekonomi. Apalagi, industri tembakau telah berkontribusi besar bagi pendapatan negara melalui penerimaan cukai.
Baca Juga
Merrijantij juga menjelaskan industri tembakau memiliki kontribusi yang signifikan bagi ekonomi nasional, misalnya melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang telah dimanfaatkan sebesar 40% untuk mendukung biaya kesehatan. Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa industri tembakau telah memberikan kontribusi langsung pada mitigasi persoalan kesehatan masyarakat.
Advertisement
“Yang utama adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat Indonesia terkait bahaya merokok dan kembali kepada hak masing-masing apakah memutuskan untuk merokok atau tidak,” terangnya.
Merrijantij mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi terkait penyusunan aturan tersebut. Hal ini menunjukkan minimnya koordinasi antar kementerian dalam pembahasan regulasi tersebut.
Padahal, Merrijantij mengatakan pihaknya telah menyiapkan data-data mengenai potensi atau risiko dampak negatif dari aturan tersebut untuk menjadi bahan diskusi. Selain itu, Kemenperin memastikan bahwa suara industri juga akan dapat didengar ketika pembahasan antar kementerian resmi dimulai oleh Kemenkes.
“Kalau pada saatnya nanti diskusi dibuka, kita sudah menyiapkan posisi industri secara lebih komprehensif,” imbuhnya.
Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Hambat Ekonomi
Sebelumnya, wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus memicu polemik. Sejumlah kalangan menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak mengindahkan desakan berbagai pihak untuk mempertimbangkan ulang aturan yang dapat mengancam keberlangsungan perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Eko Harjanto, menyoroti bahwa Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kemenkes dianggap terlalu ketat, bahkan melebihi standar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang notabene tidak diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.
”Kami menerima banyak keluhan dari asosiasi petani dan industri. Mereka merasa pengaturan yang terlalu ketat justru akan menghambat kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap ekonomi, termasuk pembayaran cukai,” katanya dikutip Selasa (10/12/2024).
Eko juga mengingatkan bahwa IHT memiliki multiplier effect yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga kontribusi terhadap pendapatan negara. “Kami berharap kebijakan yang dihasilkan (untuk IHT) tidak mengekang, melainkan seimbang antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan industri,” tambahnya.
Selain itu, Eko menilai pembahasan Rancangan Permenkes perlu melibatkan lebih banyak pihak terkait agar hasil akhirnya tidak merugikan salah satu sektor. “Kami berharap pembahasan ini dilakukan secara inklusif dengan mengundang semua pihak yang terdampak, termasuk asosiasi petani dan industri,” tegasnya.
Advertisement
Aturan Restriktif
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti sikap jajaran Kemenkes yang tampak bersikukuh untuk meloloskan aturan restriktif terhadap IHT melalui Rancangan Permenkes. Padahal, aturan ini memiliki dampak negatif yang signifikan bagi perkonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
“Kalau Kemenkes masih bersikukuh (untuk menerbitkan Rancangan Permenkes) dengan satu tujuan yaitu untuk kesehatan, tapi tidak mempertimbangkan dampak ekonominya, maka ini bukan keputusan yang bijaksana,” terangnya.
Bahkan, Nurhadi menegaskan sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa Rancangan Permenkes ini diputuskan untuk ditunda. Namun, jajaran Kemenkes masih terus mendorong pembahasan aturan ini sehingga kegaduhan terus terjadi.
"Apakah jajaran Kemenkes ini tidak satu komando dengan pimpinannya? Ini harus diklarifikasi oleh jajaran di bawah Menteri Kesehatan," serunya.