Sukses

Pengusaha: Kurangnya Eksplorasi Jadi Tantangan Pemanfaatan Sumber Nikel Indonesia

Diperkirakan masih ada 60% green field nikel yang belum dieksplorasi. Sementara itu, permintaan nikel global diperkirakan akan meningkat hingga 3,5 kali dalam rentang 2015-2050.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki potensi meningkatkan hingga 2 kali GDP per kapitanya dari hasil hilirisasi sumber mineral kritis, salah satunya nikel yang kini sebagian besar cadangannya berada di negara tersebut.

Ketua Komite Tambang & Minerba bidang ESDM Dewan Pengurus Nasional (DPN) Apindo, Hendra S. Sinadia mengutip Data BPS yang menunjukkan bahwa hilirisasi akan membawa dampak ekonomi yang signifikan terhadap Indonesia, sebesar 10,000 USD pada tahun 2045, atau naik dua kali lipat dari USD 4,919 pada 2023.

Namun, ia juga mencatat, beberapa tantangan perlu diatasi yaitu penurunan eksplorasi mineral kritis karena minimnya investasi.

"Tantangan terbesar adalah eksplorasi dalam memastikan keberlanjutan, khususnya pada pasokan nikel untuk memenuhi kebutuhan Industri atau investasi yang kebanyakan menggunakan cadangan limonit," ungkap Hendra, dalam Executive Forum yang digelar di The Tribrata Hotel & Convention Center, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).

"Jadi kalau industrinya bisa didorong, tentu pemanfaatan cadangan kualitas nikel kalori rendah bisa lebih dimanfaatkan dan kita punya cukup banyak," lanjutnya.

Hendra menyebut, diperkirakan masih ada 60% green field nikel yang belum dieksplorasi. Sementara itu, permintaan nikel global diperkirakan akan meningkat hingga 3,5 kali dalam rentang 2015-2050 dengan industri baterai sebagai penggerak utama permintaan tersebut.

Adapun catatan dari Wood Mackenzie yang mengungkapkan bahwa permintaan nikel global akan melebihi 4 juta ton pada tahun 2040.

"Jadi potensinya masih sangat besar. Maka dengan eksplorasi yang bisa dikatakan minim saja untuk cadangan limonit kita masih punya cukup banyak, apalagi jika eksplorasinya didorong," ujar dia.

Adapun tantangan terkait persyaratan usaha termasuk AMDAL dan pembebasan lahan, terbatasnya insentif yang menarik untuk investasi dan pendanaan rumah, serta keterbatasan tenaga kerja dan kekhawatiran kesenjangan sosial di daerah lokasi tambang mineral.

2 dari 3 halaman

Indonesia Bakal Kuasai 75% Rantai Pasok Nikel Dunia

Sebelumnya, Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengatakan Indonesia memainkan peran yang sangat besar dalam rantai pasok nikel dunia, yang diprediksi akan mencakup hingga 75% dari total pasokan global.

Hal ini menunjukkan betapa strategis dan signifikan kontribusi Indonesia dalam pengembangan nikel, khususnya sebagai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik (EV) di masa depan.

"Kami sampaikan bahwa peran Indonesia dalam supply chain nickel itu sangat besar di dunia itu akan mencapai 75%. Artinya, peran Indonesia sangat strategis dan signifikan dalam pengembangan nikel sebagai bahan baku untuk battery electric vehicle ke depannya," kata Hendi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DRP RI, di Jakarta, Rabu (4/12/2024). 

Adapun dalam lima tahun ke depan, Indonesia berencana untuk memperkuat pengembangan bahan baku untuk material baterai EV. Salah satunya adalah mengolah limonit hasil pertambangan nikel menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

Proses ini kemudian dilanjutkan dengan pencampuran bahan lain untuk menghasilkan precursor, katoda, dan akhirnya sel baterai, yang semuanya akan mendukung produksi baterai EV secara lebih efisien dan berkelanjutan.

"Dalam waktu ke depan ini selama 5 tahun ke depan kita akan mengembangkan bahan baku untuk EV battery material. Artinya kita akan membuat battery chemical dari produk limonit hasil pertambangan nikel," ujarnya. 

3 dari 3 halaman

Terlibat dalam Pembuatan Produk Akhir

Lebih lanjut Hendi menyampaikan, melalui hilirisasi, MIND ID berupaya mengolah nikel menjadi bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik, seperti bahan kimia baterai dan precursor yang digunakan untuk membuat katoda, baterai sel, hingga akhirnya menjadi baterai listrik itu sendiri.

Kata Hendi, hilirisasi di sini tidak dimaksudkan untuk terlibat dalam pembuatan produk akhir, tetapi lebih kepada pemrosesan bahan mentah hasil pertambangan menjadi bahan baku yang siap untuk industri.

Sebagai contoh, di sektor tembaga, MIND ID memproduksi katoda tembaga yang menjadi bahan baku untuk berbagai industri manufaktur. Selain itu, di sektor bauksit, perusahaan ini mengolah bauksit menjadi alumina, yang kemudian digunakan dalam proses pembuatan aluminium di smelter.

"Kalau di masa lalu sebelum ada program hilirisasi kami hanya mengeksplor bahan mentah yang langsung ditambang. Tapi sesudah periode hilirisasi kami masuk ke kegiatan mengolah bahan mentah hasil pertambangan tadi menjadi bahan baku untuk industri," pungkasnya.

 Â