Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025 ditangkap sebagai sebuah peluang oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), untuk menarik lebih banyak orang berpindah ke IKN.Â
Lantaran, Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN Agung Wicaksono mengungkapkan, pemerintah telah memberikan sejumlah insentif pajak bagi para investor dan warga IKN di kemudian hari.Â
Baca Juga
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28 Tahun 2024, sejumlah insentif pajak yang ditawarkan di IKN, mulai dari tax holiday dengan jangka waktu 30 tahun bagi investor, pengurangan penghasilan bruto (super tax deduction) hingga 350 persen, sampai pajak penghasilan (PPh) 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pegawai yang bekerja di IKN.Â
Advertisement
"Justru saya melihat mungkin itu juga peluang, PPN 12 persen kalau spending-nya di IKN dengan berbagai insentif itu. Ini menjadi tempat yang lebih atraktif dibanding area lain di Indonesia. Saya melihat opportunity di situ," ujar Agung di Kantor Otorita IKN Nusantara, Kalimantan Timur, dikutip Sabtu (21/12/2024).
"Kemudian PPh 21 ini nanti kalau udah jadi ibu kota nih, saya yang berdomisili di sini, berpenghasilan di sini, maka kena pembebasan PPh 21," kata dia seraya mencontohkan.
Selain dari sisi pekerja, Agung pun belum melihat adanya dampak lonjakan PPN menjadi 12 persen dalam proses pembangunan IKN. Ia mencontohkan pembangunan Qubika Boutique Hotel di proyek ibu kota baru, yang memakan ongkos produksi tidak sedikit.Â
"Dia bangun pake home decor. Jadi home decor ditumpuk, nah ini tetap berjalan. Memang meresmikannya tunggu infrastruktur dasarnya jalan di depannya itu tuntas. Itu toh tetep lanjut," ungkapnya.
Agung menilai, tantangan dalam membangun IKN tidak hanya datang dari dalam negeri, tapi juga pada lingkup global di tengah memanasnya situasi geopolitik dunia saat ini. Namun, ia meyakini kelanjutan proyek ibu kota baru ini bakal terus berjalan.Â
"Mudah-mudahan dengan tantangan yang ada di dunia terus berlanjut, karena ini tantangan global bukan hanya di Indonesia, soal ekonomi ini," pungkas Agung.Â
China Bakal Jadi 'Raja' Investasi di IKN
Sebelumnya, Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) melaporkan, ketertarikan investor asing untuk menanamkan modalnya di proyek IKN sangat besar. Bahkan, total potensi investasinya bisa mencapai Rp 1.042,21 triliun.
Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN Agung Wicaksono mengatakan, saat ini sudah masuk 531 surat pernyataan minat atau Letter of Intent (LoI) untuk berinvestasi di IKN. Mayoritas memang masih berasal dari investor dalam negeri.
"Kalau dilihat dari situs investara.ikn.go.id, kita bisa melihat, dari 531 LoI, 329-nya yang domestik, 202 investasi luar negeri," ujar Agung di Kantor Otorita IKN di Nusantara, Kalimantan Timur, Jumat (20/12/2024).
Meskipun secara jumlah lebih dominan, namun potensi investasi dalam negeri masih kalah besar dibanding investasi asing. Adapun dari 329 LoI yang masuk, potensi investasi dalam negeri sekitar Rp 461,78 triliun.
Sementara dari 202 LoI investasi asing yang masuk ke OIKN, proyeksi nilainya bisa mencapai Rp 580,43 triliun. "Jadi potensi totalnya (dalam dan luar negeri) sekitar Rp 1.042,21 triliun," sambung Agung.
Advertisement
Investasi China Paling Dominan
Adapun minat investasi asing itu datang dari banyak negara. China jadi yang paling banyak dengan 35 LoI, dengan potensi investasi mencapai Rp 112,54 triliun. Disusul Singapura dengan 30 LoI (Rp 5,92 triliun), dan Malaysia dengan 26 LoI (Rp 74,45 triliun).
Namun, potensi dari ketiga negara tersebut masih kalah dibanding minat investasi Amerika Serikat (AS) ke IKN. Meskipun hanya mengirimkan 10 LoI, proyeksi nilai investasi yang bisa dihimpun mencapai Rp 247 triliun.
Negara-negara lain yang telah mengutarakan minatnya terhadap IKN, antara lain, Korea Selatan dengan 18 LoI (Rp 98,49 triliun), Austria dengan 3 LoI (Rp 18,98 triliun), Uni Emirat Arab 5 LoI (Rp 3,3 triliun).
Ketertarikan investasi juga datang dari negara-negara Uni Eropa dan Brittania Raya. Sebut saja Belanda dengan 3 LoI (Rp 0,1 triliun), Inggris dengan 5 LoI (Rp 0,3 triliun), Perancis dengan 3 LoI (Rp 2,75 triliun), Jerman dengan 5 LoI (Rp 0,53 triliun), hingga Rusia dengan 1 LoI (Rp 0,8 triliun).
Â