Liputan6.com, Jakarta Fluktuasi nilai tukar atau kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi akan terus terjadi pada 2025. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terkena dampak signifikan dari situasi global saat ini, mulai dari kebijakan tarif impor Presiden AS terpilih, Donald Trump, hingga konflik geopolitik.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan bahwa rencana kebijakan tarif Trump masih akan memberikan pengaruh besar terhadap rupiah, terutama jika kebijakan tersebut benar-benar direalisasikan.
Baca Juga
"Banyak yang khawatir kebijakan proteksionisme ini bisa memicu perang dagang dan perang mata uang. Rupiah akan menjadi sangat volatil dan cenderung melemah tahun depan," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (23/12/2024).
Advertisement
Selain itu, konflik geopolitik di Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina diperkirakan akan semakin memberatkan pergerakan rupiah pada tahun depan. Ditambah lagi dengan pelemahan ekonomi di salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, yakni China, yang juga bisa memberikan dampak signifikan.
"Perang di Ukraina dan situasi di Timur Tengah berpotensi menekan rupiah, tetapi jika perdamaian tercapai, situasi bisa membaik. Di sisi lain, ekonomi China yang masih lemah turut menekan harga komoditas," imbuh Lukman.
Ia memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi menembus level 17.000. "Tahun depan diperkirakan berada di kisaran 16.700–17.000 per dolar AS," sebutnya.
Dinamika Pasar Global dan Pengaruh Kebijakan Trump
Senada dengan Lukman, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih cukup volatil, terutama jika melihat dampak dari kebijakan Donald Trump. Kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat memicu perang dagang baru yang semakin melemahkan rupiah.
"Pertanyaannya adalah apakah kebijakan The Fed (bank sentral AS) akan melanjutkan pemangkasan suku bunga atau menundanya, serta apakah perang Rusia-Ukraina dan konflik lainnya akan berakhir," papar Ariston kepada Liputan6.com.
Potensi Rupiah Menembus 17.000
Dengan berbagai faktor global yang masih dinamis, Ariston menilai peluang pelemahan nilai tukar rupiah ke level 17.000 atau lebih masih sangat terbuka. "Situasi masih dinamis, dan peluang pelemahan rupiah masih ada," pungkasnya.
Rupiah Menguat di Senin Pagi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan pekan ini. Namun polemik mengenai kenaikan Pajak Pertambangan Nilai (PPN) menjadi 12% menjadi beban bagi penguatan rupiah pada hari ini.
Pada Senin (23/12/2024), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 69 poin atau 0,42 persen menjadi 16.153 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.222 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan penurunan data inflasi Amerika Serikat (AS) menguatkan nilai tukar (kurs) rupiah.
Rilis inflasi Indeks Harga Belanja Personal atau Personal Consumption Expenditure (PCE) AS pada bulan November 2024 yakni 0,1 persen month to month (MoM), di bawah kenaikan bulan sebelumnya yang sebesar 0,3 persen.
“Core PCE Price indeks MoM bulan November di bawah kenaikan bulan sebelumnya, yakni 0,1 persen (dari sebelumnya) 0,3 persen,” ujarnya dikutip dari Antara.
Advertisement
Dolar AS Melemah Tipis
Pada pagi ini, indeks dolar AS juga menurun jadi 107,80, di bawah pergerakan Jumat (20/12) pagi yang sebesar 108,49.
Penurunan indeks dolar AS ini terjadi setelah penurunan data indikator inflasi AS yang dirilis di Jumat (20/12) malam.
“Reaksi dolar AS terhadap hasil data inflasi AS ini bisa berdampak pada penguatan rupiah hari ini,” ungkap Ariston.
Di sisi lain, komentar negatif terhadap kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dinilai berpotensi menurunkan daya beli masyarakat dan memberikan sentimen negatif untuk pergerakan rupiah hari ini.
“Potensi penguatan rupiah hari ini ke kisaran 16.100, dengan potensi resisten di kisaran 16.200,” kata dia.